Sulthan menghempaskan tubuhnya yang letih ke sofa di ruang tamu. Menatap beberapa orang yang sedang sibuk berdiskusi di ruang tengah, entah apa yang mereka bicarakan. Melepaskan jaket dan membungkukkan badan untuk membebaskan kakinya dari sepatu. Sudut netranya berpindah ke sosok sang Ayah yang datang mendekat ditemani seorang pria berjaket hitam.
"Sulthan, ada satu barang mencurigakan yang kami temukan di dalam kamarmu," ucap Pak Hendra.
"Apa itu?" tanya Sulthan tanpa menatap ke arah Ayahnya, tangannya masih sibuk melepas tali sepatu sekolahnya.
"Sebuah pisau lipat, apa ini punyamu?"
Sulthan menghentikan gerakan tangannya, sudut bibirnya terangkat satu. Menegakkan badannya dan menengadahkan tangan kanannya, meminta bungkusan plastik yang masih di pegang sang Ayah.
Pak Hendra dengan terpaksa memberikan barang yang ada di tangannya pada Sulthan. Sang putra meneliti pisau lipat yang terbungkus plastik transparan dengan seksama. Netranya tampak serius melihat setiap detail bentuk pisau yang menurutnya barang khas, unik dan tak di jual bebas.
"Ini punya Al, kemarin dia bilang barangnya ketinggalan di kamarku tapi aku lupa menanyakan barang apa itu."
Pak Hendra memiringkan kepalanya tapi sedetik kemudian ia memicingkan matanya, ada rasa ragu yang kembali mengganggu benaknya.
"Apa kau yakin ini milik Al?"
Sulthan mengangguk pasti. "Iya, Ayah."
Sang pria teman Pak Hendra melangkah sedikit maju dan kini berada tepat di depan Sulthan.
"Semua tempat hanya ada sidik jarimu dan tak di temukan sidik jari orang lain di manapun kecuali di pisau itu. Sepertinya sang penyusup menggunakan sarung tangan saat beraksi dan pisau itu ... sering ia genggam tanpa sarung tangan. Terbukti ada sidik jari yang menempel di pisau itu. Kau yakin itu sidik jari temanmu? Dan bukan sidik jari si penyusup?" tutur pria berjaket hitam itu pada Sulthan.
Alis Sulthan berkerut. "Anda meragukan keteranganku?"
Wajah tak suka ia tampakkan untuk menutupi rasa penasarannya, siapa pemilik pisau lipat itu."Tidak, hanya ... lebih baik kita periksa sidik jari itu dan sidik jari temanmu. Kita cocokkan sidik jari keduanya agar lebih meyakinkan saja."
"Terima kasih anda telah menemukan pisau milik Al. Dan aku rasa, Al tidak akan suka jika ada orang meragukannya juga."
Mau tak mau teman Pak Hendra mengangguk pasrah. Tapi, ekor matanya sempat melirik kegelisahan di raut wajah Sulthan. Membuat sedikit berfikir bahwa ada sesuatu yang di sembunyikan putra temannya itu.
...
Lilian segera membereskan segala perlengkapan dan bajunya ke dalam tas ransel. Rasa penasarannya terhadap kejutan Reza begitu besar tapi coba di tepisnya.
Tersenyum dan helaan nafas dalam mengiringi netranya yang puas, selesai sudah edisi packing sore ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilian dan Pangeran Katak (SUDAH TERBIT)
Teen FictionSUDAH TERBIT DI STAR AKSARA FOLLOW SEBELUM BACA YA. "Perintah lo? Ogah. Lo cuma pegawai dan gue majikan," tegas Lilian seraya mencondongkan tubuhnya ke depan. "Gue paham posisi gue di rumah lo tapi di penawaran gue kali ini, lo babu dan gue majikan...