l i m a

648 95 4
                                    

Juna dan Una pagi ini sudah tiba di sekolah, mereka tidak lagi terlambat datang karena sudah diwanti-wanti oleh mama Indah. Juna sudah membuka buku pelajaran sambil duduk di depan ruang guru bersama Una, sedangkan pak Juned dan Ayu belum juga datang padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi

Poster yang telah mereka kerjakan kemarin di bawa oleh Bobby agar bisa langsung dikumpulkan tanpa menunggu Juna. Sementara Una mengerucutkan bibirnya karena terus di cueki Juna sama buku-buku pelajaran itu, ia merasa bosan dan hanya bisa menatap murid-murid yang berlalu-lalang keluar masuk dari gerbang sekolah

Saat melihat seseorang yang di kenalnya cepat-cepat Una menyapanya "Widan!"

Kaki itu reflek berdiri dan berlari menuju lelaki yang terdiam kaku di tengah lapangan membuat Juna mengalihkan pandangannya dari buku pada Una yang sudah berlari ke tengah lapangan "hai!"

"Iya, h-hai juga" balas Widan kikuk, baru kali ini ia memiliki teman perempuan seperti Una yang menyapanya saat tengah banyak orang

"Una! Lo apa-apaan sih pake nyamperin dia segala, ayo kita udah di tunggu sama pak Juned" ucap Juna datang-datang menghancurkan suasana, Una tetap tersenyum lagi-lagi melambaikan tangan mungilnya pada Widan

"Nanti kita ngobrol lagi ya? Aku mau ikut ke tempat cerdas cermat dulu, bye!" Suara Una semakin mengecil seiring perempuan itu menjauh karena ditarik dengan Juna

Ooh, dia anak pinter ya sampai-sampai ikut cerdas cermat batin Widan, ia tersenyum lalu melanjutkan langkahnya berjalan menuju kelasnya

Sementara Juna sudah mendumel di pada Una, ia tidak suka Una mengobrol dengan orang lain bahkan dekat dengan laki-laki lain. Walaupun itu orang baik sekalipun seperti Widan, ia pastikan itu tidak akan pernah terjadi. Una sudah duduk di sebelah kanannya sementara Ayu duduk di samping kirinya, Juna sengaja duduk diantara kedua perempuan itu karena tidak mau sampai Ayu berbuat macam-macam pada Una, sekarang mereka sedang berada di mobil

"Juna, liat deh banyak banget burungnya di pohon" celetuk Una sambil menatap luar mobil

"Hmm"

"Wah, ada kereta cepet banget jalannya. Juna kapan-kapan kita naik itu ya?!"

"Hmm"

"Juna! Disini ada tempat Boba juga, kita beli ya nanti"

"Lo bisa diem gak sih?! Udah tau orang lagi belajar?! Lo malah ajak ngomong dia, gue juga ke ganggu kali!" Bentak Ayu karena sudah geram dengan ocehan Una yang menurutnya sangat tidak penting

"Lo yang diem! Dia ngajak ngobrol gue bukan lo! Ngapain lo bentak-bentak dia?!" Balas Juna, ia tidak mau melihat Una sedih hanya karena di bentak

"Terserah!" Ayu memakai headset untuk menutupi telinganya dari kebisingan tangisan Una yang seperti anak kecil

Pak Juned yang duduk di depan tertidur sehingga tidak mengetahui pertengkaran mereka, supir sekolah hanya bisa lirik-lirik mata dari kaca tengah mobil karena ia tidak bisa asal ikut campur urusan mereka

"Gapapa?" Una tersenyum, kepalanya menggeleng lucu diikuti rambut sebahunya yang kesana-kemari

"Gapapa, aku gak nangis kok" tapi nyatanya air mata itu tetap turun dari pelupuk matanya, Una itu orang yang sangat perasa. Apabila ada yang mengganggu hatinya ia akan menangis

"Udah-udah, jangan nangis. Udah gue omelin balik kok" Juna mengusap air mata Una dengan lembut yang berada di pipinya, tatapan Una nanar dan perasaan berdebar kembali muncul saat Juna memberikan perhatian lebih padanya

Perasaan aneh ini muncul pertama kalinya saat Juna memberikan jaketnya pada Una pada malam itu diparkiran, sebelumnya Una tidak pernah merasa seperti ini. Ia menganggap semua perhatian Juna padanya hanya sebagai rasa sayang pada saudaranya tapi perhatian Juna padanya bukan seperti pada seorang saudara

Bunny TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang