HOME

708 161 1
                                    

Happy Reading ^-^

...

Niko berjalan memasuki rumahnya dengan wajah datar. Ada perasaan tak enak yang menghinggapimya saat melihat mobil milik Kakak tirinya.

"Baru balik?" Itulah sambutan yang Niko dapatkan dari Azka, Kakak tirinya.

Pandangan datar Niko jatuh pada Neneknya yang terduduk di sofa. Pemuda itu segera menghampiri dan mencium punggung tangan Neneknya, mengabaikan sambutan Azka.

"Ada apa, Nek?" tanya Niko dengan nada lembut.

Nenek Niko lantas mengusap surai cucunya, "Kenapa kamu tidak mengunjungi Nenek?"

Niko menghela napasnya lelah. Pikirannya kembali pada kejadian saat ia meninggalkan rumah Neneknya beberapa hari yang lalu. Rasa kecewa itu kembali menggerogoti hati Niko. "Niko sibuk, Nek." Hanya itulah yang dapat ia ucapkan.

"Sibuk menikmati hidup bebas?" tanya Azka dengan senyuman meremehkan.

Niko menatap tajam Azka, "Bukan urusan lo."

Azka semakin tersenyum meremehkan, "Udah berapa cewek kayak nyokap lo yang dibawa kesini, Nik?" ejeknya.

Rahang Niko mengeras, "Tutup mulut lo, Azka! Mama juga nyokap lo!"

"Nyokap gue? Gue gak punya nyokap," sahut Azka dengan tatapan yang berubah tajam.

Niko mengusap wajahnya gusar, "Pergi dari sini!"

"Maafin Niko, Nek. Niko pamit keluar dulu. Niko harap Nenek bisa segera pulang. Jangan lupa minum obat," imbuhnya seraya mengecup singkat punggung tangan sang Nenek lalu pergi begitu saja.

Niko berjalan tanpa tujuan dengan pikiran yang berkecamuk. Ia lelah, tapi apa yang bisa ia lakukan? Yang ia inginkan hanya sebuah keluarga yang bisa menyayanginya dan menerimanya. Ia hanya ingin rumah untuk pulang.

Langkah itu terhenti tepat di depan sebuah café, nama café itu "HOME". Sungguh ironi yang membuat Niko tersenyum miris. Tanpa sadar, langkahnya menuntun untuk masuk.

Tring ...

Suara bel di atas pintu itu menggema membuat beberapa orang mengalihkan atensinya.

"Lho? Kak Niko?"

Suara itu membuat Niko yang masih berdiri di depan pintu menoleh. Ara, gadis itu terlihat menghampirinya dengan seragam khas pelayan yang melekat ditubuhnya. "Ngapain berdiri disini? Ayo duduk!" ajaknya seraya menarik tubuh Niko untuk duduk di sebuah meja kosong.

Ara sedikit mengernyit, ada kesedihan yang menghinggapinya saat melihat pandangan Niko. Pandangan dingin itu, kini terlihat hampa. "Kakak kenapa?" tanyanya.

Niko menatap Ara dari atas sampai bawah, "Lo kerja disini?"

Ara sedikit terkikik. Memang ia tak pernah sedikitpun masuk ke dalam radar Niko, pikirnya.

"Iya," jawab Ara sedikit berbohong. "Kakak mau pesen apa?"

"Gue gak bawa uang."

Dalam hati, Niko lagi - lagi merutuki kebodohannya. Ia melemparkan tasnya dengan asal sebelum pergi dari rumah. Semua barang - barangnya, seperti dompet dan ponsel ada di dalam tas itu.

Ara tersenyum, "Gapapa, Ara yang traktir. Bentar ya, Kak. Ara bakal bawain menu yang bakal ngehapus semua masalah Kakak!" serunya, hiperbola.

Gadis itu berlari, pergi meninggalkan Niko yang kini tengah menatap punggungnya. Atensi Niko beralih pada seluruh penjuru café, ramai. Niko baru tahu ada café disekitaran rumahnya. Jika dilihat dari segi interior, café ini memang mengutamakan kenyamanan yang membuat pengunjung seolah - olah tengah bersantai di rumahnya. Lagi - lagi Niko tersenyum miris, café ini bahkan lebih nyaman dibandingkan rumahnya, begitulah isi kepala Niko.

You Never Know [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang