Sean dan Shella menatap haru pada bayi yang baru di lahirkan limabelas menit yang lalu oleh seorang wanita yang merupakan teman kuliah Shella.
"Terimakasih...." Shella mengalihkan pandangannya pada wanita yang sedang terbaring lemah.
"Terimakasih.... Aku sungguh berterimakasih pada kalian...." ujar wanita itu lirih dengan air mata yang jatuh membasahi pipi pucatnya. Shella menggenggam tangan wanita itu.
"Hey, jangan menangis. Kau akan membuat bayimu ikut menangis juga." Shella berusaha menenangkan wanita itu yang bernama Reva.
"Boleh aku minta satu hal pada kalian?" ujar Reva sedikit sesak nafas. Sean yang melihat itu segera menekan tombol yang berada di samping ranjang.
"Jagalah anakku... Seperti menjaga anak kalian sendiri... Dan jangan... Memberikan anakku... Pada siapapun... Terutama keluargaku... Anakku adalah anak kalian... Mulai sekarang...." Tangan Reva yang sedang mengelus perut buncit Shella seketika terhenti dan terjatuh ke atas ranjang. Shella membulatkan matanya dan Sean dengan segera memegang bahu istrinya saat wanita hamil itu terlihat akan terjatuh.
"Shella...."
"Reva bangunlah! Anakmu membutuhkan ibunya. Aku mohon bangunlah.... Jangan menutup matamu! Anakmu membutuhkan dirimu. Ku mohon bangunlah...."
"Tenangkan dirimu Shella...."
Dokter dan beberapa suster masuk dan segera memeriksa kondisi wanita itu. Dokter berjenis kelamin perempuan itu menggeleng dengan raut wajah sedih.
"Maaf. Pasien sudah tiada."
"Tidak. Tolong bangunkan dia. Aku mohon. Bayi itu membutuhkan ibunya...." Sean memeluk istrinya yang terus menangis atas kepergian temannya.
"Ellena Revalina Dev." Shella mengusap kepala bayi berusia dua hari itu dengan penuh kasih sayang.
"Nama yang cantik." ujar Sean dengan ikut mengusap kepala bayi cantik itu.
"Ya, dia cantik seperti ibunya." Shella tersenyum.
"Akh! Perutku Sean... Sakit...." Sean dengan segera mengambil Ellana dari gendongan Shella dan menidurkannya kembalu di box bayi.
"Kita ke rumah sakit sekarang." Sean menggendong Shella dan membawanya menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumah.
"Elle...na..."
"Ada bibi yang menjaganya. Pak cepat jalan!"
"Baik tuan!"
Mobil pun melaju membelah jalanan yang cukup ramai.
Dua jam kemudian....
Suara tangisan bayi terdengar jelas membuat keluarga Sean dan Shella mengucap syukur. Sean yang berada di dalam ruang icu menemani istrinya, menangis bahagia dan mengecup seluruh wajah Shella yang di penuhi keringat dan air mata kebahagiaan.
"Terimakasih Shella. Aku mencintai mu!"
"Aku juga mencintaimu."
Sean dan Shella saling menatap dan tersenyum bahagia.
Semua berlalu begitu cepat. Suka dan duka mereka lewati bersama. Takdir membawa dua insan itu menuju ke kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan dan kesedihan.
Sean dan Shella.
Ditakdirkan bersama untuk saling melengkapi.Sorry. Kalau extra part nya kurang memuaskan.
Maaf jika ada salah kata.Aku benar-benar berterima kasih kepada kalian yang membaca cerita ku ini. Jujur aku gak nyangka akan ada yang baca cerita ini.
Terimakasih❤
Thank you❤
Sayang kalian pokoknya❤Jangan lupa untuk mampir ke cerita My Pearl. Disana akan ada anaknya Luna dan Fernando bahkan ada anaknya Dio dan Ale–Ups! Hehe keceplosan aku....
Kalau penasaran, langsung meluncur ke My Pearl.Terimakasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart
Fanfiction"Aku gak butuh janji. Yang aku butuh bukti bukan janji!" -SPS "Bukannya gue belum move on, tapi gue masih belum dapat cewek yang bikin gue tertarik." -SAD ***** Cerita ini hasil dari pemikiran sendiri. Valisaf5