40. The Song of the Sirens

893 163 225
                                    

Happy reading! 🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!
🤗

____

Raka memandang hampa kotak beludru yang ia biarkan terbuka, dengan suara rintik hujan yang mengguyur bumi Jakarta sebagai musik pengiringnya. Kopi hitamnya telah kehilangan kepulan asapnya karena saking lamanya laki-laki itu membiarkannya mendingin di atas meja. Entah sudah berapa lama ia menghabiskan waktunya di sana. Di salah satu sudut cafe tak jauh dari pusat kota.

Cincin itu masih tampak cantik dengan kali pertama Raka membawanya pergi dari Tiffany & Co. store dua bulan lalu setelah harus menunggu lama untuk membuat janji dengan designernya.

Itu adalah cincin sederhana bertahtahkan zamrud hijau sebagai permatanya, serta ukiran ranting yang membentuk tubuhnya. Raka tidak begitu yakin apa Searsa akan menyukainya. Gadis itu tidak tampak seperti kebanyakan gadis lainnya yang gemar mengenakan pernak-pernik mencolok di tubuhnya. Konsep hidupnya terlalu sederhana, selama ia tidak sampai kelaparan, maka ia akan bahagia. Pun dengan konsep pernikahan yang pernah Raka tanyakan sebelumnya.

"Actually I want to move abroad and adopt a baby kalo saumpama sampe umur 35 gue masih gak pengen nikah." Jawab Searsa kala itu saat memperhatikan upacara pemberkataan salah satu karyawan Explora yang menyelenggarakan pernikahan mereka.

"But since Yang Mulia Bapak Rakatama yang tanya, gue jadi kepikiran. If it was me, i just want a simple wedding."

Raka kira maksud Sera adalah upacara pernikahan sederhana yang cukup dihadiri oleh orang-orang terdekatnya, seperti garden party yang dihadiri sahabat-sahabat gadis ini. Sayangnya makna sederhana Searsa dan Raka sedikit berbeda. Yang diharapkan gadis itu bukan berdiri dengan gaun cantik yang membungkusnya, pun perayaan dengan orang-orang terdekatnya. Sera tak menginginkan apa-apa selain mendengar laki-laki siapapun itu dengan teduh menatapnya, melantunkan sumpah di hadapan Tuhan dan pendeta, bersedia bertanggungjawab atas nama dirinya-meskipun pada akhirnya ia tidak ingin ambil pusing juga.

"Marriage is a vow that we should spell and a signature that we should give. Jadi kenapa kita harus merepotkan diri buat hal yang gak perlu kayak holding a reception? Yang penting kan sumpah sama tanda tangannya. Padahal ngurus dua itu gak mahal sama sekali. Buat apa ngerepotin diri sendiri bikin acara mewah-mewah yang ngabisin terlalu banyak dana? Mending-mending uangnya buat wisata kuliner sampe mampus?" Jelas gadis itu sambil tertawa.

Jika hari ini yang duduk di tempatnya, adalah Rakatama yang sama dengan Rakatama yang pernah menanyakan konsep pernikahan impian Searsa, maka Raka tak akan perlu berusah payah merenung seorang diri dengan kotak beludru yang selama ini disimpannya. Sayangnya Rakatama hari ini bukanlah Rakatama kemarin yang penuh dengan keyakinan ingin meminang gadis kesukaannya tak peduli dengan cara apapun untuk menjaga Searsa tetap di sekitarnya. Sayangnya Rakatama hari ini adalah Rakatama yang telah menjadi pecundang yang terus-terusan menghindari gadisnya.

Little Monster [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang