5.

24 3 0
                                    

(Hafi pov)

Aku menuruti perkataan Gus Al untuk tidur di kamar ndalem. Aku juga lumayan sering tidur di kamar ndalem saat lbu memerintahkan ku untuk tidur di ndalem.

Aku masuk ke ndalem dan mencari-cari ibu. Tapi tak ku temukan.
"Ibu udah tidur" katanya
Oh..pantas, maklum sih ini sudah hampir tengah malam wajar saja ibu sudah tidur.
Aku pun masuk ke kamar yang biasa digunakan. Kamarku ternyata di sebelah kamar Gus Al. Aku melepas Khimar dan ganti dengan baju tidur, lalu berbaring di kasur. Akubl masih memikirkan perkataan juga perbuatan Gus Al  yang menyampirkan jasnya di tubuhku.
Kenapa dia melakukan itu. Bukannya dia sosok yang dingin terhadap lawan jenis, tapi mengapa denganku tidak. Bahkan tanpa sungkan dia mencekal tanganku erat. Kulit kita langsung bersentuhan kerena dia mencekal di pergelangan tangan bukan di bagian lengan.
Aku takut saat itu ada yang melihat dan bisa melaporkannya pada ibu karena aku hanya berdua di tempat yang sepi, hampir tengah malam pula. Arghh.....aku pusing dengan semuanya. Hah....lebih baik aku tidur.

(Al POV)

Aku menemuinya di rooftop. Aku yakin dia belum tau jika aku suaminya selama ini. Saat aku mencekal tangannya agar dia tetap duduk di sampingku dia terlihat sangat tidak nyaman. Saat dia mendesis memerintahkanku untuk melepas cekalannya aku pun melepasnya.

Sepertinya dia kedinginan, aku pun menyampirkan jasku di tubuhnya. Dia terkesiap kaget. Saat dia bertanya apakah aku kedinginan atau tidak dengan hanya memakai kaos aku menjawab dengan sedikit gombalan.
" Tidak, kau lebih penting dari apapun bahkan nyawaku sekalipun"
Dia tak terpengaruh dengan kata-kata ku.

Aku tidak terima saat dia memanggilku Gus. Hei aku suamimu bukan gusmu. Aku memintanya untuk memanggil ku mas. Awalnya dia masih kekeuh memanggilku Gus dengan alasan harus sopan pada keluarga ndalem. Kau juga bagian dari mereka, kataku saat menjawab alasannya. Akhirnya dia pun setuju.

Aku memintanya untuk tidur di kamar ndalem. Kata ibu dia lumayan sering tidur di ndalem. Aku beralasan bahwa itu perintah dari ibu padahal akulah yang meminta izin pada ibu supaya Hafiku bisa tidur di ndalem.

Saat masuk ke ndalem dia celingak-celinguk sepertinya mencari ibu. Aku mengatakan jika ibu sudah tidur dan dia masuk ke kamarnya. Kamar kita bersebelahan.

Malam ini aku tak bisa tidur, aku memutuskan untuk ke kamar Hafi melalui pintu penghubung di dalam kamarku. Sepertinya dia tidak tau mengenai pintu ini. 
Aku masuk dan dia sedang tertidur, sangat pulas. Aku memandangi wajahnya dan perlahan aku mengecup seluruh wajahnya. Mulai dari dahi, kedua matanya juga pipi, dan terakhir bibirnya yang pink pucat. Dia mengeliat, terganggu denga apa yang kulakukan. Puas memandang wajahnya aku pun kembali ke kamarku.

  

New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang