(Hafi pov)
Aku bangun dengan rasa sakit di kepalaku, juga tubuhku terasa lemas. Mungkin kerena aku terlalu memikirkan masalah kemarin. Mas Al tidak ada di kamar. Mungkin di mushola, mengimami santri putra sholat subuh.
Aku sudah membuat keputusan, meminta Mas Al menikahi wanita itu. Dan aku mencoba untuk ikhlas meskipun sulit. Walaupun aku tidak percaya dengan apa yang dilakukan wanita itu dan Mas Al, tapi orang tuanya sangat yakin jika Mas Al yang melakukan itu. Aku hanya menuruti kemauan orang tuanya.
Ibunya bahkan sampai memohon padaku agar Mas Al mau menikahi putrinya. Pada intinya aku hanya berusaha membuat orang tuanya agar tidak menanggung malu atas perbuatan putrinya.
Sekarang Mas Al sudah berangkat ke kantor. Setelah mengantarnya hingga depan rumah, aku kembali masuk dan berniat mencuci piring bekas sarapan. Tapi saat aku berjalan ke dapur, aku merasa rumah ini berputar dan perlahan-lahan mataku terasa berat. Samar-samar aku mendengar suara seseorang yang memanggilku lalu hening, gelap.
***************
"Mas coba telfon Al"
"Biar Hafi yang kasih tau sendiri, Al akan lebih senang jika istrinya yang memberitahu"Samar aku mendengar sebuah pembicaraan di sekitarku. Dengan perlahan, kubuka mataku yang terasa sangat berat. Setelah berhasil membuka mata, aku meringis saat rasa sakit mulai terasa di kepalaku.
Ada ayah dan ibu yang duduk di sebelahku. Ku coba untuk bangun, tapi gagal. Badanku sangat lemas.
"Tidur aja ndak papa. Kamu sering sakit kepala?"
Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan ibu."Istirahatlah, ibu dan ayah keluar dulu. Oh ya, jangan lupa baca surat di meja itu"
Ibu dan ayah pun keluar dari kamarku.
Aku kembali memejamkan mata, bersiap untuk tidur lagi. Tapi aku penasaran dengan apa yang tadi ibu katakan. Dengan berusaha sekuat tenaga aku meraih surat itu dan segera membukanya. Surat dari rumah sakit.
Aku bahagia setelah membaca surat itu. Di sana tertulis bahwa aku positif hamil satu bulan. Alhamdulillah ya Allah. Aku harus memberitahu Mas Al. Eh...tapi ndak jadi lah. Kapan-kapan aja deh. Apalagi sekarang ada masalah yang menimpa kami.
(Al pov)
Aku sudah menemukan penyebab Hafi memintaku menikah lagi. Aku menemukan flashdisk di laci meja kerjanya. Flashdisk berisi rekaman CCTV di sebuah hotel. Dugaanku, rekaman itu hanyalah rekaman palsu. Hasil editan. Aku menyuruh sekretaris ku untuk memeriksa rekaman itu. Dan aku benar, rekaman itu hanya editan.
Sepulang kerja, aku melihat Hafi duduk di sofa kamar kami. Memandang taman. Aku berdiri di sebelahnya, tapi dia tidak menyadari kehadiranku.
Aku mencoba memanggilnya beberapa kali tapi tidak di respon. Ku coba menyentuh pundaknya, Hafi tersentak-kaget.
"Eh...mas, sejak kapan ada di sini?"
Tangganya terulur meraih tanganku dan menciumnya seperti biasa."Kamu sakit?"
Wajah Hafi terlihat sangat pucat. Hafi tidak menjawab, hanya menggelengkan kepala. Terkadang aku bingung dengan warna wajahnya. Aku bingung membedakan Hafi sedang sakit atau baik-baik saja. Kerena warna wajahnya sehari-hari selalu terlihat pucat bahkan saat memakai bedak sekalipun."Mas mandi dulu" kataku lalu aku masuk ke kamar mandi. Selesai dengan urusan mandi, aku segera keluar. Membuka lemari dan mengambil kaos untuk kupakai. Hafi masih diam di tempatnya. Kembali melamun
Mengambil ponsel dieja samping ranjang untuk memeriksa beberapa e-mail yang dikirimkan sekretaris ku. Setelah selai dengan urusan dari kantor aku kembali menghampirinya.
"Mas tau kamu tidak akan percaya dengan rekaman itu" kataku mengagetkannya.
Sontak, Hafi langsung menoleh ke arahku."Mas akan tetap menikahinya hanya untuk menutupi aibnya juga rasa malu kedua orangtuanya. Tapi hanya pernikahan siri. Kami Ndak keberatan dengan keputusan mas?"
"Terserah mas, aku akan berusaha ikhlas"
Hafi berkata seperti seolah-olah benar-benar berusaha ikhlas. Di saat perempuan lain mungkin akn marah jika berada di posisi yang sama.Terkadang aku sedikit muak dengan sikap selalu menerima apapun yang di lakukan orang lain padanya. Termasuk aku. Aku sangat ingin dia marah, kecewa, atau apapun tingkah tidak menerima kenyataan. Tapi, yang terjadi hanya angan.
Selama ini Hafi tidak pernah menunjukkan ekspresi marah, walaupun sebenarnya dia sedang marah. Selama aku mengenalnya,Hafi selalu menyembunyikan emosinya dan menampilkan senyum seolah-olah merasa baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life
NezařaditelnéKehidupan Hafi setelah ia menggapai semua impiannya. Kisah pernikahannya dengan mantan mafia yang sekarang menjadi mualaf. Jangan kalian pikir hidupku bahagia setelah apa yang ku impikan tercapai. ~Hafidza Az Zahrani ( Hafi) Aku adalah mantan ketua...