Lilian mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya, meringkuk di kursi rotan yang ada di teras rumahnya. Angin malam dingin menggigit tapi Lilian memilih bertahan untuk duduk di sana.
Matanya masih sulit terpejam malam ini, bayangan Sulthan dan suara pedasnya terus terngiang. Rasa yang di pupuk tiga tahun musnah dalam tiga menit.
"Gue bodoh, nangis hanya karena cowok sialan. Gue ..., " ucapan Lilian terhenti kala terdengar bunyi gemerisik dari arah taman.
Suara daun dan ranting yang beradu memunculkan kecurigaannya. Ragu untuk mencari sumber suara tapi rasa penasaran sangat mengganggu pikirannya. Bangkit dari tempat duduknya dan meletakkan selimutnya di kursi. Berjalan pelan dengan mata dan rungu yang menajam.
Netranya menangkap sesosok bayangan laki-laki menggunakan jaket hitam. Lelaki itu berdiri membelakanginya dan sibuk mengusap-usap celana jeansnya untuk menyingkirkan tanah yang menempel. Saat lelaki itu masih sibuk, Lilian mendekat dan memukul punggungnya dengan segenap kekuatannya.
"Auww," ringis lelaki itu. Tangannya yang semula membersihkan celana kini beralih mengusap punggungnya, tempat pukulan Lilian bersarang.
Suara yang tak asing membuat tangan Lilian bergerak cepat menarik lengan lelaki di depannya. Matanya terbelalak tak percaya, penyusup itu ternyata adalah babunya.
"Eh, Reza? Ngapain lo malem-malem di sini? Lo habis manjat pagar?" tanya Lilian heran. Menatap pagar rumahnya dan berfikir keras.
Pagarnya kurang tinggi buat ngurung si Reza atau lain kali di aliri listrik biar dia nggak bisa manjat dan kabur.
Tatapannya kembali ke Reza yang kali ini menatap ia dengan wajah kesal.
"Heh! Tangan lo gede, punggung gue berasa di pukul preman pasar, tau nggak!" bentak Reza dengan nada yang ditekan.
Lilian mengerjapkan matanya tak percaya kala Reza menyebutnya seperti 'preman pasar'. Lilian mengambil nafas dalam dan berteriak, "Ma .... "
Reza segera membekap mulut Lilian, tak ingin teriakan gadis majikannya membangunkan seisi rumah yang tengah terlelap.
"Jangan teriak! Gue bukan maling!" bentak Reza. Kali ini nadanya naik satu oktaf, hilang sudah rasa sabarnya pada Lilian.
Lilian menyingkirkan tangan Reza dari mulutnya. Dengan ketus dia bertanya, "Trus? Dari mana lo?"
"Ketemu temen-temen gue," jawab Reza tak kalah ketus.
Reza berjalan mendahului menuju teras. Melepas jaket hitamnya dan menghempaskan begitu saja ke sandaran kursi. Menempatkan bokongnya segera ke kursi rotan di iringi hembusan nafas lega.
Lilian berdiri mematung di depan Reza dengan tangan yang bersendekap. Menatap tajam cowok di depannya dengan tatapan penuh curiga dan menuntut jawaban. Decakan sebal keluar saat tatapan mata mereka beradu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilian dan Pangeran Katak (SUDAH TERBIT)
Fiksi RemajaSUDAH TERBIT DI STAR AKSARA FOLLOW SEBELUM BACA YA. "Perintah lo? Ogah. Lo cuma pegawai dan gue majikan," tegas Lilian seraya mencondongkan tubuhnya ke depan. "Gue paham posisi gue di rumah lo tapi di penawaran gue kali ini, lo babu dan gue majikan...