"maaf chel, aku gak bisa." Una menoleh sebentar pada Michael lalu kembali meluruskan pandangannya.
Terdengar Michael menghela nafas, kepalanya mengangguk dan bibirnya mencoba tersenyum. "Oke, gue mundur. Orang itu udah kembali ya?"
Una tersenyum dan mengangguk. "Udah, aku seneng dia udah kembali. Walaupun kami gak punya hubungan apa-apa sih."
"Orang itu special banget ya di hati lo, sampai lo rela nungguin dia pulang?"
"Banget, karena aku setiap hari selalu sama dia. Dan semenjak dia pergi aku kayak gak punya pandangan hidup, terdengar berlebihan emang. Tapi nyatanya emang kayak gitu." Michael mengangguk mengerti.
"Last hug? Kalo lo gak mau gue gak maksa." Una berjalan maju tanpa banyak kata dan langsung memeluk Michael. Michael tersenyum lalu membalas pelukan Una.
Una semakin kecil di pelukan Michael yang lebih tinggi. "Terimakasih udah jadi sahabat yang terbaik buat aku, nemenin aku sampai kelulusan."
Una melepaskan pelukannya dan ia tidak salah melihat jauh dibelakang Michael terlihat Juna tersenyum kecewa. Saat Una menyadari kehadirannya, Juna buru-buru berbalik. "Juna!"
Michael ikut menoleh dan melihat Juna sudah keluar pagar rumah. "Michael, kamu tunggu sini ya. Aku mau kejar Juna dulu." Michael hanya mengangguk karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Juna!" Una berlari pelan keluar pagar rumah, menatap sekeliling yang sepi.
"langgeng ya." Una menoleh ke sumber suara, terlihat Juna menyender pada sebuah pohon sambil melipat kedua tangannya.
Una berjalan mendekat, dahinya mengernyit dalam. "Maksud kamu?"
Juna terkekeh. "Gak usah sok gak tau, lo jadian' kan sama Michael?"
Una tersenyum lalu terkekeh, membuat Juna menatapnya bertanya. "Aku sama Michael cuma sahabatan, gak lebih."
"Sahabatan? Tapi kok pelukan gitu." Una menatap memincing Juna. Jari telunjuknya menunjuk Juna.
"Kamu cemburu ya?" Juna membalikkan tubuh Una pada posisinya, sekarang posisi Una menyandar pada pohon dengan kedua tangan Juna yang mengukung pergerakannya.
"Kalau iya kenapa?" Juna tersenyum miring, jujur posisi seperti ini sangat tidak nyaman bagi Una terlebih tatapan intens Juna.
"Aku gak bisa larang, itu hak kamu." Jawaban Una membuat Juna kecewa.
"Ck, serah lo." Juna berdecak namun tidak mengubah posisi.
"Kita udah gak sedarah, emm maksudnya haduh gimana ya jelasinnya." Juna sedikit menjauh lalu menggaruk kepalanya.
Una tertawa kecil. "Terus kenapa? Gak ada apa-apa' kan?"
"Lo gak mau ubah status kita?"
"Status apa? Kamu ngomong yang jelas." Melihat wajah bingung Una, Juna mengusap wajahnya frustasi. Ia tidak pernah mengalami hal segugup ini, bahkan saat menjalani ujian kelulusan Juna biasa-biasa saja. Tapi kenapa sekarang berbeda?
"Dari dulu lo gak pernah berubah ya, masih tetep polos. Tapi gue suka." Juna mengacak rambut Una gemas.
"Dan juga...lo tambah cantik." Una mengalihkan pandangan saat dipuji seperti itu, pipinya jelas sudah memerah. Juna gemas, ia mencubit pipi Una pelan.
"Gue mau tanya, tapi lo jawab jujur ya."
"Jangan susah-susah, aku udah cukup pusing di ujian kelulusan kemarin." Juna terkekeh.
"Sumpah ya lo lucu banget, gue kangen banget sama lo sampai rasanya kayak mau mati." Una mencubit perut Juna kuat, membuat Juna meringis sambil mengusap bekas cubitan Una.
![](https://img.wattpad.com/cover/242059077-288-k999847.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunny Twins
FanfictionApakah salah memiliki perasaan lebih kepada seseorang yang selalu memberi perhatian, merasa terlindungi apabila berada disampingnya, yang selalu membuat tertawa, kemana-mana selalu bersama, dan menjadi prioritasnya? Apakah salah? Yang salah adalah o...