❞ terbangkan aksara terisi buntara karena aku merindukannya ❝
pada nabastala ada sepasang netra menuang atensi. penuh tanya setiap senandika. kalau nabastala bisa bicara mungkin aku tak kenal siapa sunyi. tapi sudahlah, percuma menyesali jika batin terus menyiksa hati.
setelah pelukis pukah pamit meninggalkan aku yang berduka dan semakin merasa hampa.
"boleh rindu baskara tidak?"
siapapun manusia akan mengerti kalau aku sedang bermain dengan pilu.
ku ambil buku awyati serta pena yang manis tergenggam.
hari ini tidak terlalu buruk, bund. setidaknya aku masih bersua dengan nabastala. suaraku masih bersorak memaksa pencipta.
suasana pun tetap sama tak berubah. hanya saja nestapa semakin bertambah dan luka terus meminta rudita.
"bunda, Anin mau ikut boleh tidak?"
"disini terlalu gelap. sampai aku tak bisa melangkah."
mungkin bumi terlalu senang bermain denganku. padahal tak ada nafsu main roda berputar.
sekali lagi aku hanya mahir bada seakan begawan. tentu dia akan menitip luka karena sejatinya aku terus melahirkan dosa.
sekarang kelabu mewarnai langit. seakan dia juga ikut menangis. rintik hujan mulai jatuh mencium tanah. petrikor itu sungguh menenangkan jiwa dan kembali mengingatkanku pada seutas memori di masa lampau.
"payung itu sudah terkubur bersama bunda."
hai
bagaimana
bagian pertama?lanjut?