GMD 7

379K 37.6K 2.6K
                                    

7| Pilihan Matahari

"Udah makan nak?" tanya Demo, saat matahari mengambil duduk disebelahnya.

Matahari mengangguk sebagai jawaban, matanya menatap TV yang menayangkan acara kesukaannya. Matahari mengambil cemilan yang tersedia diatas meja, lalu membawanya kepangkuan.

Demo yang melihat kelakuan anaknya hanya diam. Sudah biasa. Sehari-hari kerjaaan nya seperti itu.

Mereka berdua menikmati acara menontonnya dengan tenang, tak lama sang bunda pun ikut bergabung dengan suami dan anaknya. Setelah beberapa saat hening, sehingga pertanyaan sang bunda membuat Matahari menghela nafas.

"Kamu gak bosan dek dirumah aja? Emang gak pingin kuliah gitu? Teman-teman kamu aja jam segini gak ada yang dirumah, mereka pada beraktivitas. Kuliah apa kerja gitu. Emang kamu gak pingin apa kaya teman-teman kamu yang lain?"

Matahari diam. Demo juga langsung memusatkan perhatiannya kepada sang anak.

"Ayah juga masih sanggup kok nge-biayain kamu kuliah. Mau sampe S3 pun ayah sanggup nak." timpal Demo.

Matahari mengangguk, iya, keluarga nya memang bisa di katakan mampu dan hampir tidak pernah kekurangan apapun. Matahari tau itu. Tapi masalahnya, alasan Matahari tidak ingin kuliah adalah malas. Iya sesimpel itu.

Mungkin kalian akan menyayangkan Matahari, disaat dia mampu tetapi dia  tidak ingin kuliah, sedangkan diluar sana banyak orang yang ingin kuliah tetapi terbatas ekonomi. Tapi ya bagaimana lagi. Ini pilihan Matahari sendiri. Dia tau pendidikan nomer satu, dia juga tidak berhenti belajar kok. Kuliah juga tidak menjamin kesuksesan seseorang.

Sebenarnya Matahari itu ingin seperti Daisy,  kakaknya itu tidak kuliah tetapi bisa membangun bisnisnya sendiri. Memulai semuanya dari awal, sampai akhirnya bisnis Daisy berkembang pesat sampai saat ini.

"Nanti Ata kabarin ayah sama bunda deh kalo Ata mau kuliah." Matahari menatap kedua orangtuanya dengan cengiran khas miliknya.

Demo dan Jauti menghela nafas. Jawaban Matahari selalu sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Oiya!" Matahari menepuk dahinya, "Yah, Bun, nanti Matahari mau jalan sama Faras boleh ya."  Demo dan Jauti mengangguk memberi izin.

"Pulangnya jangan subuh," kata Jauti.

"Emang pernah Ata pulang subuh?" sahut Matahari cepat.

"Kali aja khilaf,"

"Bunda mah suka gitu, negatif thinking mulu kalo sama Ata."

"Ck, orang dibilangin orangtua nyahut mulu, heran."

"Ihhh, bunda itu berdosa banget,"

"Udah-udah. Sinetron-nya udah mulai." timpal Demo cepat saat melihat istrinya hendak menimpali ucapan sang anak.

🌻🌻🌻

"Faras!"

Matahari langsung berlari kecil menghampiri sahabatnya, lalu memeluknya erat, "Kangen banget."

"Lebay lo," Faras terkekeh sambil membalas pelukan Matahari tak kalah eratnya.

"Udah nunggu lama?" tanya Matahari saat melepas pelukannya.

"Enggak, maybe 10 menitan."

Matahari mengangguk, "udah pesan?"

"Udah. Lo pesan aja."

Matahari memanggil waiters dan menyebutkan makanan yang dia pesan. Setelah selesai dan mengulangi pesanan Matahari, waiters itupun pamit undur diri.

"Sekarang gimana keadaan lo?" tanya Matahari, matanya menatap sahabatnya yang sudah beberapa bulan tidak ia temui.

"Fine. Lo sendiri? Udah kuliah apa masih nganggur di rumah."

Matahari mengangkat bahunya, "masih seperti dulu."

"Gila lo, dari dulu masih aja jalan ditempat."

"Kan gue gak pingin kuliah."

"Cari kerja kek, apa kek, jangan dirumah mulu Lo. Orangtua lo ngebuat elo itu bukan jadi beban. Usaha apa kek biar bisa mengurangi beban keluarga."

"Enak aja lo, gini-gini gue gak pernah membebani keluarga gue! Apalagi nyusahin, Big NO!"

"Kerja aja sono. Daripada jadi pengangguran."

Seketika Matahari teringat tawaran Ardan yang menginginkan nya menjadi pengasuh untuk anaknya.

"Sebenernya gue udah ditawarin kerja sih." Matahari mulai bercerita.

"Beneran?"

"Iya, lo tau kerja apa?" Faras menggeleng.

"Jadi baby sister!  Gila aja." Matahari sampai memukul meja, kepalanya menggeleng dramatis. Sedangkan Faras sudah tertawa.

"Hahaha, parah. Lo aja masih kayak bayi," sahut Faras sambil terkekeh.

"Bange lo."

"Eheh, tapi lumayan juga si jadi baby sister, daripada dirumah aja jadi pengangguran. Seenggaknya lo juga bisa belajar ngurus anak."

"Belajar ngurus anak? Udah sering gue, lo fikir setiap kakak-kakak gue lahiran gue cuma diem gitu ga ikut ngurusin. Yah, walaupun cuma ganti popok, sama nge gendong doang si."

"Nah, itu Lo udah punya pengalaman. Kenapa ga di coba dulu?"

"Gaktau, nanti aja deh gue pikirin lagi."

Tak lama kemudian makanan mereka datang, mereka nikmati makanan masing-masing sambil mengobrol ringan. Setelah itu lanjut jalan-jalan mengitari mall, dan berakhir di Timezone.

Waktu terasa begitu cepat sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 10 malam.

"Pulang sama siapa lo?" tanya Matahari, tangannya sibuk mengutak-atik ponsel.

"Dijemput kak Citra, elo dijemput juga?" Matahari mengangguk. Tak lama seorang laki-laki datang dengan motornya.

Matahari menyenggol lengan sahabatnya yang sedang sibuk melihat belanjaan ditangannya.

"Apa sih ta," Faras mendelik tajam.

Matahari melirikkan matanya kearah depan, seakan mengerti Faras juga mengikuti arah mata sahabatnya. Dahinya mengernyit heran saat melihat laki-laki didepannya.

"Mas Raden?" tanya Faras bingung. Raden langsung mengarahkan helm kepada Faras. Mau tak mau Faras langsung menerima uluran helmnya.

"Lo utang cerita sama gue!" ucap Matahari tajam saat Faras hendak menaiki motor. Faras hanya mengangkat bahunya acuh.

Setelah berpamitan motor Raden langsung melesat meninggalkan pelataran mall, tak lama jemputan matahari pun datang.


....

Godaan Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang