Ditinggalkan

740 132 8
                                    

Happy reading^-^

...

Tok... Tok...

Arkan mengetuk pintu rumah Ara. "Sebentar!" dapat ia dengar teriakan dari dalam rumah yang ia yakini adalah teriakan dari Ibu Ara.

Tatapan Arkan beralih pada Ara yang kini sedang ia bantu untuk berdiri, gadis itu masih saja menunduk tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Lho? Arkan, temennya Gilang, kan? Eh, Ara?! Kamu kenapa, Nak?! Kok bisa gini, sih?! Bukannya tadi kamu sama Niko?!" pekik Amanda saat melihat kondisi Ara yang cukup berantakan.

Arkan tersenyum canggung saat Amanda menatapnya penuh tuntutan. "Iya, Tan. Saya Arkan. Saya tadi disuruh Niko untuk anter Ara soalnya Ara tiba - tiba gak enak badan."

"Kenapa bukan Niko yang anter?"

Arkan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ma, nanti Ara jelasin. Udah, jangan omelin Kak Arkan, kasian." ujar Ara sambil berjalan pelan untuk menghampiri Amanda.

Amanda langsung membantu Ara yang terlihat masih lemas. "Kamu yang kasian, Ra. Ya ampun, kenapa bisa kayak gini, sih? Niko juga kenapa gak tanggung jawab banget?!" omelnya.

"Kak Niko juga lagi sakit, Ma." bela Ara sedikit memelas.

Arkan yang peka terhadap situasi Ara lantas menengahi. "Tante, biar saya yang anter Ara ke Kamarnya, boleh? Saya juga mau nunggu Gilang, katanya Gilang mau kesini."

"Gilang mau kesini? Kok gak bilang?"

"Ngapain harus bilang? Kak Gilang kan bentar lagi jadi anak Mama, jadi bebas, dong!"

"Iya juga, sih. Ya udah, Arkan tolong antar Ara, ya. Tante ambilkan obat untuk Ara dulu, sekalian Tante buatkan minum untuk kamu."

Ara menghela napasnya saat Amanda mulai melangkah pergi. Ia segera berpegangan pada daun pintu saat merasa kepalanya kembali pusing.

"Pusing banget ya, Ra? Ayo ke kamar! Di luar dingin." ujar Arkan sambil meraih tangan Ara lalu menuntun gadis itu menuju kamarnya.

Arkan menidurkan Ara di ranjang lalu menyelimuti tubuh gadis itu. "Lo emang sakit atau shock?"

"Dua - duanya." sahut Ara sambil menatap polos Arkan. "Oh, iya. Kak Gilang beneran mau kesini?"

Arkan menampilkan cengiran khasnya. "Sebenernya nggak, tapi mau gimana lagi? Cuma itu alesan yang gue punya." ujarnya dengan jari - jarinya yang bergerak lincah di atas layar ponsel. "Ini lagi gue suruh kesini, sekalian ngabarin kalo lo sakit."

"Kenapa ngabarin Ara sakit?"

Arkan kontan menatap wajah polos Ara. Ia duduk di pinggiran kasur lalu mengacak rambut gadis itu. "Lucu banget sih, Lo. Pantes aja si Gilang seneng banget waktu cerita kalo lo bakal jadi adiknya."

"Ish! Kak Arkan!"

Arkan tergelak melihat reaksi Ara yang semakin menggemaskan. Tangannya beralih mengelus - elus lembut rambut Ara. "Lo tau, Ra? Gilang itu selalu iri setiap liat gue sama adek gue, dia selalu bilang kalo dia pengen punya adik cewek juga. Jadi, lo itu penting buat Gilang, makanya gue ngabarin dia kalo lo sakit."

Ara membulatkan mulutnya. "Oh? Kak Arkan punya adik?"

Mendadak, wajah Arkan berubah murung.

Ceklek...

"Ara?! Kok bisa sakit?!"

"Kak Gilang!" Ara merentangkan tangannya, meminta pelukan dari Gilang.

Arkan menghela napasnya lega saat tiba - tiba Gilang datang dan menghentikan pembicaraan mereka. Dapat ia lihat Ara yang menyambut hangat pelukan Gilang. Mereka bukan saudara kandung, dan bahkan belum resmi menjadi saudara tiri, tapi melihat kedekatan keduanya membuat hati Arkan sedikit sakit. Dulu, memang Gilang yang iri padanya, tapi sekarang semua itu terbalik. Ia iri, ia merindukan adiknya yang telah pergi untuk selama - lamanya.

You Never Know [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang