Seperti Barat dan Timur : Kita Beda

1K 174 10
                                    



Kali ini aku muncul dengan "Kita dan Jakarta"

Alhamdulillah, cerita ini adalah salah satu cerita yang menurut saya paling berkesan sekali

Untuk itu aku sangat berterimakasih bagi yang sudah menyempatkan diri untuk membaca, apalagi memberi masukan

:))


Seperti Barat dan Timur : Kita Beda


"Jangan biarkan masalah yang datang jadi berlarut-larut, cepat selesaikan dengan kepala dingin."

Kinar terngiang kata-kata sahabatnya, ia harus segera mengambil keputusan. Malam ini ia ingin bicara empat mata dengan Aiden, lebih cepat jauh lebih baik. Agar hatinya juga tak merasa banyak bersalah kepada Tuhannya. Tak melulu menambah beban dosa.

Baru pukul 07.40 malam. Menunggu hujan, Kinar dan Aiden mampir ke sebuah masjid di tengah-tengah kota. Aiden dengan sabar menunggu di serambi masjid, duduk seorang diri sambil menekuri handphone di tangannya. Kinar berlama-lama di dalam masjid, hatinya gelisah, ia meminta petunjuk terbaik dari Sang Maha Agung.

Pisahkan kami dengan caraMu, cara terbaik. Kalau bukan jodoh... tolong segerakan aku mengakhiri hubungan ini...

Kinar sudah ingin menangis kalau saja ini sedang dalam kamarnya sendiri. Sayang, ia sedang berada di luar, rasanya tak enak kalau banyak orang melihat bahwa dia sedang gelisah, galau dan tersiksa perasaannya. Ah, dadanya berkecamuk. Perang batin sedang dimulai.

Kinar menarik napas, pelan sekali, seperti sedang mengendarai kendaraan yang melintasi tepian jurang. Penuh kehati-hatian.

"Kamu ada masalah, Yang?" Aiden meletakan gelasnya di samping kanan. Makan malam mereka sudah selesai.

"Lumayan," jawaban Kinar agak melenceng. Ia kehilangan fokus karena sibuk berpikir.

Aiden baru saja menangkap kegelisahan dalam diri Kinar. "Ada apa, Yang?"

Satu, dua, baru sampai detik ketiga Kinar angkat suara.

"Ehm, itu... ini soal hubungan kita." Kinar menyembunyikan ketakutannya. Takut Aiden akan marah besar. Takut kehilangan Aiden dan takut akan hatinya yang harus terluka. Persoalan ini tidak semudah yang dia bayangkan.

Aiden menatap kekasihnya, tidak mengerti dengan jelas. "Apa, ada masalah?" ia menatap wajah sang kekasih di depannya. Aiden memilih spot romantis, di bawah terang cahaya lampu-lampu putih yang menggantung dari tiang satu ke tiang yang lain. Nuansa resto ini seperti outdoor tetapi ada atapnya, bukan langit langsung.

"Aku dan kamu—." Ucapan Kinar terhenti. Rasanya tak sanggup harus mengatakan ganjalan besar ini. Sulit sekali. "Aku mau ngomong serius, Den."

"Kinar... ada apa?" Aiden nampak khawatir.

Kinar menarik napas patah-patah. "Kita selesaikan semuanya saja."

"Maksud kamu?" Aiden masih tidak mengerti. Makan malam romantis seperti ini dengan topik obrolan yang aneh, tidak nyambung sama sekali. Ucapan Kinar belum bisa diserap logikanya dengan baik.

"Aku dan kamu beda. Kita ibarat bulan dan matahari, dalam satu dimensi tapi tak pernah bertemu. Siang dan malam, tidak pernah datang bersamaan. Beda..." Jelas Kinar, sedikit lebih lancar.

"Kinar, kita baik-baik saja selama ini. Kenapa kamu harus ngomong ini sih?" Aiden tidak suka Kinar mengungkit perihal sensitif ini. Sejak awal mereka bersama, masalah ini memang sengaja disembunyikan dari permukaan. Tak pernah disinggung meski harus dibahas.

KITA & JAKARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang