Bismillah,
Update kembali nih!
Baca sampai akhir yaaa dan berikan masukan, saran, atau apapun yang kalian pikirkan tentang cerita ini
"Akhirnya..." Aiden menyambut kemunculan Kinar dengan senyum lebar. Kinar baru turun ke lobi gedung itu pukul sembilan, mengharuskan Aiden menunggu dengan sabar. "Aku tadi di kantor bosen banget, nyaris turun lantai ke tempatmu lho!" ucap Aiden, kemudian nyengir.
Kinar geleng-geleng kepala. "Mau ngapain? Ketemu Pak Damar?" ledeknya.
"Ngapain? Ketemu kamu lah, kangen banget tahu!" Aiden menggandeng lengan Kinar, mereka menuju parkir kantor. Aiden membawa Avanzanya di sana. "Duh, jangan ngomongin Pak Damar deh, Yang. Nggak selera nih, bikin mules!"
Kinar tertawa lepas. Di kantornya tidak ada yang berani membicarakan Pak Damar yang menjadi partner KJPP tempatnya bekerja. Beliau punya pengaruh besar di sana, disegani semua orang. Bapak-bapak tua itu usianya lewat lima puluhan akhir, tapi masih semangat bekerja, bahkan mendidik. Beliau kabarnya mengajar di universitas swasta di Jakarta dan Bandung. Sayangnya kalau Pak Damar tidak ada di ruangan atau batang hidungnya tak muncul dikantor, semua karyawan tetap harus "on" kerja dan minim rumpi. Itulah yang membuat Kinar tak banyak menggosip di kantor, ia jadi bagian pentingnya Pak Damar alias seksi sibuk.
"Jangan salah lho... tadi si Bapak nyuruh aku balik duluan, harusnya aku turun jam 10-an lagi." Bela Kinar sambil tersenyum, ia mengerjapkan mata sedikit jail. Hanya Kinar yang terlihat bahagia punya atasan seperti Pak Damar.
"Ya Tuhan... jangan bilang kamu naksir bosmu deh!" Aiden menekan kunci mobilnya, membuka pintu penumpang untuk Kinar. Tertawa. "Nyari selingan jangan yang om-om dong, Yang..." ledeknya.
Gantian Kinar yang tertawa. Perutnya sampai mulas. Mereka bisa membahas apa saja, banyak hal, tanpa risih membahas kasus kawin cerai para selebriti dan kasus perselingkuhannya seorang kawan di kantor Aiden. Namun jika sudah membahas topik tersensitif—keyakinan—mereka sama-sama undur diri. Entah kapan mereka akan blak-blakan menyinggung topik yang mau tidak mau harus mereka bahas dengan bijak.
Aiden sudah duduk di kursi kemudi, memasang seatbelt.
Kinar menoleh, masih ingin membahas soal tadi. "Mending, jadi kamu tetap menang dong, Daripada aku naksir , teman kantormu yang setengah bule itu?"
"Hah? Hahaha... dia? Oh my God." Aiden mengacak rambut Kinar, membuat gadis itu cemberut.
"Rusuh!" Kinar tak terima. "Si Jimmy kan tampangnya lebih lumayan dari kamu, hidungnya apalagi, mancung banget! lumayan bisa memperbaiki keturunan kan? nanti rambut anakku bisa pirang kayak punyanya lho!" sengaja, Kinar memanas-manasi sekalian.
"Ya Tuhan, aku nggak nyangka yah kamu nyebut nama Jimmy. Player sejati sampai mati, Yang!" Aiden terbahak lagi.
"Oh?" Kinar baru tahu fakta itu. Pantas saja banyak yang naksir, daya pikat Jimmy memang patut dapat dua jempol. "Nggak deh! Nggak banget!" ucap Kinar akhirnya. Laki-laki pemain bukan tipenya, sebaik dan setampan apapun parasnya. Tetap, bagi Kinar "pemain" tidak akan masuk teritorinya sampai kiamat tiba. Lalu apa artinya Aiden bagi Kinar? Itu... pengecualian. Cinta di atas logika berjalan. Hukum hubungan laki-laki dan perempuan yang sejak awal sudah ada tanda-tanda naksir.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA & JAKARTA
ChickLitEND Mendapat masalah saat kita menyukai seseorang adalah jalan buntu. Sampai detik ini aku pun tak tahu apakah semua akan berjalan baik-baik saja--seperti yang ia harapkan? Kinar. Romance, Chicklit "Menjadi jomblo di belantara kota Jakarta rasanya h...