Si Pengganggu

1.3K 181 12
                                    



Hello!!!



Zara tidak pernah betah berlama-lama di kantor yang menggajinya ini—apalagi semenjak ia memiliki bos baru, tiga bulan lalu. Namanya Bapak Aldi Rein Husodo, hampir memasuki kepala tiga. Seseorang yang tergolong tampan, kulitnya putih bersih, tinggi 179 senti meter, hidung mancung dan bergaya seperti para bangsawan Eropa. Maklum saja, Aldi pernah mengenyam bangku S2 sembari bekerja di luar selama empat tahun. Bagi Zara, kantor ini terlalu receh bila ditempati orang sekelas bos barunya. Ini semua karena permintaan Pak Arsyad, yang menadi Om-nya Aldi, beliau menarik Aldi ke perusahaan ini demi mengelola proyek perumahan yang akan di bangun tahun depan.

Sebelum Aldi masuk, Zara adalah bawahan langsung Pak Arsyad. Direktur utama perusahaan ini. Ia staf akunting senior, punya satu anak buah yang fresh graduate. Sejak tiga bulan lalu posisi duduknya berubah, berada di dekat ruangan bos junior. Zara harus rela bila kini ia pun bekerja untuk bujang tampan itu. Tertampan di kantor ini, mungkin. Survey di kantin membuktikan, bahwa para pekerja kantoran yang berjenis kelamin perempuan telah menyepakati bahwa Aldi lah yang menduduki peringkat nomor satu dari jajaran bujang tampan gedung ini. The most eligible bachelor.

"Uwek!!" Zara rasanya mau muntah. Tentu saja dia tidak setuju, ia telah mempertimbangkan attitute bos juniornya sejak awal. Berkat hidup di luar selama empat tahun, meski bukan budaya Barat, tetapi Aldi suka seenaknya sendiri saat memberikan perintah. Zara tidak pernah merasa semenderita ini bekerja di Mandala Group, kecuali sejak Aldi datang dan merusak segalanya.

Pernah suatu hari, saat Aldi baru masuk sekitar semingguan, Zara tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya sama sekali. Hidupnya di-terror bos barunya. Keluar masuk ruangan pak bos dengan banyak masalah. Aldi yang baru belajar bisnis property banyak bertanya padanya, mengenai hal-hal yang dia tahu maupun tidak tahu. Kalau Zara tidak tahu, Aldi menyuruhnya untuk mencari tahu. Barhari-hari Zara tidak bisa menyentuh pekerjaannya, ia disibukan oleh bos junior yang sedang giat belajar.

Zara menggigit bibir ketika melihat bos juniornya berjalan ke arah meja makannya. Kantin ini sudah penuh, tidak ada satu pun meja yang tersisa.

"Saya di sini ya?" tanya Aldi, sambil menarik kursi di depan Zara.

"Silakan." Zara mengangguk patah-patah.

Tahu begini, aku makan di luar saja!

Aldi duduk dengan santai, ia meletakan handphone-nya di atas meja, menunggu makanannya datang. Ia melirik makanan di depan Zara, hanya nasi merah, sayur dan talur dadar sebagai sumber protein hewani. Entah diet atau berhemat, maklum saja bonus tahun ini belum keluar.

Aldi tersenyum, bukan bermaksud mengejek. "Kamu jaga makan?" tanyanya tanpa sungkan.

"Hemat, Pak!" jawab Zara sekenanya. Dia sedang diet! Makan malamnya hanya sereal dan susu almond yang selalu tersedia di kulkas rumahnya.

Aldi tidak mengajak ngobrol lebih lanjut, makanannya datang. Seporsi soto kudus dengan nasi penuh dan segelas es teh. Menggoda selera.

Zara merapatkan hidung. Ia mengunyah dengan cepat supaya bisa segera pergi dari kantin ini. Sayang, nasi merah yang ia makan rasanya kasar dan membuat kerongkongannya seret. Ia makan pelan-pelan, sehingga ia baru selesai makan bersamaan dengan Aldi. Mereka sama-sama berdiri, pergi ke kasir untuk membayar.

Zara sudah berdiri di depan Aldi, berniat mendahului. Tapi tangan Aldi menyerobot meja kasir dan membayar makanan milik Zara tanpa bicara apa-apa. Zara kesal, ia menunggu sampai bos juniornya selesai melakukan transaksi.

KITA & JAKARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang