6

26 4 0
                                    

Aku bangun jam tiga dini hari untuk sholat tahajud. Malam tadi aku emm..entah mimpi atau nyata ada seseorang yang masuk ke kamarku. Padahal seingatku pintunya ku kunci. Orang itu menciumi seluruh wajah ku dengan penuh kerinduan seolah-olah aku sudah ditunggunya sekian lama.
Ah.. sudahlah lebih baik aku sholat.

Setelah subuh, saat aku sedang melipat mukena ada yang mengetuk pintu kamar ku.

'Tok...tok...'

Aku pun membuka pintu dan ternyata Gus Al.
"Enten nopo Gus?" Tanyaku dengan bahasa Jawa. Terkadang aku menggunakan bahasa campuran Jawa dan indo saat berbicara dengan ibu atau ayah. Memang si lebih baik menggunakan bahasa Jawa saat berbicara dengan seorang kyai atau guru tapi kerena minimnya pengetahuan ku tentang itu jadi ya..campuran. selama mereka nggak mempermasalahkannya it's ok.
"Ada yang cari kamu katanya mau setoran hafalan" jawab Gus Al.
"Oh nggih"

Aku masuk kembali ke kamar dan menggambil Al Qur'an ku. Aku menuju ruang tamu tang biasa di gunakan untuk kunjungan wali santri atau kegiatan ngaji bersama, juga untuk setoran hafalan. Hanya 2 anak santri yang setoran jadi lebih cepat selesai.

Aku ke dapur untuk membantu memasak. Ada ibu juga di sana.
"Assalamualaikum" sapaku
"Wa'alaikumussalam ning" jawab mereka. Hufft....panggilan itu lagi. Mereka yang jadi mba-mba ndalem memanggilku dengan sebutan 'ning'. Aku sudah berkali-kali mengingatkan mereka agar tidak memanggilku dengan embel-embel 'ning' , tapi mereka tetap saja memanggilku dengan sebutan itu. Alasannya aku adalah bagian dari keluarga ndalem. Bagian dari mana coba? Aku hanya sebagai santri yang mungkin bisa di sebut tangan kanan ibu. Meskipun ibu menganggap ku sebagai putrinya, tetap saja beliau adalah guruku.

"Hafi buatin susu untuk Al ya!" Pinta ibu padaku saat aku akan mengupas wortel.
Aku pun menurut.
"Nggih Bu"

Aku pergi ke dapur ndalem. Untuk membuat susu sesuai perkataan ibu. Aku mengambil kemasan susu di lemari bagian atas. Kukira aku akan sampai mengambil kemasan itu tapi ternyata tidak. Tempat itu tinggi. Huh...nasib punya badan pendek. Aku tak akan menyerah walaupun sudah beberapa kali gagal mengambilnya. Tiba-tiba ayah datang dan mengambil susu itu. Mungkin tadi melihatku kesusahan mengambilnya. Kuucapkan terimakasih pada ayah.
"Nanti anterin susunya ke teras depan ya fi" kaya ayah
"Nggih" jawabku
Sepertinya Gus Al berada di teras.

Selesai membuat susu aku mengantarnya ke teras depan. Gus Al sedang duduk santai, seperti ya sedang mengawasi santri yang membersihkan halaman. Aku menaruh susunya di meja.
"Terima kasih hafix katanya tanpa menoleh padaku.
"Duduk! Dia berkata dengan nada memerintah. Aku bingun perintah itu untuk siapa. Di sini hanya ada kita berdua.
"Duduk hafi!" Perintahnya
Oh jadi dia menyuruhku duduk. Aku masih berdiri, aku ragu untuk menuruti atau menolaknya. Dia menatapku dingin, akhirnya aku menurutinya untuk duduk.

"Gus itu ko lagi bersih-beraih bukannya sekarang hari Selasa? Tanyaku karena jadwal roan memang hari Jum'at. Dia melirikku tajam. Apa yang salah dengan ku atau...dengan perkataan ku. Oh ya aku ingat, aku dilarang memanggilnya Gus pantas saja dia begitu.

"Maaf m-mas,..belum terbiasa"
"Hmm...mereka di takzir "
"Oh.." aku hanya ber oh ria

"Denger-denger kamu sudah nikah ya fi?" tanyanya
Tau dari mana dia kalau aku sudah menikah
"Nggih mas"
"Udah ketemu sama suaminya?
"Belum pernah sama sekali"
Memang benar kau belum bertemu dengannya setelah ku tau jika aku sudah menikah.
"Bagaimana bisa?
Dia sedikit kaget dengan jawabanku
"Entahlah...aku ngga tau"
"Sabar aja pasti sebentar lagi ketemu"
"Huft....nggih Gus"
"Nanti buatkan saya makan siang ya"
Hei apa aku salah dengan? Dia memintaku membuat makan siang untuknya?
"Mau dimasakin apa? Kalo Ndak enak gimana?
"Terserah kamu. Semua masakan kamu pasti enak kok"
Dia lagi nggombal yah.
"Nggih mas insyaallah"
Aku ngga punya alasan apapun untuk menolaknya. Aku seakan patuh terhadapnya.

******************

Sesuai permintaan Gus Al aku akan memasakannya makan siang. Setelah melihat ketersediaan bahan di kulkas aku berencana untuk membuat rica-rica ayam, perkedel, juga sayur sop.
Aku sudah meminta izin pada ibu untuk menggunakan dapur ndalem dan beliau pun mengizinkanku.
Satu jam aku berkutat dengan peralatan masak dak akhirnya masakanku selesain bertepatan dengan adzan Dzuhur. Gus Al masuk ke dapur dan berdiri tepat di belakang ku saat aku sedang menuangkan ayam rica-rica ke piring. Aku terkejut dengan tindakannya sekaligus merasa risi.

"Hmmm baunya enak pasti rasanya juga sama. Kamu tau makanan kesukaanku fi"
"Mungkin cuma kebetulan, mas jangan berdiri di situ" aku mengusirnya dengan halus.
"Oh oke...saya mau sholat dulu. Berjamaah yuk"
"Emm maaf mas sekarang jadwalnya aku mengimami santri putri"
"Ohh ya udah saya tunngu saat makan siang"
Dia pun pergi ke kamar mandi.
Aku pun ke kamar dan mengganti pakaian juga wudhu.

Selesai sholat juga wiridan aku kembali ke kamar dan meletakkan mukena lalu ke dapur untuk mengambil makanan yang sudah ku masak untuk di tata di meja makan. Tapi sat aku melewati meja makan, mejanya sudah terisi dengan penuh dan ada ayah, ibu, juga Gus al. Mereka sepertinya menungguku. Aku pun langsung duduk di sebelah ibu. Sebelum aku mendaratkan pantatku di kursi ibu lebih dulu menginterupsi.
"Eh kamu ko duduk di samping ibu si"
"Lho memangnya kenapa?"
"Ya ngga boleh. Duduk di sebelah Al sana"
"Ko di samping mas al?"
Apa alasannya aku harus duduk di sampingnya. Di manapun boleh kan. Ibu kenapa si aneh banget.
"Ngga papa, udah sana pindah. Nanti dapet pahala ko"
Apa-apaan,emangnya ada yang kaya gitu. Huh aneh-aneh aja deh. Ayah dan mas Al hanya tersenyum melihat aku berdebat dengan ibu. Aku pun pindah ke samping mas Al. Dia masih senyum-senyum. Bahagia banget si aku duduk di sebelahnya.
"Ambilin nasi buat Al!"perintah ibu
"Kenapa harus Hafi, ambil sendiri kan bisa" aku mulai kesal. 
"Ndak boleh kaya gitu, ambilin hiu nanti pahalamu tambah banyak"
Pahala lagi pahala lagi, bukannya ngga mau dapet pahala cuma aneh aja semua dapet pahala. Ya kalo beneran dapet seperti seorang istri yang melayani suaminya. Dia juga bukan suamiku dapet pahala dari mana coba?.

Meskipun begitu aku tetap mengambil nasi juga lauk untuknya.
"Segini cukup Ndak mas?" Tanyaku
"Hmm cukup"
Aku meletakkan piring di depannya lalu aku mengambil untukku. Kami makan dengan khidmat. Hanya denting sendok yang terdengar.

Selesai makan aku membereskan meja makan dan membawa piring yang kotor ke tempat cuci piring untuk di cuci.
"Jadi temenin saya mau beli sesuatu"kata gus Al
"Nggih , tapi setelah selesai nyuci piring"
"Ndak usah, biar nanti mba yang nyuci"
"Tapi mas.....
Arghh dia udah pergi. Bagaimana ya

"Siap-siap aja udah di tungguin Al di depan"  kata ayah
"Itu biar di cucu sama mba aja" lanjut ayah
Dengan berat hati aku api ke kamar dan merapikan penampilanku lalu aku menghampiri mas Al yang sudah berdiri di samping mobilnya.

New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang