27. Darurat

2.1K 100 25
                                    

Follow, komentar dan vote dulu ya sebelum baca.

( Update tiap Rabu dan Sabtu )

🍂🍂🍂

Liburan semester tinggal seminggu lagi. Sebentar lagi gue harus balik ke Semarang. Meski senang ada di rumah, tapi kangen juga sama temen-temen seperjuangan di perantauan.

Tadi pagi, gue, Kina dan Mila videocall-an bertiga. Melepas rindu.

"Kinaaaaaa! Mas Gama gimana? Ada kemajuan?" Teriak Mila dengan antusias meski sedikit tersendat karena sinyal jelek.

"Aku nyerah! Aku pasrah! Aku lelah!" Jawab Kina dengan nada memelas.

Secinta apapun, pada akhirnya akan tetap memilih melepaskan jika memang terlalu lama tanpa kepastian.

🍂🍂🍂

Gue baru aja selesai beres-beres tempat tidur saat tiba-tiba denger teriakan ayah.

"Mocca.. moc.... mocca..."

Gue langsung lari keluar kamar, gue lihat ayah sudah terbaring di lantai. Nafasnya tersengal.

"Ayaah. Ayaah kenapa? Kita ke rumah sakit ya sekarang."

Gue panik. Gue bingung. Gue ngga bisa nyetir mobil. Dan mana mungkin gue bawa ayah naik motor dengan keadaan seperti sekarang?

"Ayaaah... ayaaah." Air mata gue keluar dengan derasnya.

Gue langsung telepon Sean. Di pikiran gue saat ini cuma Sean. Gue telepon Sean berkali-kali tapi ngga da jawaban. Sejak terakhir kali Sean Ke rumah gue pas gue sakit, Sean memang jadi sulit dihubungi. Gue juga ngga tau kenapa, padahal semuanya baik-baik aja. Gue juga ngga ngrasa bikin kesalahan. Gue harap Sean angkat telepon dari gue sekarang, tapi ternyata ngga! Ya Tuhaaaan!!!!

Oh! Brian! Gue langsung buka kontak Brian dan gue batalkan blokirnya. Gue menelpon Brian dengan penuh harapan.

"Halo, Mocca? Ada apa nih lo telepon gue? Kangen lo ama gue?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Halo, Mocca? Ada apa nih lo telepon gue? Kangen lo ama gue?"

"Briii, tolong." Gue ngga bisa nahan tangis.

"Lo kenapa? Jangan nangis. Ngomong dulu yang jelas! Ada apa mocca? Kenapa?"

"Ayah pingsan. Gue harus gimana? Gue bingung."

"Ha? Ayah? Kok bisa?"

"Gue ngga tau, Briiii." Tangis gue makin pecah.

"Lo tenang. Lo tenang dulu sekarang."

"'Ngga bisa!!!!"

"Gue telepon Ambulance. Nanti gue susul lo ke rumah sakit. Lo tunggu. Jangan nangis. Jangan bikin gue khawatir."

Gue terdiam. Tanpa menutup telepon dari Brian. Gue terus menangis dan memeluk ayah. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Brian masih ngobrol dengan gue lewat telepon. Brian menenangkan gue.

MOCCA - Jatuh Cinta Harus Siap MentalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang