Harum semerbak bunga-bunga pada musim semi mulai menyapa indra penciuman Sohyun. Tatapannya kini tertuju pada ujung cakrawala, senang bisa melihat indahnya bias jingga di negara sendiri.
Sohyun menarik napas lelah kemudian mengembuskannya secara perlahan. Ini sangat berat, pikiran Sohyun melanglang buana tak tentu arah. Keinginan Sohyun untuk mengakhiri semua ini ternyata tidaklah mudah. Andaikata orang yang memintanya bertahan bukanlah Jeon Ilhwa, mungkin Sohyun takkan pernah mau setuju untuk mempertahankan suatu hubungan yang rasanya hampir memuakkan.
Orang-orang mungkin berpendapat bahwa Sohyun adalah seorang wanita bodoh, memberikan kesempatan pada pria yang jelas-jelas telah melukainya. Sejak kecil Sohyun mengalami banyak sekali kesulitan dan rasa sakit. Di saat Sohyun merindukan dekapan seorang ibu, Ilhwa selalu ada. Memperlakukan Sohyun bagai anak sendiri dan bukan menantu di keluarga mereka. Balas budi akan selalu ada dalam setiap kehidupan manusia. Sekarang Sohyun hanya mencoba membalas budi yang ditanam Ilhwa, bukan berarti Sohyun juga menginginkan hubungannya dan Jungkook kembali seperti dulu lagi.
Rasa cinta itu masih ada, Sohyun jelas bisa merasakannya. Tapi keraguan Sohyun semakin besar ketika ia mengambil keputusan ini dengan mengatasnamakan ibu mertuanya.
"Terima kasih, karena kau sudah memberikan kesempatan untukku."
Mata Sohyun terpejam. Hatinya sakit. Sohyun benci situasi seperti ini-situasi di mana harusnya mereka tidak lagi bersama. Cincin pernikahan yang pernah Sohyun tinggalkan untuk Jiya kini tersemat kembali di jari manisnya. Jangan tanya bagaimana reaksi Song Jiya, tentu wanita itu marah dan kecewa.
"Jangan senang dulu. Aku melakukannya bukan untukmu, Jeon. Kau tahu aku sangat membencimu bahkan saat hatiku terus mengatakan aku mencintaimu."
Senyum terukir di bibir tipis Jungkook. Ia mendekat dan membawa Sohyun ke dalam dekapannya. Tak apa jika tangan Sohyun menggantung hampa. Setidaknya Jungkook bisa merasakan kembali hangatnya dekapan Sohyun serta harum tubuh wanita itu.
"Maafkan aku, Hyun." Jungkook berucap tepat di atas bahu Sohyun. Di sana ia memberikan kecupan singkat. "Aku benar-benar minta maaf."
Tatapan Sohyun masih lurus ke depan. Sebentar lagi bias jingga akan tertelan oleh gelapnya malam.
"Hubungan ini akan semakin menyakitkan. Sekeras apa pun kau berusaha, posisiku tetap diduakan." Sohyun tidak mengerti mengapa ia berucap demikian. Atau mungkin Sohyun sadar jika di antara mereka masih ada satu orang lainnya. "Dulu aku selalu memaafkan kesalahanmu dan kau kembali mengulanginya. Aku sudah terlanjur kecewa, hubungan ini hanya akan menambah penderitaan dalam hidupku."
"Sohyun ...," lirih Jungkook sembari memisahkan dekapan mereka.
"Aku merasa sangat asing berada di sini, di antara kalian semua."
Jungkook kembali memeluk Sohyun. Tatapan istrinya begitu kosong, Jungkook sadar keinginan Sohyun untuk mempertahankan hubungan mereka tidak lagi ada.
"Kau tahu sendiri aku sudah menjadi seorang ibu. Usia putri kita tidak beda jauh, putriku tidak akan senang jika tahu aku di sini. Aku tidak ingin mengecewakan Hyeraku seperti orang tuaku dulu. Aku sangat menyayanginya," tutur Sohyun. Tak ada tangisan. Sohyun benar-benar bersikap tegar. "Sekarang tolong jawab pertanyaanku, apa kau tega menjauhkan seorang anak dari ibunya?"
"Sohyun... kau bisa membawanya ke sini. Kita tinggal bersama," ucap Jungkook. Tidak sesuai dengan pertanyaan Sohyun barusan. Ah, jelasnya Jungkook tidak bisa memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
"Putriku tidak akan senang, Koo."
Dekapan Jungkook semakin dipererat.Setelah sekian lama Jungkook akhirnya mendengar panggilan sayang itu lagi. Rasanya berbeda ketika Sohyun yang mengucapkannya.
"Aku sudah mempertemukan Hyera dengan ayah kandungnya. Mereka sama-sama bahagia, tapi kebahagiaan itu takkan lengkap tanpa diriku."
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Get Revenge? [✔]
FanfictionSaat kau membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak ada di Korea. Aku pergi, sangat jauh. Tolong jangan mencariku. Tetaplah bersama kak Jiya. Sampaikan permohonan maafku karena sudah berkata kasar padanya. Satu lagi, aku pergi membawa benih dalam ra...