Jangan biarkan ego menguasai dirimu.
Happy reading!
||
"Aku merindukanmu, Yoo Jung."
Oh, tentu saja. Tentu saja Hyun Jae mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya. Dia tidak mungkin mengucap itu secara gamblang di hadapan sang mantan istri, 'kan?
Alis Yoo Jung tertarik ke atas, membentuk sebuah lengkungan dengan keterkejutan yang tidak bisa dia sembunyikan. Perempuan itu berusaha untuk tetap berdiri dengan tegap meski kakinya sudah lemas. Dia bergerak menutup pintu secepat yang dia bisa, tetapi tangan besar Hyun Jae mencekalnya.
"Lepaskan, Hyun Jae."
"Tidak."
"Lepas!"
Hyun Jae menggelengkan kepala, menatap Yoo Jung yang tampak cantik di depannya. "Aku tidak akan melepaskan pintu ini. Tidak sebelum aku mengetahui keadaan dia."
"Apa yang kau maksud?"
"Hyun Joo sakit, 'kan?"
Yoo Jung terkekeh, "apa yang kau ketahui tentang anakku?"
"Dia anakku juga, kalau kau lupa."
Yoo Jung tersenyum. "Terserah apa katamu." Dia berusaha untuk menutup pintu lagi, tetapi tangan Hyun Jae kembali mencekalnya.
"Beri tahu aku," titahnya.
"Kau tidak ada hak apapun untuk mengetahuinya."
"Aku ayahnya, Yoo Jung, demi Tuhan!"
"Apa peranmu di hidupnya? apa yang sudah kau beri padanya? kasih sayang?" Yoo Jung terkekeh. "Tidak ada, bukan?"
Hyun Jae terdiam.
"Sudahlah, Hyun Jae. Kita sudah punya hidup masing-masing. Kau dengan keluargamu, dan aku dengan putriku. Bukanlah hal itu sudah cukup?"
"..."
Yoo Jung menatapi Hyun Jae yang terdiam di depannya. "Pergilah. Putriku baik-baik saja." Yoo Jung mendorong tubuh tegap Hyun Jae keluar, lalu menutup pintu apartemen dan menguncinya.
Dia terduduk lemas di balik pintu. Tubuhnya merosot begitu saja lantaran butuh tempat bersandar. Dia menangis.
Dia benci kepedulian Hyun Jae. Dari mana laki-laki itu tahu tempat tinggalnya? dari mana laki-laki itu mengetahui Hyun Joo?
Ya Tuhan.
Sementara di luar, keadaan Hyun Jae tidak jauh berbeda dari yang dialami Yoo Jung. Tubuh tegapnya merosot ke bawah, pintu apartemen Yoo Jung menjadi sandaran bagi punggung lebarnya.
Kedua orang yang masih saling mencintai itu menangis. Menangis di balik pintu dengan perasaan yang tidak bisa mereka jelaskan pada siapapun.
Bertemu masa lalu memang tidak sebaik kelihatannya.
||
Ji Eun paham konsekuensi dari apa yang dia perbuat sekarang. Dia tidak punya pilihan lain selain dengan melakukan ini. Semua terasa sangat berharga ketika Ji Eun sadar apa yang dia dapatkan sekarang bisa saja direnggut kembali oleh sang Maha Kuasa.
"Aku tidak akan membiarkanmu mengambil In So," kata Ji Eun. Nada suaranya dingin dan terdengar cuek.
"Dia anakku."
"Bukan! Dia anak Hyun Jae!"
Laki-laki yang berdiri di belakang Ji Eun tertawa. "Bagian mana dari anak itu yang menyerupai Hyun Jae-mu?"
Ji Eun tak menjawab. Sebab dia tidak menemukan jawaban yang benar atas pertanyaan laki-laki itu.
"Tidak ada, 'kan? bukankah sudah jelas bahwa In So adalah milikku?" Laki-laki itu mendekati Ji Eun, mengendus aroma tubuhnya perlahan-lahan. "Aku merindukanmu," bisiknya.
Tangan laki-laki itu menggulung rambut ikal yang jatuh di punggung Ji Eun. Memuntirnya perlahan. Ji Eun bergidik.
"Lepas, Niel!"
Yap. Orang yang Ji Eun temui siang ini adalah Daniel. Mantan pacar yang dia kencani bertahun-tahun lalu.
"Kalau aku tidak mau, bagaimana?"
"Brengsek!"
Ji Eun memutar tubuh, menampar Daniel tepat di pipi laki-laki itu. Lalu dengan secepat kilat, dia pergi meninggalkan markas transaksi kotor Daniel.
"Ternyata kau masih menjadi nikotinku, Ji Eun."
•••
—bakso lobster—
KAMU SEDANG MEMBACA
After All This Time [REVISI] ✓
Fanfiction"Nyatanya, waktu tak benar-benar menyembuhkan." -Han Yoo Jung [Sedang revisi]