20

309 34 8
                                    

Sebuah tangan yang kini menggenggam tangannya erat. Lantas fatim pun membuka matanya, menemukan fateh dengan wajah yang sangat khawatir.

"T-teh?"

"Ngomongnya nanti aja! Sekarang lu naik!!" titah fateh pada gadis itu.

Fatim menolak. Ia berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman laki laki itu. Namun fateh berusaha lebih keras untuk membuat fatim kembali naik.

"Awh!" ringis fatim. Merasakan sekujur tubuhnya yang sangat remuk.
"Haishh. Lu gila ya?! Menurut lu apa yang barusan lu lakuin ha!?" pekik fateh saat mereka baru saja selamat.

"Hiks...kenapa lo nyelametin gue!? Gue pengen pergi!! Gue pengen nyusul ibu sama ayah!! Gue gak bisa hidup sendiri didunia ini! Dengan mereka aja gue hampir gila! Gimana gak ada mereka?! Gue bisa kehilangan kewarasan gue teh!!"

Tangis fatim pecah saat itu juga. Tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya kedepan. Fateh yang merasa iba pun memeluk gadis itu erat, merasakan kesedihan yang teramat dalam. Pada sorot mata fatim.

"Kenapa gue harus lahir? Hiks...sekarang gue sendiri..." lirih fatim dikala pelukan mereka.

Fateh pun semakin mengeratkan pelukannya membuat fatim entah mengapa merasa tenang.

"Ssstt. Lu gak sendiri, ada gue. Yang akan selalu ada disamping lo. Nemenin lo disaat lo sedih, bahagia, kecewa, marah, dan terluka. Lo tenang aja ya" ucap fateh lembut seraya mengusap usap punggung gadis itu agar ia lebih tenang.

Hingga tak sadar kalau ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka.

"Harusnya gue yang ada disitu. Bukan lo" -batin seseorang itu dan segera pergi dari sana.

*** Kantin

"Woi sol! Nape si lu dari tadi bengong aje. Mikirin ape dah lu?" tanya qahtan yang sedari melihat saleha hanya melamun.

"Ah? E-enggak. Gue... Gak mikirin apa apa" bohong saleha.

"Jiahh boong lu keauan bener." umpat sajidah seraya menatap saleha dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Gc kasih tau. Kalo gak kita musuhin" ancam sajidah.

"Y-ya jangan dong..."

"Makannya kasih tau. Kata nya kita pren" paksa gadis itu kembali.

"Huft...tapi janji jangan kasih tau sape sape lu semua!"

"Hm" jawab saaih.

"Iye" sambung thariq.

"Iya, gc" ucap iyyah tak sabar.

"Gue... Gue, mikirin..."

"Sape??" tanya sohwa yang sedari tadi diam.

"M-mu-ntaz" jawab saleha dengan volume yang sangat kecil seraya menundukan kepalanya.

Sontak sohwa, sajidah, thariq, iyyah, saaih, qahtan pun membulatkan matanya tak percaya.

"Hah!? Mun-- mphh" pekik thariq yang langsung dibekap oleh saleha.

"Ishh lu gosah treak treak bisa kaga!?"

Thariq pun hanya menyekir kuda.

"Ehehe, maap sol"

"Gak, maksud gue... Sol, lu gak mungkin suka sama temennya si jalang itu kan??" tanya sohwa memastikan.

Saleha pun menernyitkan dahinya bingung.

"Gue? Suka sama muntaz?" tanya saleha seraya menunjuk dirinya.

"Y-ya gak mungkin lah. T-tadi tu...gue cuma mikirin dia aja, gak mungkin suka juga" dusta gadis itu.

"Huft...syukur deh kalo gitu. Awas lu ya ampe suka sama dia!" peringat sohwa.

Saleha pun tersenyum tipis.

"I-iya"

Treng... Treng... Treng...
(bel masuk)

*** Kelas

Kelas sudah dimulai sejak 45 menit yang lalu. Namun fateh masih saja tak mengalihkan perhatiannya pada tempat lain. Sedari tadi ia hanya memperhatikan fatim yang tengah melamun dan menatap kosong ke depan.

Sohwa yang menyadari itu pun sedikit tersulut emosi. Namun, ia tak boleh gegabah. Kali ini ia harus bermain cantik. Membuat fatim down dan mengembalikan luka lamanya adalah keinginan sohwa saat ini.

"Tunggu pembalesan dari gue tim" -batin sohwa.

Skip...

*** Gerbang sekolah

Pelajaran telah usai. Saat ini semua murid tengah berbondong bondong untuk pulang, fatim pun tengah menunggu jemputannya yang sangat ia rindukan. Namun, ia teringat akan satu hal.

"Oh iya, ibu sama ayah kan udah gak ada. Wk, kok gue bisa lupa ya?" gumam gadis itu dengan matanya yang sudah berkaca kaca.

Tak terasa hujan pun turun. Sangat tepat waktu dan sesuai dengan keadaan hatinya saat ini. Fatim lebih memilih diam dan memejamkan matanya. Menikmati setiap tetes air hujan yang membasahi wajah cantiknya. Biarlah hujan menjadi saksi, bahwa ia sangat lelah. Putus asa dan tidak bisa bangkit lagi.

Mengapa masalah datang dengan bertubi tubi padanya? Apa tuhan tak punya belas kasihan? Ia sudah cukup menderita selama ini.

Tatapannya kosong. Pikirannya campur aduk. Detik selanjutnya... Ia tak merasa ada tetesan hujan yang membasahinya lagi. Lantas ia pun melihat keatas untuk memastikan apa yang menghalanginya.

Ditemukanlah...

"Fateh?" tanya gadis itu bingung.

Fateh pun membantu gadis itu bangkit. Dan tersenyum tipis padanya.

"Lu ngapain disini?" tanya fatim.

Lantas fateh pun terkekeh pelan.

"Harusnya gue yang nanya kek gitu. Lu ngapain disini? Ujan ujanan lagi, nanti lu sakit"

Fatim hanya memutar bola matanya malas.

"Biarin! Biarin aja gue sakit! Kalo perlu sampe mati. Biar gue bisa nyusul ibu sama ayah, dan pergi dari dunia yang kejam ini!"

Fateh pun menatap manik mata gadis itu yang berwarna hitam pekat. Terlihat, ia sangat lelah, putus asa, bimbang. Fateh tak tahu harus berbuat apa.

"Ikut gue" ajak fateh.

"Kemana?"

"Ikut aja" ucap laki laki itu. Lalu langsung saja fateh merangkul fatim dan segera masuk kedalam mobilnya.




Bersambung...









Don't forget to leave your vote and komen! See you next part gaiss! 👋💗

-love you all-

BULLYING (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang