Happy reading!
Votement Juseyoo
>>~~¤♡¤~~<<
Bagi Jaemin, hidup bersama Jeno itu seperti halnya dengan waktu yang berlalu. Tak terasa. Dan kini sudah berbulan-bulan terlewati semenjak peristiwa itu.
Kini sudah hampir waktunya tiba. Waktu untuk melahirkan si jabang bayi yang telah ditunggu selama sembilan bulan lamanya. Jaemin tak sabar. Sama halnya dengan kedua orang tuanya dan orang tua suaminya. Serta beberapa rekan keluarga yang senantiasa juga menunggunya.
Jaemin sangat menikmati moment dirinya saat mengandung. Bagaimana sulitnya tertidur karena keadaan perut yang semakin besar. Lalu bagaimana lelahnya membawa kesana-kemari beban perut yang tak bisa dibilang ringan.
Tapi Jaemin bahagia. Terutama saat sang suami menatap perutnya dengan kemilau bahagia yang terpancar dari netranya. Seakan Jaemin tidak butuh hal lainnya ketika sinar itu menghangatkan relung hatinya.
"Apa yang kamu pikirkan?"
Jaemin sedikit tersentak begitu suara lembut mengalun halus ke indra pendengarnya. Disusul pula lingkar lengan kekar yang memeluk tubuhnya dari belakang dan ikut mengusap lembut perut buncitnya dengan perlahan.
Tanpa menoleh Jaemin pun tau siapa gerangan seseorang dibelakang. Sang suami yang semakin hari semakin bersinar terang.
"Tidak ada. Hanya tidak sabar untuk bertemu anak kita."
Jeno melayangkan kecupan singkat di puncak kepala Jaemin sebelum ikut menjawab. "Kakak juga."
Jaemin terkekeh. Ia menikmati usapan Jeno di perutnya yang terasa nyaman.
"Maaf mengganggu, Tuan. Tapi ada tamu di bawah." suara Bi Tiwi menghentikan kegiatan mereka. Jaemin lantas menatap Jeno dan dibalas senyum simpul oleh suaminya itu.
"Ayo, turun." ajak Jeno seraya menuntun pelan istrinya yang nampak kesulitan berjalan.
"Hati-hati, sayang.." tutur Jeno saat Jaemin hendak menuruni tangga. Langkahnya ia perlambat sebab pandangannya terhadap undakan tangga tertutup oleh perut besarnya.
Sebenarnya Jeno sudah menyiapkan satu kamar di lantai bawah. Tetapi Jaemin menolak dan memaksa untuk tidur di kamar lantai dua. Jaemin suka dengan panorama yang disuguhkan dari balkon kamar yang ditempatinya.
Ngomong-ngomong, Jaemin belum mengatakan jika kini mereka telah pindah ke rumah mereka sendiri. Tepatnya di salah satu kompleks perumahan yang ada di Jakarta. Dan masih dalam satu kompleks yang sama dengan rumah mertuanya. Jaemin sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan dimana ia tinggal. Asalkan bersama dengan sang suami, Jaemin bersedia saja meski harus tinggal di rumah kecil sekalipun.
"NANA.." Teriakan heboh langsung menyambutnya ketika kakinya baru saja menapak di ruang tamu rumahnya. Kedua sahabatnya, Haechan dan Chenle langsung berlari memeluknya.
Jaemin terkejut tentu saja. Ia langsung menoleh, menatap Jeno yang hanya memberinya sebuah senyuman lembut di bibirnya.
Jaemin terharu. Ia mengucapkan terima kasih tanpa suara kepada Jeno. Sang suami mengangguk dan lantas pergi untuk memberikan waktu pada sekumpulan sahabat yang sudah lama tak bertemu itu.
"Astaga Nana.. Aku nggak nyangka kamu udah mau jadi Ibu aja.." Chenle berujar semangat sambil menatap perut buncit Jaemin yang sudah membesar.
Jaemin terkekeh. Tangannya refleks mengusap perutnya. Dan itu tidak luput dari pandangan kedua sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Marriage [NOMIN]
Fanfiction[Completed] Na Jaemin itu hanyalah seorang remaja laki-laki yang baru saja menginjak usia 16 tahun. Masih terlalu dini untuk melangkah ke jenjang sebuah pernikahan. Tapi, apalah daya jika sebuah situasi membuatnya harus datang ke sebuah gereja denga...