四十九

3.7K 603 56
                                    

Panas Dingin

Minggu, 10.22 am

Jihoon lagi di ruang tamu, hari ini dia ada janji jalan sama Soonyoung, dan sekarang lagi nunggu dijemput. Wonwoo lagi di kamarnya, ngegame bareng Seokmin, Seungcheol udah keluar dari pagi, pas Jihoon tanyain, katanya ada urusan. Hansol lagi memanfaatkan hari minggu buat tidur, sedangkan Chan tadi pamit buat ke rumah Mark. Jun? Pagi-pagi udah pergi ngapelin Myungho.

Gak lama kemudian, bel berbunyi, Jihoon berdiri terus jalan ke pintu. Benar aja, ada Soonyoung yang udah nyengir lebar, "Hai, Jilly."

"Hai, Ris. Bentar gue ambil helm─"

"Gak usah! Gue bawa dua helm kok, yuk?"

"Ohh, yaudah," Jihoon keluar dari rumah terus tutup pintu, sedangkan Soonyoung jalan ke motornya. Pas Jihoon udah di depan motor, Soonyoung ngasiin satu helm buat dia.

"Mau gue pakein ga?" Soonyoung iseng.

Jihoon ngegeleng, terus pake helmnya sendiri, "Gak usah lah, bisa pake sendiri ini."

Soonyoung naik ke motornya terus dinyalain, baru Jihoon naik ke jok belakang, "Udah?" tanya Soonyoung.

"Udah," sehabis Jihoon jawab begitu, Soonyoung akhirnya ngelajuin motornya keluar dari halaman rumah Widiantara.

Sepanjang perjalanan, mereka cuma diam. Jihoon bukan tipe yang memulai topik pembicaraan sedangkan Soonyoung bingung mau ngomong apa. Setelah dua puluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Soonyoung ngajakin Jihoon ke salah satu taman dekat kota.

Jihoon turun duluan, terus ngelepas helm-nya, Soonyoung masih duduk di jok motor, ngelepasin helm-nya, terus ngerapiin rambutnya sambil ngaca di spion. Sehabis itu Soonyoung ngambil helm Jihoon buat digantung, baru helm dia. Lalu mereka jalan bareng ke arah pintu masuk, terus lanjut masuk ke dalam.

Soonyoung sesekali ngelirik tangan dia sama tangan Jihoon, pengen genggam tapi gue siapa? Batinnya. Genggam aja udah, kalau gak dicoba mana tau. Batinnya sekali lagi. Baru aja Soonyoung mau ngelancarin aksinya, tangan Jihoon yang tadinya mau digenggam, diangkat sama pemiliknya, dia nunjuk ke satu arah, "Ke sana yuk, Ris," terus Jihoon noleh ke Soonyoung yang masih kaget aksinya gagal.

Jihoon ngelambaiin tangannya di depan muka Soonyoung, "Harris? Lo gapapa?"

Soonyoung akhirnya sadar, terus ngegeleng sambil nyengir, "E-eh gapapa, tadi lo bilang apa?"

"Itu, kita ke sana, yuk," Jihoon nunjuk sekali lagi.

"O-oh, yuk,"

Grep. Soonyoung genggam tangan Jihoon terus jalan ke tempat yang tadi ditunjuk. Jihoon kaget, terus ngeliat ke tangan mereka, sedangkan Soonyoung yang jalan agak di depan, dalam hatinya udah komat-kamit gak jelas, berharap dia ga digalakin karena udah lancang main genggam.

Tempat yang mereka tuju itu, sebuah jembatan penghubung yang di bawahnya ada sungai kecil. Di sepanjang pagar jembatan, banyak gembok yang udah ditulis berbagai harapan dari orang-orang yang pernah ke sini. Di dua ujung jembatan, ada beberapa orang yang ngejual gembok polos. Jadi, sebelum naik, Soonyoung sama Jihoon jalan ke stand lebih dulu.

Jihoon dan Soonyoung ngeliat-liat gemboknya, ada banyak variasi ukuran, bentuk, dan warna, "Satu berapa, Bang?" tanya Soonyoung.

"Tergantung ukuran, Dek. Paling kecil sepuluh ribu, paling besar tiga puluh lima ribu," jawab penjualnya.

"Yang ini aja kali, ya?" Jihoon nunjuk satu gembok ukuran sedang warna merah.

Soonyoung ngeliat ke arah Jihoon, "Mau beli satu apa dua?"

WIDIANTARA | SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang