38- Keputusan

6.8K 1.1K 303
                                    

"Aku hamil."

Kata keramat yang sepertinya mulai detik itu menjadi kata yang membuatnya trauma.

Regil hanya bisa tertegun, berdiri bagai patung menatap seisi ruangan yang berantakan dan menatap kosong perempuan dengan tampang acak-acakan di hadapannya.

Fina terduduk di lantai tepat di hadapan Regil dengan tampang kusut juga jejak air mata yang bahkan terus menerus membasah karena ia tak berhenti menangis.

"Regil, hiks."

Regil tak menjawab, tak memberikan reaksi apapun dan hanya berdiri di tempatnya.

"REGIL AKU HAMIL, HIKS. AKU HARUS APA?"

Ucapannya terdengar pilu dan emosi, tapi Regil juga bingung harus berbuat apa.

"Regil-" kali ini dengan suara lirih dan lesu, Fina dengan perlahan mengangkat pandangannya menatap telak di mana Regil berada.

Sorot matanya memancarkan kehancuran membuat Regil tak tega, tapi ini bukan salahnya. Lagi-lagi bahkan jika itu juga anaknya, Regil saja tak ingat cara membuatnya.

"Lo bilang bisa ngurus dia sendiri kan?"

Kata kejam yang bahkan Regil sendiri saja sampai tak sadar mengatakannya, hanya ucapan itu yang ia ingat saat hari di mana Fina menjelaskan ingatannya yang hilang tempo lalu.

"Regil!" Mata Fina membulat merah, kalau saja detik itu adalah detik normal. Mungkin Regil akan berlari dan berteriak jika ia bertemu setan, tapi sepertinya nyawa Regil saja sedang tak ada pada raganya.

"I-itu kan yang Lo bilang waktu itu?"

Fina terkekeh di sela tangisnya, menatap ke arah lain selain kearah Regil.

"Pulang, tanya sama istri kamu. Apa dia mampu besarin anaknya tanpa ayahnya!"

Regil diam.

"Oke, oke kalo kamu gak mau bertanggung jawab. Tapi jangan menyesal seumur hidup kamu nanti, Regil!"

Dan tanpa di sadari Regil, tangan kiri Fina menggapai pecahan gelas di lantai yang tak jauh darinya. Dan kemudian, Regil tersadar saat tangan Fina terayun dengan pecahan gelas itu di tangannya dan hendak di hunuskan kearah perutnya.

Refleksi, Regil berlari da menepis tangan itu membuat pecahan itu terlempar meski tangan itu harus rela tergores dan berdarah.

Tangis Fina pecah, menubruk tubuh Regil dan memeluknya. Regil hanya bersimpuh kaku di hadapan Fina, ragu membalas atau melepas.

"Regil, aku harus gimana? Hiks."

Jantungnya berdegup cepat, kepalanya serasa ingin pecah. Mungkin saat dulu sebelum kejadiannya dengan Aneska terjadi, Regil akan dengan senang hati berkata 'jangan nangis, besok nikah'. Tapi ini berbeda, ia sudah menikah. Lalu jika ia menikah lagi, ia akan beristri dua? Sungguh? Satu aja ia sudah pusing.

"Hiks, Regil."

Dan kemudian, tubuh Fina terkulai lemas di pelukannya. Mau tak mau Regil membalas pelukannya, dan memutuskan membawa Fina ke kamarnya. Mengingat ruangan itu terlihat sangat kacau dengan pecahan barang di mana-mana.

*****

Entah sudah berapa lama Regil terduduk di kursi tepat di samping tempat tidur Fina, di hadapannya Fina tertidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Luka di tangannya pun sudah Regil obati.

Menatap wajah kacau, Regil berulang kali meyakinkan jika Fina hanya pura-pura atau acting saja. Tapi, melihat air mata yang mengair deras sampai matanya membengkak. Regil jadi percaya jika Fina hamil, tapi tenang kali ini Regil tidak akan mempercayai begitu saja.

REGILa love [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang