Sesuai janji kemarin, ini last partnya ya.
Terima kasih sudah mengikuti kisah Wina, Asyer, Ezra dan Jessy ini.
Sampai bertemu di cerita saya yang lainnya.
Love....
Asyer sudah menghubungi kantor cabangnya di Semarang agar menyiapkan kendaaran selama ia berada di sana. Begitu mereka mendarat di bandara dan keluar dari pintu kedatangan, orang dari kantor cabang yang ditugaskan menjemput Asyer sudah berada di depan pintu keluar. Asyer meminta tidak berlebihan menjemputnya dan cukup orang yang ditugaskan saja. Dua orang yang menjemput tadi langsung menghampiri Asyer dan Jessy. Mereka lalu mengambil alih koper yang dibawa Asyer dan berjalan menuju tempat parkir.
"Ini mobilnya Pak." Si penjemput tadi menunjukkan mobil berwarna silver. Dari pengamatan Asyer, mobil itu sepertinya milik kepala cabangnya. Seharusnya mereka tidak berlebihan seperti ini. Dia ke Semarang juga bukan dalam rangka tugas, jadi bisa menggunakan mobil jenis biasa, bukan yang bermesin mewah begini.
"Saya bawa sendiri aja ya. Kalian bisa meninggalkan saya. Terima kasih." Penjemput tadi meninggalkan Asyer setelah menyerahkan kunci mobil.
"Yuk Jess, kita ketemu Tante Wina."
"Mama Wina, Pa," ujar Jessy mengoreksi kalimat Asyer. Bahkan putrinya saja sudah tidak sabaran memanggil Wina dengan sebutan itu. Terlebih dirinya, rasanya sudah kangen berat pada Wina.
Masih hari Jumat, tetapi restoran Wina sejak siang sampai sekarang sangat ramai. Wina merasa surprise. Mungkin karena kehadirannya sehingga restoran ini kembali ada rohnya. Hatinya juga sudah lega ketika mendapat info dari Ezra jika kejadian di club tidak seperti yang mereka duga. Entah mengapa, ketika mendengar itu hati Wina kembali bergemuruh. Bergemuruh mengingat Asyer. Pria itu masih tersimpan di sisi hatinya yang terdalam. Wina tak bisa mengelak, jika ia juga suka pada Asyer. Itulah yang ia rasakan. Jadi ketika melihat foto Asyer dan Reyna, rasa terkhianati begitu melingkupi dirinya.
"Bu, ada Pak Asyer dan Jessy." Suara Ima mengembalikan Wina dari lamunannya saat menyiapkan pesanan di dapur. Ia terkejut. Baru saja pria itu ia pikirkan, sekarang sudah datang. Sudah jodoh mungkin Wina. Ehh? Apa iya mereka berjodoh? Wina merasa dirinya biasa-biasa saja dan tidak punya sex appeal. Wina jadi gugup akan bertemu Asyer. Ia sampai minta Ima untuk menemui Asyer dan Jessy terlebih dahulu sementara dirinya masuk ke rumah utama untuk sekedar mematut diri di cermin. Mungkin ada sisa bumbu yang melengket di pipinya, akan sangat memalukan jika Asyer melihatnya. Setelah Wina yakin dirinya rapi, ia berjalan dengan pelan kembali ke restoran. Degup jantungnya semakin menggila. Calm Wina.
Wina masuk dari arah dapur, area yang berdekatan dengan rumah utama, menuju ruang tengah yang masih ramai dengan pengunjung. Dari dapur tadi ia sudah melihat Asyer dan Jessy yang sedang menikmati hidangan. Dua orang inilah yang beberapa hari ini sangat dirindukannya. Inginnya Wina berlari memeluk keduanya, tetapi tentu saja hal itu tidak dilakukannya.
"Mama Wina kok lama ya Pa? Kata Mbak Ima, sebentar, tapi kok lama?" Jessy sudah tidak sabar ingin bertemu Wina.
"Lha, itu Mama Wina," tunjuk Asyer melihat Wina berjalan dari dapur. Wanita yang sudah membuat tidurnya beberapa hari kembali tidak nyenyak. Rindu Asyer meluap tak bisa dikendalikan. Sayangnya, langkah kakinya kalah cepat dengan Jessy. Jessy lebih dulu berlari memeluk Wina. Asyer menyusul tetapi berusaha menahan tubuhnya agar tidak ikut memeluk Wina.
"Mama Wina...!" mendengar teriakan Jessy, sontak membuat mata Wina terbelalak. Mama?! Apa telinga Wina yang salah dengar? Tetapi jelas, Jessy memanggilnya Mama Wina. Kakinya mendadak berhenti. Asyer dan Jessy sudah berdiri dan menyongsong dirinya. Jessy malah sudah berlari dan langsung memeluknya. Wina masih bingung harus bersikap. Sementara Jessy memeluknya, Asyer yang sudah dekat juga kemudian mengecup keningnya. Pengunjung mulai memperhatikan. Agar tidak menjadi pusat perhatian, Wina mengajak Jessy dan Asyer kembali ke meja lalu duduk dengan mata yang saling memandang.
"Mama Wina." Sekali lagi Jessy memanggil Wina yang sampai saat ini masih terlihat bingung dengan apa yang didengarnya."
'Ini... maksudnya apa ya Syer?" Wina tidak merespon panggilan Jessy tetapi bertanya ke Asyer. Tanggannya kemudian memeluk Jessy.
"Jess?" Asyer memberi isyarat agar Jessy yang menjelaskan ke Wina.
Jessy melepaskan pelukan Wina, kemudian memegang tangan Wina dengan mata yang penuh harapan lalu berucap,
"Mau ya jadi Mama buat Jessy?" Wina menatap Jessy tanpa kedip. Bagaimana bisa ia mematahkan harapan di mata indah gadis kecilnya itu.
"Hmmm..." Wina menarik napas. Suasana ini membuatnya jadi sulit bernapas. Ditodong seperti ini, apalagi oleh Jessy, akan sulit untuk berkata tidak.
"Syer?" Ia harus meminta bantuan Asyer.
"Jawab dulu dong Win, permintaan Jessy," jawab Asyer dengan senyum geli melihat kebingungan Wina. Asyer sudah tahu, Wina lemah jika Jessy yang meminta. Makanya strategi inilah yang ia gunakan dengan tujuan Wina menerimanya.
"Gimana ya Jessy?" Wina berbalik menggoda Jessy. Wajah Jessy berubah murung. Wina tertawa. Selalu saja hatinya lemah jika melihat wajah Jessy seperti ini. Strategi Asyer berhasil.
"Boleh deh." Mendengar ucapan Wina, wajah Jessy kembali ceria. Ia memeluk Wina dengan erat. Asyer lega, permintaan Jessy diterima. Asyer membiarkan Wina dan Jessy melepaskan kerinduan, mungkin gilirannya setelah ini. Yang pasti Wina sudah menerima, jadi mereka bermesraan bisa kapan saja.
Di dapur, Ima dan Ana saling berangkulan. Mereka juga ikut gembira melihat suasana yang sudah mencair di dalam sana. Ketika Wina datang ke Semarang tiga hari yang lalu, mereka tahu suasana hati bos mereka tidak dalam keadaan yang baik. Nampak jelas di wajah Wina, jika telah terjadi sesuatu hingga ia harus kembali ke Semarang. Tetapi Ima dan Ana tidak banyak bertanya. Kebetulan juga penghuni yang mengontrak rumah utama pindah ke Sulawesi seminggu yang lalu, jadi mereka pikir mungkin saja Wina ingin membenahi lagi rumah itu. Ternyata benar, ada yang terjadi antara Wina dan Asyer tanpa mereka diberitahu. Ima dan Ana lalu sibuk kembali melayani beberapa tamu yang masih menunggu pesanan mereka. Sejam lagi restoran tutup, jadi mereka harus cepat membereskan pesanan yang masih tersisa.
Beberapa kali Jessy menguap dan akhirnya menyerah. Ia tertidur di pangkuan Wina. Tadi mereka asyik bercerita di ruang tengah, sehingga tidak tahu jika sudah jam sepuluh lewat. Pantas saja Jessy sudah terkantuk-kantuk sejak tadi, karena biasanya ia tidur paling telat jam sembilan. Namun ia bersikeras bercerita dan bermanja-manja dengan Wina. Wina akan memindahkan Jessy ke kamarnya yang sudah ia tata kembali seperti semula, tetapi Asyer mengambil alih. Wina mengikuti Asyer yang menggendong Jessy ke kamar. Setelah Asyer meletakkan Jessy ke tempat tidurnya, Wina mengaktifkan AC lalu menyalakan lampu tidur di nakas. Berdua kembali ke ruang tengah.
"Sudah nggak marah kan?" tanya Asyer setelah beberapa saat mereka terdiam dan hanya saling memandang. Tangan Asyer terulur, mengusap pipi Wina dengan lembut. Kemudian ibu jarinya menyapu bibir Wina yang sedikit terbuka. Wina menahan telapak tangan Asyer kemudian mengecupnya. Asyer ingin lebih sekarang, jika Wina mengizinkannya.
"Maaf." Hanya kalimat singkat itu yang bisa Wina ucapkan.
Asyer sudah tidak meminta izin Wina. Segera saja tubuh di depannya itu ia rengkuh, menghujani Wina dengan ciuman yang penuh gairah hingga mereka kesulitan bernapas. Setelah mengambil napas sejenak, adegan tersebut berlanjut. Tangan Asyer sudah menjelajah, menyentuh bagian sensitif Wina. Erangan halus dari bibir Wina mulai terdengar. Sofa yang mereka duduki sudah melesak oleh gerakan keduanya.
"Tolong hentikan jika aku sudah berlebihan Win." Suara Asyer yang mulai serak hanya dijawab desahan oleh Wina. Gerakan Asyer semakin tak terkendali. Gelora yang telah mengendap selama bertahun-tahun membutuhkan saluran pelepasan. Asyer sudah berada tepat di depan bagian intim Wina. Sekali sentak, penutupnya terlepas. Namun ketika semuanya mengabur, Wina tersadar.
"Syer, stop! Wina mengatur napasnya yang memburu. Asyer menjatuhkan kepalanya di perut Wina.
"Sorry." Tangan Wina mengelus rambut Asyer. Pria yang ia yakini begitu sangat dicintainya.
"Love you," ucap Wina kemudian mencium kepala Asyer dengan penuh cinta.
"Thank you. Love you too, more than you love me," balas Asyer sembari menarik kepalanya dari perut Wina lalu kembali merengkuh Wina dalam dekapan erat.
--- END ---
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyambung Tali Kasih (complete)
RomanceTulisan ini salah satu winner di Wattpadindo Writing Challenge 2020. ~*~ Berjuang mengangkat kembali derajat keluarga yang terpuruk, akibat utang yang ditinggalkan oleh ayahnya, juga harus kehilangan Wilma, kakaknya yang meninggal setelah melahirka...