Inikah Akhirnya?

723 125 10
                                    

Happy reading^-^

...

Ujian Akhir Semester Ganjil akhirnya tiba. Ara memasuki ruangannya dengan tenang, tapi ketenangan itu sirna saat beberapa Senior di Kelas itu serempak menatap ke arahnya. Ya, Sekolah Ara memang menerapkan aturan ruangan campuran saat pelaksanaan ujian, di dalam satu ruangan bisa mencakup dua puluh orang dari dua tingkat berbeda, seperti ruangan Ara yang diisi oleh sepuluh siswa kelas X IPS 3 dan sepuluh siswa kelas XI IPS 3.

Dalam hati Ara merutuk karena ketiga sahabatnya berada di ruangan yang berbeda. Mata gadis itu menelusuri setiap bangku, mencari bangku yang bertuliskan nomor pesertanya.

"Di sini, Ra!"

Ara benar - benar terkejut saat melihat Nathan melambaikan tangannya. Apa Nathan akan menjadi teman sebangkunya hingga satu minggu ke depan? Ah, membayangkannya saja Ara tidak mau. Namun, sepertinya benar. Rupanya Ara melupakan dua fakta penting, Nathan adalah siswa dari kelas XI IPS 3 dan nama mereka sama - sama berawalan 'N'.

Ara berjalan menghampiri Nathan yang masih asik melambaikan tangannya.

"Kita sebangku."

Tenggelamkan saja Ara di laut Antartika!

Gadis itu benar - benar mematung saat mendengar penuturan Nathan. Sementara itu, Nathan yang menyadari perubahan ekspresi Ara lantas tersenyum maklum. "Duduk." ujarnya sambil menarik tangan Ara hingga gadis itu terduduk.

Helaan napas halus keluar dari mulut Nathan. "Maafin tingkah gue selama ini, Ra."

Ara kontan menatap Nathan, tak percaya dengan pendengarannya sendiri. "Ara gak salah denger, kan?"

"Nggak." sahut Nathan dengan gelengan kepalanya. "Gue minta maaf atas tingkah gue dan Bokap gue, dia emang bejat. Lo tau? Sehari setelah lo mukul gue, Bokap gue balik ke Rumah bawa jalang baru." imbuhnya dengan kekehan hampa.

Ara menundukan kepalanya. "Maaf karena Ara mukul Kak Nathan waktu itu."

"Panggil gue kayak dulu, Ra. Jangan pake embel - embel yang bikin gue geli!"

Ara tersenyum, ia jelas mengingat bahwa Nathan juga adalah bagian dari masa lalunya, seorang sahabat yang mau menerima bayangan seperti dirinya. "Iya, Athan."

Dengan tak tahu malunya, Nathan menyenderkan kepalanya di bahu Ara. "Kalo dipikir - pikir, empat tahun lalu kita temenan dan dua tahun kemudian semua itu hancur. Hubungan pertemanan kita singkat juga, ya?"

Ara mengangguk setuju. "Tapi selama dua tahu itu, Athan jadi bagian penting di hidup Ara. Athan tau? Ara bener - bener sedih sewaktu Athan datang dan ngemaki - maki Ara di hari ulang tahun Ara. Padahal, di hari itu Ara berharap agar semuanya baik - baik aja."

"Sorry, gue bener - bener kaget waktu liat Nyokap lo ada di kamar Bokap gue, waktu itu semuanya gelap."

"Sekarang gimana?" tanya Ara.

Nathan kembali duduk tegak. "Gue udah capek, Ra. Gue pasrah aja."

Ara tersenyum, tangannya terulur mengusap surai Nathan. "Gapapa, wajar lelah, tapi jangan sampai salah ngambil jalan, ya?"

"Apa gue harus ngikutin jalan lo, ya? Jadi siswa culun yang gila belajar, siapa tau gue bisa ngeracik racun buat dimasukin ke makanan Bokap gue."

Ara mengerucutkan bibirnya saat Nathan mengingatkannya pada penampilan culunnya di SMP. "Hush! Ngomongnya!"

Nathan terkekeh. "Eh, tapi, Ra. Gue penasaran, si Nayra kenapa manggil Nyokap lo dengan sebutan Mama?"

"Nayra itu adik angkat Ara."

You Never Know [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang