bergelut dengan pikiran

6 2 0
                                    

Hai guys. Aku up lagi.

Jangan baca doang dong. Vote and komen juga. Itu berharga banget buat author. Okaaay, di mohon pengertiannya yah gengs. Gue terima semua komentar kalian kok. Baik mendukung, memberi kritik, saran dan apapun itu. Author terbuka guys dengan kritikan. Biar bisa belajar dari kalian semua.

Happy reading.

***

"karena mengontrol keuangan itu penting. Setarakan pemasukan dengan pengeluaran"

***

Langkah zayan terhenti ketika ia melihat sebuah mobil terparkir di depan rumahnya. Raut wajahnya menunjukkan ketidak-nyamanan. Mentari yang saat itu berjalan menunduk hampir saja menabrak punggung kekarnya.

"etdah zay! " ucap mentari dengan raut wajah kesal.

Zayan tak menggubrisnya. Mentari pun mendongakkam kepalanya dan menoleh ke arah pandangan zayan. Mentari membulatkan kedua matanya.

"what? Jangan-jangan itu nyokap and bokapnya! " gumam mentari.

Entah mengapa, ia merasa khawatir melihat zayan. zwayan terlihat mengepalkan kedua tangannya dengan erat.

Mentari menelan salivanya.

"kenapa zay? " tanya mentari seolah tak mengetahui apa-apa.

"mereka datang!"

Mentari mengangguk.

"lo mau kita kembali ke tempat tadi atau gimana? " tanya mentari.

Zayan tak menjawab pertanyaannya. Lelaki itu melangkah memasuki rumah dengan tatapan lurus ke depan.

Mentari mengekorinya.

"kira-kira nih seru gak yah? " batin mentari.

Seperti akan berkelahi saja. Dasar bocah.

Mentari terus melangkah hingga ia dan zayan berdiri di depan pintu.

"assalamualaikum! " zayan dan mentari bersama-sama memberi salam.

"wa'alaikumsalam!" ucap beberapa orang yang berada di dalam rumah.

Mentari melihat dengan jelas seorang pria dan wanita paruh baya. Ia sudah menduga bahwa keduanya adalah orangtua zayan.

"zayan, ayah dan ibu kangen sama kamu nak! " ucap melati yang langsung berdiri dan memeluk Sang putra.

Rey nando, ayah zayan tersenyum lembut melihat zayan.

"keluarga yang terlihat harmonis! " guman mentari.

Gadis itu tak henti-hentinya berbicara dengan suara kecil.

Merasa seperti pengganggu, mentari pun memilih melangkah menuju kamar. Ia memberi isyarat pada kakek dan nenek dan di jawab anggukan oleh keduanya.

Namun, tiba di tangga, langkah mentari terhenti ketika mendengar suara tinggi zayan.

Lelaki itu melepaskan pelukan sang ibu dan meluapkan sedikit saja kekesalan yang selama ini ia tahan-tahan.

"ternyata ayah dan ibu masih ingat aku juga yah? Kirain enggak" ucap zayan tanpa ekspresi.

"zay, kok kamu ngomong kek gitu? " tanya sang kakek dengan sedikit bentakan.

"karena selama ini mereka sibuk kerja kek! Bukannya mereka juga kecewa sama aku karena melarikan diri dari rumah? Mereka sendiri yang bilang kalau aku adalah anak egois. Aku gak pernah berpikir dewasa dan selalu manja dengan mereka. Apa salahnya aku berucap seperti itu? " jelas zayan dengan begitu lantang.

Hi, Mr CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang