FLASHBACK ON
"Alena!" Nara menghampiri Alena yang kini sedang tertawa bersama Bianca dan teman-temannya.
"Oh Nara! Ada apa kesini? Merindukan ku?" Nara memutar bola matanya malas.
"Gue gak mau basa basi!" Nara menghampiri Alena yang sedang duduk di meja guru. Sebenarnya Nara malas sekali berhadapan dengan Alena. Tapi karena tangannya sudah gatal ingin sekali memberi pelajaran pada gadis psycho di depannya ini.
"Aws!" Nara tersenyum saat melihat raut kesakitan dari wajah Alena.
"Lo pernah di siram pake air selokan gak? Kalau belum, mau gua siramin?" Nara menatap ke arah pintu kelas menyuruh seorang gadis yang berdiri disana mendekatinya. Gadis dengan kacamata yang bertengger di hidungnya itu mendekati Nara dengan ragu.
"Thanks Sisil." Nara mengambil botol berisi air yang sangat kotor sekali dan sepertinya bau dari tangan gadis bernama Sisil. Nara melepas tangannya dari rambut Alena kemudian...
Byur!
Semua orang terkejut dan Nara tersenyum senang.
"Yak! Nara lo!" Nara menghindar saat tangan Alena akan memukulnya.
"Kalian kenapa diam aja?! Pegang Nara!" Nara hanya diam dan tersenyum saat Bianca dan gengnya memegang dirinya.
"Nara..." Nara menatap Sisil. Gadis berkacamata itu mengerti dengan tatapan Nara, dengan segera pergi. Nara menatap Alena datar saat gadis psycho itu mendekatinya. Nara menarik tangannya kuat dan membuat dua orang yang sedang memegang tangannya tertarik ke depan dan terjatuh. Nara tersenyum miring saat dua orang itu terjatuh menimpa tubuh Alena.
"Lo!" kini tinggal Bianca. Emm... Apa yang harus Nara laku—
"Lepasin tangan lo dari rambut gue!" Nara yang ditarik rambutnya oleh Bianca pun membalas menarik rambut Bianca. Terjadi tarik menarik di antara mereka. Nara melirik ke arah pintu. Sisil kembali, gadis itu mengangguk. Nara tersenyum tipis lalu melepas tangannya dari rambut Bianca.
"Lepas kak! Ini sangat sakit!" Nara berujar kesakitan.
"Gak bakal gue lepa—"
"Bianca!" Nara tersenyum dalam hati saat Bianca berhenti menarik rambutnya.
"Papa..." Bianca terdiam.
"Kau membuat ku malu. Ikut dengan ku sekarang juga!" ujar kepala sekolah yang merupakan ayah Bianca. Kepala sekolah pergi diikuti Bianca.
"Kalian bertiga, ke ruangan saya sekarang juga!" ujar pak Steven yang memang datang bersama kepala sekolah.
"Terimakasih Sisil." Sisil mengangguk.
"Bawa Nara ke UKS. Terimakasih juga Nara." Nara mengangguk dan tersenyum. Pak Steven pergi diikuti Alena dan kedua temannya. Saat melewati Nara, Alena berkata yang membuat Nara memutar bola matanya malas.
"Awas aja lo! Gue bakal balas perbuatan lo!" setelah itu Alena pergi.
"Ayo Nar, aku antar ke UKS." Nara mengangguk kemudian menghampiri Sisil.
"Makasih Sil, berkat lo yang rekam kejadian di toilet itu. Gue bisa kasih pelajaran ke mereka."
"Tapi aku merasa bersalah ke Shella. Aku gak ngebantuin saat dia di serang mereka." Nara tersenyum dan merangkul bahu Sisil.
"Gak. Lo jangan merasa bersalah. Lo juga pasti ketakutan kan waktu rekam kejadian itu?" Sisil mengangguk.
"Iya Nar, aku takut ketahuan sama mereka."
"Udahlah, sekarang lo gak perlu takut. Lo sekarang juga seterusnya, gak bakal ada yang gangguin atau bully lo. Kalau ada, lo jangan ragu buat minta bantuan ke gue. Oke?" Sisil mengangguk dan berterimakasih. Nara tersenyum.
FLASHBACK OFF
"Kamu habis kasih pelajaran ke siapa?"
"Alena dan teman-temannya?"
"Lo apain Alena Nar? Lo gak nyakitin dia kan? Dia masih sakit Nar." tanya Sean menatap kembarannya.
"Sean lo benar-benar ya! Lo khawatirin Alena dari pada Shella?! Pacar macam apa lo?! Lo emang brengsek ya!" kesal Nara.
"Ck! Dia emang brengsek!" tambah Kaisar.
"Lo bilang gadis gila itu sakit?! Lo percaya dia sakit? Lo juga percaya kalau yang buat dia sakit itu Shella ha?!" Nara mendekati Sean dan mengeluarkan ponsel dari saku roknya.
"Lo lihat! Siapa yang salah!" Sean mengambil ponsel Nara dan melihat video yang di putar di ponsel kembarannya.
"Shella..." Sean menatap Shella saat selesai melihat video itu.
"Shella, ma—"
"Gue pengen pulang kak." Kaisar mengangguk.
"Tapi lo di antar Chandra atau Bara ya? Soalnya gue belum ke ruang pak Steven. Atau lo mau nunggu gue?"
"Ikut sama kakak."
"Yaudah, ambil tas dulu oke?" Shella mengangguk. Kakak beradik itu pun pergi setelah Kaisar berpamitan pada teman-temannya.
"Shell tunggu!" Sean yang akan mengejar Shella di tahan oleh Nara.
"Mau kemana lo? Diam di sini! Luka lo belum semuanya di obati. Duduk!"
"Shella, gue harus ngomong sa—"
"Duduk! Atau gue aduin lo ke bokap!" Sean dengan terpaksa duduk kembali.
"Gue juga harus ke ruangan pak Steven Nar." Nara menatap tajam Sean.
"Nanti! Mar, obatin lagi Sean. Gue mau ambil tas kalian dulu." Marsya mengangguk.
"Gue ikut lo Nar." Nara mengangguk. Lalu Nara dan Luna pun pergi.
Ngebosenin gak ceritanya?
Terimakasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart
Fanfiction"Aku gak butuh janji. Yang aku butuh bukti bukan janji!" -SPS "Bukannya gue belum move on, tapi gue masih belum dapat cewek yang bikin gue tertarik." -SAD ***** Cerita ini hasil dari pemikiran sendiri. Valisaf5