Argara bergerak menuruni motornya dengan rambut setengah basah dan ujung rambut yang meneteskan air yang membasahi wajahnya.
Arga mengutuk cuaca pagi ini yang begitu tidak bersahabat yang menyambut hari pertamanya kembali ke sekolah. Mendung dengan hujan gerimis di pagi hari adalah hal yang paling terkutuk bagi Arga, ia membenci angin dan tetesan air dingin yang menyentuh wajahnya saat ini.
Dengan rambut yang setengah basah akibat menempuh jarak yang lumayan panjang dari rumahnya menuju sekolah, Arga kemudian berjalan meninggalkan parkiran dengan sorot mata tajam dan raut dingin yang menghiasi wajahnya seperti biasanya.
***
"Eh tau gak sih? Arga udah mulai masuk sekolah lagi hari ini!"
"Oh ya?! Kok lo tau?"
"Soalnya tadi gue liat dia di parkiran."
"Eh?! Serius?!"
"Iya!"
"Ya ampun gue kangen banget sama Arga! udah lama banget gak ngeliat dia."
"Ih gimana keadaan dia sekarang? Dia baik-baik aja kan?"
Aira berjalan cepat menyusuri koridor sekolah, tidak ingin mencuri dengar lebih lanjut percakapan dari tiga orang gadis yang sedang berbincang begitu antusias mengenai seorang pemuda yang cukup dikagumi di sekolah mereka.
Argara Graveno, begitu namanya. Hampir seantero sekolah mengenalnya. Pemuda bertubuh tinggi tegap dengan wajah yang terpahat sempurna itu telah mencuri hati banyak orang. Arga memiliki sorot mata yang tajam dan dingin, rahang tegas dan kokoh yang membuat sorot mata tajam dan dinginnya menjadi perpaduan yang begitu sempurna. Arga benar-benar memiliki pahatan wajah yang cukup tegas dan sempurna untuk ukuran seorang anak remaja yang masih mengenyam pendidikan di bangku SMA.
Meski sikapnya dingin dan datar, banyak gadis justru semakin mengaguminya dan penasaran terhadap sosoknya yang penuh misteri itu.
"Ya ampun gue udah kangen banget buat ngeliat Arga lagi."
Aira menghela napasnya resah, sepanjang koridor yang ia lalui tidak henti-hentinya ia mendengarkan percakapan dari orang-orang yang berbincang mengenai keberadaan sang most wanted sekolah yang kini telah kembali masuk ke sekolah setelah beberapa waktu yang lalu mereka kehilangan keberadaannya.
Entahlah, Aira mencoba untuk tidak mempedulikan percakapan akan topik hangat yang kini terdengar dimana-mana itu. Ia memeluk sebuah novel bersampul hitam yang berada di kedua tangannya dengan lebih erat dan mencoba untuk berjalan secepat mungkin agar dapat segera tiba di kelasnya.
"Eh mukanya gimana? Mukanya masih seganteng biasanya kan?! Pliss jangan bilang sama gue kalo-"
Aira memejamkan matanya jenuh, jika saja ia memiliki kemampuan untuk menghentikan pendengarannya pada waktu-waktu tertentu, ia rasa kemampuan itu pasti akan sangat berguna di saat-saat seperti ini.
Lagipula, mau sampai kapan orang-orang yang hanya memuja wajah tampan Arga itu terus-terusan membicarakan pemuda itu seakan mereka benar-benar peduli, di saat yang sebenarnya benar-benar mereka pedulikan hanyalah wajah menawannya semata. Bagaimana bila wajah menawan yang dimiliki Arga benar-benar telah hilang? Apakah mereka akan berpaling begitu saja? Well, Aira rasa jawabannya adalah iya. Jika sejak awal yang membuat mereka memuja Arga hanyalah karena rupanya semata, kemungkinan mereka juga tidak akan menyukainya lagi hanya karena rupanya yang sudah tidak lagi sesuai dengan keinginan mereka.
'Bruk'
Sial. Aira mengumpat dalam hatinya ketika tubuhnya menabrak tubuh tinggi dan tegap seseorang ketika hendak berbelok di persimpangan koridor, novel bersampul hitam dalam pelukan tangannya ikut terjatuh ke atas lantai koridor yang sedikit basah karena terkena percikan hujan gerimis.
Aira mendongak untuk menatap wajah dari seseorang yang baru saja ditabaraknya -dan juga menabraknya- tersebut, lalu terkesiap ketika mendapati wajah dingin dengan beberapa luka dan bekas jahitan yang membuat Aira semakin terkesiap ketika menyusuri wajah dengan pahatan sempurna yang selama ini begitu dipuja oleh banyak gadis itu kini telah dipenuhi beberapa luka yang membuat Aira merasa begitu ngilu membayangkan rasa perihnya, belum lagi ujung rambut Arga yang basah kini meneteskan air di atas luka di wajah Arga.
Aira mengalihkan tatapannya ke arah kedua mata Arga yang memiliki sorot tajam dan dingin yang saat ini ternyata juga tengah menatapnya dengan sorot dingin dan tajam yang begitu khas miliknya.
Aira segera mengambil satu langkah mundur ketika menyadari jarak mereka yang begitu dekat, ia segera mengalihkan tatapannya ke sekitarnya lalu merasa menghela napasnya lega ketika mengetahui bila di persimpangan koridor yang sedang dilaluinya saat ini tidak ada orang lain selain dirinya dan Arga saja.
Aira kemudian mengalihkan tatapannya untuk menatap Arga sekali lagi sebelum akhirnya menunduk untuk meraih novelnya yang tergeletak di atas lantai koridor dengan sampul yang sudah sedikit basah.
"Permisi." Ucap Aira pelan sebelum kemudian gadis itu segera berlalu meninggalkan Arga sembari mengusap sampul novelnya yang basah.
Sementara Arga masih terpaku diam di tempatnya dan membiarkan Aira semakin berjalan menjauh meninggalkannya di belakang.
***
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Teen FictionArgara, si pemilik mata setajam elang yang menyimpan begitu banyak misteri. Namun di balik sikap dinginnya, satu hal yang tidak akan pernah orang lain ketahui, bahwa, Arga tidak pernah egois ketika ia telah benar-benar mencintai satu orang, ia akan...