Pelaku?

687 157 6
                                    

Happy reading ^-^

...

Pukul sepuluh malam, Ara masih asik diam di teras rumahnya, menatap pintu rumah Niko yang sudah tertutup rapat. Ya, setelah menceritakan semuanya, Niko langsung pulang atas permintaan Ara yang menyuruhnya beristirahat.

Dahi Ara mengernyit saat melihat sebuah taksi memasuki halaman rumahnya. Seketika ia bangkit saat melihat Amanda, mamanya, turun dari taksi itu dengan dituntun oleh seoran pria paruh baya yang sama sekali tak Ara kenal.

"Mama!" pekik Ara sambil mengambil alih tubuh Amanda dari pria itu. Tatapannya menuntut pada pria itu. "Anda siapa? Dan apa yang terjadi pada Mama saya?"

Pria itu tersenyum. "Kamu anaknya?"

"Saya bertanya untuk dijawab, Tuan." balas Ara dingin. Namun, belum sampai Ara mendapatkan jawaban, sebuah mobil tak dikenal memasuki halaman rumahnya.

"Ish, Papa? Ngapain nyasar ke rumah Ara, sih?"

"Kak Gilang?" Ara menatap terkejut Gilang yang baru saja turun dari mobil itu.

"Hai, Ra!" Gilang tersenyum ke arah Ara lalu menatap sebal pria paruh baya di hadapan Ara. "Ck. Papa ngapain disini? Bukannya cari yang seumuran, malah ganggu Ara. Hati - hati lho, Pa! Ara punya Niko." cerocosnya.

"Papa?"

Gilang menampilkan cengiran khasnya pada Ara. "Iya, ini Papa gue, Ra. Sorry kalo dia ganggu lo."

Ara menatap bingung pria paruh baya itu. "Perkenalkan, saya Galuh, Ayah Gilang. Jadi, apakah sudah bisa saya jelaskan?" tanya Galuh, pria itu, seraya mengusap surai Ara penuh kasih sayang.

Namun, Gilang menepisnya dengan kasar. "Ih! Papa apa - apaan, sih? Gak boleh pegang - pegang punya orang, Pa! Gilang gak akan biarin Papa nikung sahabat Gilang sendiri!"

"Ck. Kamu ini, Lang! Kapan warasnya, sih?" decak Galuh sambil menatap sebal anak semata wayangnya itu.

Gilang membulatkan matanya tak percaya. "Lah? Ngaca, Pa!"

Melihat interaksi lucu Ayah dan Anak itu membuat Ara tak kuasa menahan tawa.

"Dih? Ngapa ketawa lo? Gak lucu, Ra! Katanya lo suka sama Niko, tapi ini apaan? Lo berpaling ke Bokap gue karena ditolak Niko?" sungut Gilang dengan bibir mengerucut.

"Hush! Enak aja kamu, Lang! Makanya jangan nyerocos dulu, biar Papa jelasin."

"Mau jelasin apalagi sih, Mas? Kamu jahat! Aku benci!"

Galuh benar - benar tak habis pikir bahwa dia memiliki anak macam Gilang yang otaknya sekecil otak semut.

Melihat ekspresi Galuh yang seolah siap memakan Gilang hidup - hidup membuat Ara terkekeh. "Kakak salah paham. Om Galuh tadi nganter Mama Ara."

Gilang sepertinya baru menyadari wanita paruh baya yang kini tengah dibantu Ara untuk berdiri. "Nyokap lo mabuk, Ra?" tanyanya polos.

Plak...

Dengan sadis, Galuh memukul lengan Gilang. "Sakit, Pa!"

Ara tersenyum miris saat melihat Galuh yang seolah membelanya. "Em... Om, terimakasih sudah mengantar Mama saya. Maaf untuk sikap saya sebelumnya. Untuk penjelasannya, sepertinya itu tidak perlu, saya sudah percaya. Lagipula, ini sudah malam."

Galuh melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu mengangguk. "Kalau begitu, besok siang Om datang lagi kesini karena kamu masih perlu mendengarkan penjelasannya."

"Papa modus!" Gilang mencibir. "Adududuh...! Pa, ampun, Pa!" pekikan itu terdengar saat Galuh menarik telinga Gilang hingga memasuki mobil. "Om dan Gilang pamit."

You Never Know [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang