14. Ia Harus Tahu Apa Yang Kurasakan

1.1K 124 3
                                    

Hello December....

Ya ampun, tahun akan berganti lagi dan tulisan ini juga harus tamat.

Sungguh berat ya perpisahan.

Jangan sedih, part ini rada manis kok.

Selamat membaca, jangan lupakan vote dan komennya.



Beberapa hari terakhir ini, Wina bekerja keras menyelesaikan sebuah lukisan. Lukisan yang rencananya akan ia berikan pada ulang tahun Jessy. Lukisan itu ia simpan dengan rapat di kamarnya agar tidak terlihat Jessy maupun Asyer. Dan hari ini ia akan keluar mencari piguranya.

"Syer, ntar saya mau ke area Mampang ya. Nggak lama kok." Asyer menoleh menatap Wina saat ia sarapan dan bersiap ke kantor. Jessy sudah sejak tadi berangkat dengan jemputan khusus dari sekolahnya.

"Oke, ntar jam istirahat saya jemput."

"Nggak usah, saya sendiri aja. Sudah bisa bawa mobil ini juga."

"Kamu yakin?" Asyer sudah lama menyiapkan mobil yang bisa Wina gunakan ke mana saja yang dia suka, tetapi baru kali inilah Wina menggunakannya.

"Iya, kamu jangan khawatir, saya baik-baik aja," jawab Wina dengan penuh keyakinan yang terpancar di wajahnya yang sudah mulai bercahaya kembali.

Wina keluar mencari pigura untuk lukisannya jam sepuluh pagi. Ia sengaja memilih jam segitu karena tahu kondisi jalan sudah tidak padat. Juga agar ia bisa cepat tiba kembali di rumah sebelum Asyer datang untuk makan siang.

Melihat mobil Wina sudah terparkir di garasi, Asyer yang siang itu datang untuk makan siang jadi tahu jika Wina sudah kembali. Tetapi di ruang tengah ia hanya menemui Bibik yang sudah menyiapkan makan siang untuknya.

"Wina mana Bik?"

"Ada di kamar Pak. Tadi waktu pulang Ibu kelihatan pucat."

Asyer yang belum sempat duduk di meja makan bergegas ke kamar Wina. Ia mendapati Wina yang sedang tertidur. Ada sebuah lukisan yang sudah diberi pigura terletak di meja riasnya. Asyer mendekat dan memperhatikan lukisan tersebut yang ternyata adalah lukisan dirinya dan Jessy. Asyer tersenyum. Ia sangat suka melihat lukisan itu. Namun sepertinya masih ada yang kurang, lukisan itu tidak ada Wina di dalamnya. Seharusnya Wina menambahkan dirinya, bukankah mereka merupakan satu paket? Dan memang harusnya seperti itu, batin Asyer.

Asyer memperhatikan Wina yang tertidur dengan lelapnya. Nampak wajahnya sedikit pucat. Tangan Asyer terulur, mengusap kening dan menyibak rambut yang menutupinya. Seketika debaran di dada Asyer bergemuruh dengan liarnya. Semakin lama ia menatap wajah Wina, gemuruh itu semakin hebat menderanya. "Ya Tuhan, aku begitu mencintainya," desahnya. Sudah lama rasa ini berusaha dihalaunya, namun semakin hari bukannya menghilang, rasa itu semakin kuat tertancap di hatinya. Namun ia selalu berhati-hati agar Wina tetap nyaman berada di dekatnya. Ia juga sudah tidak peduli lagi dengan Ezra. Asyer tahu, walaupun teman Wina itu sudah punya calon, tetapi dari sorot matanya hanya ada Wina di sana. Baginya, apa yang ada di hatinya kini harus ia perjuangkan, seberat apa pun rintangannya.

Asyer tak tahan lagi menatap Wina lebih lama. Ia menunduk, mendekatkan wajahnya ke Wina dan mengecup bibir yang juga nampak terlihat memucat walaupun ada polesan tipis berwarna di sana, tepat saat Wina membuka mata. Asyer dan Wina sama terkejutnya. Asyer langsung menarik wajahnya.

"Maaf Wina, saya tidak bisa mencegahnya." Asyer benar-benar merasa bersalah. Namun itulah naluri yang sesungguhnya ia miliki jika berdekatan dengan Wina. Jika selama ini ia mampu mengatasinya, entah mengapa hari ini ia tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Rasa mencintai itu begitu kuat menyelubunginya.

Menyambung Tali Kasih (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang