7: Fakta

33 4 0
                                    

Seminggu berlalu sejak kedatangan Gus Al. Setiap pagi aku harus membuatkannya segelas susu atau teh juga menemaninya sarapan. Siang dan malamnya pun aku harus memasak untuknya. Bahkan aku juga mencuci pakaian kotornya, merapikan kamarnya, dan harus bilang padanya jika aku ingin ke luar rumah. Huh berasa jadi istrinya.

Aku pernah mengeluh tentang itu pada ibu, tapi ibu hanya tersenyum dan mengatakan semua itu berpahala. What the hell!! Ini ngga masuk akal. Dikira aku istrinya apa, harus melakukan semua itu.

Aku masih bertanya-tanya kemana istrinya Gus Al itu? Kenapa ngga disini untuk melayaninya? Aku pernah bertanya pada ibu tentang keberadaan istri Gus Al itu. Tapi ngga di jawab dan hanya tersenyum. Ada yang aneh dengan keluarga ini sejak ada Gus Al. Sepertinya ada yang mereka sembunyikan.

Aku sudah ngga boleh tidur di asrama pesantren bersama teman-teman yang lain. Semua barang-barangku juga sudah dipindah ke kamar ndalem. Apa yang mereka mau sih?

*****************

Ini hari Jum'at. Kegiatan santri juga libur jadi tidak ada yang akan setoran hafalan. Aku akan jalan-jalan di sekitar sini.

Aku telah siap dengan rok juga kemeja dengan kerudung segi empat, semuanya berwarna gelap.

Aku berjalan di sekitar taman sambil menikmati sinar matahari pagi yang hangat. Aku duduk di bangku taman. Sekelebat ingatan hadir saat aku bertemu laki-laki yang sampai sekarang masih ada di hatiku meskipun aku takk tau namanya. Anggaplah dia cinta pertamaku.

Aku keluar area taman dan masuk ke perpustakaan di seberang taman itu.

Bercengkrama dengan buku membuatku lupa waktu. Maniak buku. Jam setengah dua belas, awalnya aku ingin pulang tapi karena ini hari Jum'at dan jam setengah dua belas pasti banyak laki-laki yang akan berangkat ke masjid. Jika aku pulang sekarang pasti akan berpapasan dengan mereka nanti di jalan. Jadi, kuputuskan untuk pulang nanti.

(Al pov)
Jam sepuluh pagi aku pulang dari kantor. Ini hari Jum'at jadi aku pulang lebih awal. Aku tak sabar melihat wajah istriku itu menyambutku pulang.

Aku memarkir mobil di halaman. Berjalan menuju pintu dan membukanya, tapi terkunci. Sepertinya ayah dan ibu pergi. Untunglah aku membawa kunci cadangan.

Pintu terbuka, rumah sangat sepi. Ayah ibu pergi, lalu kemana Hafi? Biasanya dia duduk di ruang keluarga dan menonton TV. Aku ke kamarnya untuk mengecek apakah dia di kamar. Nihil. Dia tidak ada di kamar. Aku mencarinya ke seluruh rumah, tetap tidak ada. Menelponnya pun percuma, dia tidak punya handphone di sini. Arrghh kami kemana si fi? Jangan buat saya khawatir.

(Hafi pov)
Sekarang sudah jam dua siang. Saatnya aku pulang. Sampai di rumah aku mengucap salam. Ada ibu, ayah juga Gus Al di ruang tamu. Sepertinya mereka sedang membicarakan hal serius. Mereka terlihat tegang pada awalnya namun saat melihatku Meraka terlihat lega kecuali Gus Al yang menatapku tajam.
"Al bicarakan baik-baik, jangan emosi. Ibu dan ayah masih ada urusan.
Ada apa si? Apa yang mau di bicarakan?
Aku duduk di seberang Gus Al.
"Darimana?" tanyanya datar. Aku takut dengan tatapannya.
"Da-dari p..perpustakaan" jawabku terbata. Sungguh ini sangat menyeramkan. Sepertinya aku telah membuat kesalahan menurutnya.
"Kenapa ngga bilang?" Tanyanya dengan sedikit membentak. Aku kaget. Air mataku sudah terkumpul di pelupuk mata.
"Saya sudah pernah bilang padamu kan? Atau kamu lupa hm..? Semua itu untuk kebaikanmu. Saya khawatir saat kamu tidak ada di rumah" katanya lirih di akhir kalimat.
"Maaf tapi apa hak anda untuk itu? Anda bukan siapa-siapa untuk saya" kataku sarkas. Cukup sudah. Aku muak dengan semuanya.
"Saya punya hak atas kamu. Kamu milik saya dan saya jelas punya hak"
"SEJAK KAPAN SAYA MENJADI MILIK ANDA? SAYA MELAYANI ANDA SEOLAH-SAYA ISTRI ANDA PADAHAL KITA BARU SALING MENGENAL. APA ALASAN ANDA UNTUK ITU?"
Aku berteriak dan saat itu pulalah air mataku mengalir deras. Aku berlari ke kamarku dan menangis.

Aku terbangun saat hari sudah gelap. Rupanya aku tertidur setelah lelah menangis.
Ibu masuk ke kamar bersama Gus al, aku masih ingat dengan kejadian tadi siang.
"Hafi, Al akan menjelaskan sesuatu padamu" kata ibu lembut.
Ibu keluar. Hanya ada aku dan Gus al. Kami saling diam.

"Maaf untuk yang tadi siang" dia mulai pembinaan.
"Saya benar-benar khawatir saat kamu tidak ada di rumah. Tentang hak itu saya punya hak penuh atas dirimu kerena kamu istri saya"
Aku menoleh ke arahnya saat mendengar kata 'istri saya'. Apa aku tidak salah dengar? Bagaimana bisa aku istrinya.

Dia mendekatiku dan duduk di depanku. Lalu menunjukkan sebuah video di tab yang di bawanya. Suasana di video itu seperti sebuah prosesi akad.
"Akad pernikahan kita 3 bulan lalu" katanya

Aku melihat video hingga usai. Ada ayahku yang menjabat tangan Gus Al dan mengucap namaku dalam akad itu. Aku menutup mulutku. Kaget. Aku sedikit mempercayai itu.
"Kenapa tidak dari awal Anda memberitahuku mas? Tanyaku
"Surprise" jawabnya singkat lalu meraih ku dan medekapku erat.

New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang