amarah

1.3K 87 4
                                    

Happy Reading!!!

"Kalau kamu yang tanggung jawab gimana?"

Bumi sontak saja menggeleng dan menjauh dari Angel. Bisa gila jika ia lebih berpihak pada Angel dan meninggalkan Raina yang kini menjadi separuh nyawanya.

"Kamu mau dimadu Bumi kan?" tanya Angel tanpa dosa. Sontak saja Raina mengangkat pandangannya. Ia tidak mengangguk juga tidak menggeleng, masih terlalu shock dengan ucapan Angel.

"Kakak jangan gila!" bentak Bumi. Raina berjenggit kaget. Hal yang paling ia hindari adalah kemarahan Bumi. Namun orang-orang sekitar Bumi lah yang selalu memancing amarahnya.

"Kamu yang bilangkan akan selalu ada saat aku terpuruk, DAN SEKARANG APA?" teriak Angel diakhir kalimat.

"ITU KARENA KAKAK IPAR SAYA, RAFA PONAKAN SAYA" teriak Bumi murka. Masih banyak yang ingin Bumi luapkan, namun ia memilih memendamnya terlebih dahuku.Ternyata benar, berpura-pura tidak tahu lebih baik. Toh, kebenaran pun akan terbukti nantinya.

"DAN SEKARANG UNTUK APA ANDA DATANG LAGI?"

"HAH?!" teriak Bumi lagi, kali ini ia menghempaskan guci yang berada didekatnya ke arah Angel. Untung saja Angel sempat mundur, jika tidak sudah dipastikan pecahan tersebut akan menancap ditubuhnya.

"KELUAR!" teriak Bumi murka, dengan masih keadaan shock Angel melangkah menjauh. Tidak ia sangka Bumi yang sangat kalem bisa semurka itu. Secinta itu ia pada keluaga kecilnya.

Sedangkan Bumi mengusap wajahnya kasar, ia hilang kontrol. Ia melirik kesampingnya, Raina terduduk dengan keadaan lemas.

"Rain" panggil Bumi pelan, Raina beringsut menjauh. Hati Bumi tercubit, Raina yang selalu sabar menghadapinya harus melihat ia yang dalam keadaan murka. Raina yang tidak pernah memancing emosinya harus menyaksikan amarah Bumi.

"Jangan takut" ucap Bumi sambil membantu Raina berdiri, dapat ia rasakan tubuh Raina yang bergetar.

"Tuan bawa non ke atas aja, nanti saya bersihin ini" ujar bi Ima yang berada tak jauh dari posisi keduanya.

"Yang bersih ya bi, saya gak mau Rain kenapa-napa" ucap Bumi, bi Ima mengangguk sambil tersenyum. Bumi menyelipkan tangannya pada lipatan lutut Raina dan tengkuknya, membawa Raina dengan perlahan. Setelah sampai ia menidurkan Raina pada ranjang. Raina memaksakan bangun dan Bumi membantunya.

"Minum dulu" ujar Bumi menyodorkan air pada Raina. Raina menerimanya, dengan dibantu Bumi ia meminum air tersebut, tenggorokannya serasa tercekat. Ia menghembuskan napasnya pelan, setelah sukses menguasai diri ia tersenyum lalu menatap Bumi.

"Jangan gitu, Rain takut" ucapnya sambil menatap manik mata Bumi. Bumi mengangguk dan membawa Raina kedalam pelukannya.

"Maaf" ucapnya pelan, Raina mengangguk, ia terlalu lelah berdebat. Ia ingin egois, kali ini saja.

Jangan lupa tinggalkan jejak👣👣

RAINA (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang