8. Dua Pria

1.3K 138 4
                                    

Semakin banyak yang baca, aku semangat juga updatenya.

Tapi jangan hanya baca ya, vote dan komen juga. 

Love....


Asyer dan Ezra terlihat akrab. Wina tidak tahu sejak kapan mereka mulai akrab begitu. Dua pria dengan postur tubuh yang nyaris sama, tinggi dan tanpa lemak, sama gagahnya dan juga punya gaya busana yang hampir mirip, menyukai jeans atau celana kargo dengan kemeja lengan panjang yang lengannya digulung hingga siku atau kaos polos berwarna gelap. Potongan rambut mereka juga hampir sama. Bedanya, Asyer membiarkan rambut-rambut halus tumbuh tipis di sekitar pipi dan dagunya, sedangkan Ezra senang cukuran.

"Alangkah bahagianya ya Ana, kalau ada yang perhatiin kita," kata Ima pada Ana di sela-sela kesibukan mereka melayani tamu restoran hari itu.

"Siapa yang kamu maksud?" tanya Ana kurang paham.

"Itu, Pak Asyer dan Pak Ezra. Mereka itu sayang dan perhatian banget sama Ibu Wina dan Jessy."

"Iya, mana keduanya ganteng lagi. Kalau kamu lebih suka siapa, Ma?"

"Wahh, bingung juga, habis dua-duanya cakep sih. Hanya kalau Pak Asyer tuh orangnya pendiam dan serius. Beda dengan Pak Ezra, santai dan suka humor. Tetapi keduanya baik banget. Ahh..., bingung jadinya!" Ujar Ima. Memang benar, ia bingung jika disuruh memilih.

"Saya juga gitu, Ma." Ana juga sama, ia akan bingung jika diminta memilih, Asyer ataukah Ezra.

"Hey.... Kalian ini lagi omongin apa sih?" Toto tiba-tiba muncul mengusik obrolan Ana dan Ima.

"Ih, mau tau aja urusan orang. Kepo tahu!" Jawab Ana dengan wajah kesal karena obrolan serunya jadi berhenti. Ima dan Ana kembali sibuk, tinggalah Toto yang bengong di tempatnya. Dua temannya ini benar-benar deh, buat dirinya seolah tak berarti saja. Padahal dia juga ingin ikutan ngobrol, tapi malah di cuekin begini. Nasib....

***

Wina sering memperhatikan Asyer dan Ezra terlibat pembicaraan serius. Namun dia tidak berminat mengetahui apa saja topik yang mereka diskusikan. Ada hal lain yang Wina lihat sejak kedatangan Ezra, Asyer jadi sering tertawa dengan lepasnya, padahal selama ini ia hanya tersenyum jika ada sesuatu yang dianggapnya lucu.

Sore itu, Asyer dan Ezra sedang mencuci mobil mereka, juga mengutak-atik mesinnya.

"Jadi, mobilnya langsung di bawa dari Jakarta?"

"Saya kirim duluan dan titip di kantor."

"Apa cabang sini nggak sediain mobil, Syer?"

"Ada sih, tapi lebih nyaman pakai kendaraan sendiri." Asyer memang lebih menyukai mengendarai mobil pribadi dibanding mobil dinas.

"Bagus juga ya, kalau ada mobil di rumah ini, bisa bantu urusan Wina juga."

"Itu dia, Bro. Saya nggak ngerti, setiap saya ingin mengantar Wina ke pasar atau ngurus pesanan katering langganannya, dia selalu menolak. Kalau misalnya dia nggak mau merepotkan saya, dia bisa bawa sendiri aja. Tetapi saya tawarin begitu, Wina juga menolak."

"Seperti itulah Wina yang kita kenal. Paling tidak suka merepotkan orang lain. Prinsipnya, selagi bisa dikerjakannya sendiri, dia pantang meminta bantuan. Saya dan papa juga pernah menawarkan dia mobil, tetapi Wina menolak." Ezra menghela napas. Sulit untuk menembus dinding yang sudah ia dirikan sejak lama. Bahkan, dinding itu semakin hari semakin tebal dan kokoh.

Asyer dan Ezra masih mengutak-atik mesin kala Jessy datang menghampiri papanya. Wajahnya sedikit ditekuk.

"Pa, tali ayunan Jessy putus."

Menyambung Tali Kasih (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang