8.

92 45 2
                                    

Indra meraih tangan Ananta Dan dikecupnya lama,  "nggk perlu pakai Surat perjanjian. Aku percaya, sayang!"
Sebagai Ucapan terima kasih, Ananta langsung meluk erat indra.

"Heran. Kalau memang kalian sudah dijodohkan sejak kecil, kenapa mama tidak mengusirku selama hampir dua tahun ini kalau aku apel kerumahmu. Mama, kan, tahu hubungan kita sudah sangat serius, aku bahkan sudah bilang kalau paling lambat akhir tahun ini aku akan melamarmu. Dan, mama sepertinya tidak keberatan waktu itu." Indra bergumam seolah berbicara pada dirinya sendiri sambil mengelus lembut rambut ananta yg masih dalam pelukanya.

Ananta melepas diri dari pelukan Indra.

"Sori, ndra. Aku sendiri bingung, nggk ngerti sama maunya mama." Suasana kembali hening.

"Kita pulang sekarang.sepertinya, kita sudah cukup membicarakan masalah ini, yang paling penting kita saling mengerti Dan percaya. Selanjutnya, kita cari jalan terbaik untuk semua." Untuk pertama kalinya, Angga membuka mulutnya.

  Walaupun pengen marah sama angga karena sikapnya, Ananta akhirnya menganggukan kepala. Mereka beranjak setelah sebelumnya Indra Dan Angga bersitegang untuk membayar minuman.
Ah, dasar lelaki! Suka terlalu gengsi hanya untuk sekedar dibayarin.

Sampai di tempat parkir, Angga membuka kan pintu Mobil indra, untuk syifa. Mulai saat itu, hanya Angga yg boleh mengantar pulang. Itu peraturan mama yg baru. Jadi, terpaksa Indra yg nganterin syifa pulang. Namun, Indra bersikeras mengantar Ananta sampai ke Mobil Angga Dan meninggalkan syifa sendirian di mobilnya. Saat Angga sudah memegang handle pintu untuk Ananta, dengan cepat tangan Indra menahanya.
"Sori, ga. Ini bagianku!" Kata Indra membuka pintu Mobil Angga. Begitu pintu terbuka, Ananta tidak segera masuk, tetapi justru sekali memeluk Indra, yg dengan penuh kasih mendekapnya dengan erat.  Lama, sampai Angga yg berdiri Persis disebelah Ananta berdehem untuk memperingatkan mereka.

Setelah sama-sama terdiam dalam perjalanan pulang, saat berhenti di lampu merah, Angga menoleh ke arah Ananta yg duduk disampingnya. Ananta terus-terusan
Memandang ke luar jendela. "Heh...kenapa, sakit Gigi, ya? Kok,dari tadi bungkam."

Ananta menoleh dengan malas Dan memandang Angga dengan sebal.
"Bukanya kamu yg sakit Gigi! Dari tadi nggk mau ngomong sama sekali. Bahkan, aku juga yang harus meyakinkan pacarmu. Apsih, maumu?" Semprot Ananta yg menumpahkan kejengkelanya.

Angga kembali memandang ke depan saat lampu hijau sudah menyala. "Aku males ngomong. Risih, liat kamu bolak-balik pelukan sama Indra ditempat umum."

"Yee...jangan ngiri! Mau pelukan, kek, ciuman, kek, suka-suka dong, sama pacar sendiri ini! Nggk usah sok  alim!" Seru Ananta marah.

"Pakai nyalahin orang segala."

"Nggk ngiri. risih, aja," jawab Angga tenang.

" Kalau risih, ya....nggk usah ngeliat!" Tiba-tiba Ananta menggaruk-garuk kepalanya dengan marah Dan jengkel sampai rambut ikalnya berantakan.

"Aduh.... Sebel...sebel...sebel!" Omelnya sàmbil memukuli kepalanya.

" Kalau kamu ngerasa jadi siti nurbaya, lantas aku siapa dong?" Tanya Angga melirik Ananta dengan ekor matanya.

"Pake nanya segala, kamu jelas jadi datuk maringgihnya!"

"Enak aja. Datuk maringgih, kan, bandot tua yg suka ngawinin daun muda!" Protes Angga yg nggk terima.

"Eh, jangan lupa. Ya, Pak bos. Berapa umur situ? Sudah tiga puluh Lima tahun, bentar lagi mau kepala empat. Jangan sok pura-pura lupa umur! Malu, tuh, sama uban!"
Ananta menunjuk ke kepalanya Angga yg terlihàt beberapa uban mengintip diantara rambut hitamnya.

   Angga tertawa, menoleh dengan wajah putus asa, "bearti, aku datuk maringgih yg salah selera. Setàhuku, Siti nurbaya dulu pas dipaksa kawin, masih berumur belasan tahun Dan dia gadis yg cukup jelita. Sementara, Siti nurbaya yg akan kunikahi
Bukanya daun muda, yah..... Umurnya udah waktunya nikah. Boro-boro cantik jelita, penampilannya.... Walah.... Walah.....
Kayak mak lampir pakai sarang burung dikepalanya!"

"APA?!" Teriak Ananta melotot marah dikatain mirip mak lampir pakai sarang burung dikepala. "Kurang ajar!" Dengan gemas. Dipukulinya lengan Angga.
Angga tertawa keras Dan puas karena berhasil membuat Ananta KO dengan ejekanya.

Sebentar kemudian, Ananta sudah ikut-ikutan tertawa-tawa sambil menggelitik Pinggang Angga. "Syukurin! Kamu nanti harus  jadi suami mak lampir, hihiiii.....
Ngeri! Kuisap darahmu nanti!" Seru Ananta di sela-sela tawanya.

"Wah... Ini pasti sudah keluar dari pakem cerita. Bagaimana mungkin mak lampir bisa menikah dengan sembara yg gagah Dan tampan baik Pula budinya? Aku yg buntung, kamu yg untung!" Kata Angga sambil mendorong keras kepala ànanta dengan tangan kirinya.

Mereka berdua kembali tertawa ngakak berlama-lama. Angga hapal tabiat Ananta yg suka berteriak-teriak, mudah meledak marah, tetapi juga lupa kemarahanya sendiri. Seandainya saja hubungan tetap bisa seperti ini. Saling cela, tertawa bersama, tanpa harus terikat satu hubungan pernikahan.

Masa gamau kenal lebih deket nih sama aku. Ea
Kalau pengen lebih deket yah Follow akun akoh!

#gas pencet bintang

Mama ComblanG_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang