Saat akan bersantai di ruang tengah, aku tak sengaja mendengar suara seseorang di ruang tamu. Suara laki-laki dan perempuan. Karena penasaran aku mendekat ke ruang tamu, hanya sampai di belakang sekat pembatas ruang tamu dan ruang tengah.
Rupanya Fika, istri siri Mas Al sedang berbincang dengan seorang laki-laki. Posisi laki-laki itu membelakangiku sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya. Berani sekali Fika menerima tamu laki-laki tanpa izin Mas Al. Aku tidak peduli apa yang dibicarakan Fika dan tamu itu.
Tamunya pergi dan Fika akan kembali ke kamarnya, mungkin. Sebelum dia melewati ruang tengah, aku buru-buru duduk di sofa dan menyalakan televisi. Bertingkah seolah-olah aku baru saja duduk di sini. Saat melihatku yang duduk di ruang tengah, Fika mengurungkan niatkan kembali ke kamar. Duduk di sebelahku.
"Mba kemarin kenapa?
"Kelelahan" aku selalu menjawab setiap pertanyaannya dengan sangat singkat.
"Kenapa nggak minta aku buat membantu pekerjaan mba?"
"Kamu bisa koreksi file skripsi mahasiswa saya?"
Fika hanya tersenyum menggelang. Aku tidak tahu dia tulus atau tidak tentang dia yang ingin membantuku. Fika berdiri, dan berjalan ke kamarnya. Tapi sebelum sampai depan kamarnya, Raka yang sedang berlari pun tak sengaja menabraknya. Lebih tepatnya hanya menyenggol lengannya. Aku yakin lengannya yang tersenggol itu tidak akan terasa sakit. Tapi dia marah kepada Raka dan langsung masuk kamar dengan mebanting pintu.
Raka masih diam di tempatnya dengan kepala tertunduk. Aku yang khawatir padanya pun mendekatinnya. Mengelap air mata di pipinya dan menenangkannya. Setelah tenang, aku menggendong Raka sampai di sofa. Mendudukannya di sampingku. Dan kini Raka sudah asik dengan acara kartun kesukaannya.
"Sshh...."
Aku meringis saat merasakan sakit di area perutku, efek menggendong Raka yang berat mungkin. Rasanya bertambah sakit meskipun aku sudah mengelusnya dengan pelan. Sakitnya sangat menyiksa. Untung saja Raka tidak menyadari aku yang tengah kesakitan.
Lima belas menit kemudian, sakitnya baru menghilang. Menyisakan rasa lemas. Aku hanya bersandar pada sandaran sofa.
*********
Hari telah berganti, kali ini aku berjalan di lorong panjang menuju ruanganku di universitas tempatku mengajar. Sebenarnya setelah menikah aku sudah tidak mengajar lagi, hanya menerima bimbingan skripsi mahasiswa S1 dan bimbingan untuk mahasiswa S2 dan S3. Hari ini ada mahasiswa yang meminta bimbingan di sini.
Suasana saat ini terasa agak aneh. Sepanjang lorong ini sangat sepi. Sejak tadi aku tidak berpapasan sama sekali dengan orang lain di lorong ini. Aku juga merasa seperti ada seseorang yang mengikuti sejak aku masuk ke sini.
'grap'
Tiba-tiba sepasang lengan melingkari perutku. Lengan yang asing bagiku. Pemilik lengan itu memutari tubuhku hingga berdiri di depanku dan memelukku dengan erat. Tentu saja aku berusaha lepas dari pelukannya dan berhasil, aku lepas dari pelukannya.
'plakk...
Bunyi tamparan yang cukup nyaring. Tentu saja aku langsung menamparnya setelah lepas dari pelukannya. Hanya tamparan itu yang bisa ku berikan padanya sebagai balasan atas perilakunya. Aku juga masih terkejut dengan dia yang tidak ku kenal dengan tiba-tiba memelukku. Orang itu langsung pergi tanpa mengatakan apapun.
Aku berusaha melupakan kejadian tadi sejenak, setidaknya setelah aku selesai bimbingan. Aku tetap bersikap profesional, tanpa mencampur urusan pribadi.
Hari sudah sore, ponselku terus berbunyi. Menampilkan pesan di selingi telpon dari orang yang sama, Ibu. Bimbingannya sudah selesai sejak tadi siang, tapi aku tidak segera pulang dan mungkin membuat ibu khawatir karena sejak tadi ibu tidak berhenti menghubungiku.
Aku masih belum ingin pulang. Sejak tadi yang kulakukan hanya melamun. Aku juga takut orang yang tadi pagi itu kembali. Setelah berdebat dengan diri sendiri akhirnya aku putuskan akan pulang apapun yang akan terjadi saat di jalan nanti.
Ketakutanku terbukti, orang itu kembali lagi. Dia memelukku sama seperti tadi pagi bahkan dia hampir mencium pipiku jika saja aku tidak menghindar dan lepas dari pelukannya. Seperti tadi pagi, pria itu langsung pergi tanpa sepatah katapun. Mencoba mengenyahkan kejadian tadi, meski agak sulit akhirnya aku sampai rumah.
Aku langsung masuk ke kamar bahkan tanpa menjawab pertanyaan ibu kenapa aku baru pulang saat sore hari. Di dalam kamar aku hanya duduk melamun bahkan aku tidak berganti baju ataupun sekedar bersih-bersih. Saat makan malam pun aku hanya diam dan tidak fokus pada makanannya.
Saat aku akan tidur, ada nomor asing yang mengirim pesan padaku.
+68532*******
'aku akan melakukan yang lebih dari hari ini'Begitulah isi pesannya. Aku tetap mencoba tidak menghiraukan pesannya tapi tetap tidak bisa. Dengan adanya pesan itu aku semakin takut jika pengirim pesan itu bisa saja membuatku trauma.
Terhitung sejak kemarin aku selalu keluar rumah meskipun hanya ke kampus. Ada beberapa jadwal sidang akhir yang harus ku hadiri. Tak jarang juga bisa sampai malam hari.
Malam ini adalah jadwal terakhir sidang. Jam sudah menunjukkan pukul 10. Mau tidak mau aku tetap harus pulang meskipun rasa takut akan kehadiran pria yang beberapa hari ini selalu melakukan hal-hal yang termasuk pelecehan.
Keluar dari kampus, saat aku akan membuka pintu mobil, pria itu tuba-tiba datang dan menarikku menjauh dari area kamus menuju gang sepi di depan kampus. Aku sudah berusaha terlepas darinya, tapi selalu saja gagal. Sampai di gang itu dia langsung saja mencium bibirku dengan kasar, kedua tanganku sudah dalam keadaan terikat. Tangan pria itu mengelus perlahan pipiku, dan tangan lainnya mencoba melepas hijab dari kepalaku. Aku sudah kehabisan tenaga untuk terus memberontak darinya. Yang kulakukan hanya menangis tanpa isakan sampai gelap menghampiriku.
***********
(Al pov)
Hari ini aku akan pulang meskipun masih ada beberapa masalah di sini yang belum teratasi. Aku sangat khawatir dengan Hafi. Sejak beberapa hari lalu selalu ada saja e-mail berisi foto-foto Hafi sedang bergandengan tangan ataupun sedang berpelukan dengan laki-laki lain. Aku hampir saja percaya dengan foto itu jika saja salah satu anak buahku yang kutugaskan untuk mengawasi Hafi tidak melaporkan dan mengirim video keadaan Hafi.
Aku masih mencari tahu apa alasan laki-laki itu melakukan hal-hal pelecahan terhadap Hafi. Foto terakhir yang ku terima tadi malam adalah foto Hafi yang sedang berciuman dengan kaki-laki itu. Foto itu diambil dari sudut yang sangat tepat sehingga gambar yang di tangkap benar-benar sedang berciuman dengan mesra. Anak buahku juga mengirim foto yang sama tapi dari sudut yang berbeda juga sebuah video.
Di video itu berisi rekaman saat laki-laki itu menarik Hafi ke tempat sepi, mencium Hafi, hingga berusaha melapas hijabnya dan setelah itu kulihat Hafi tak sadarkan diri lalu video berakhir.
**********
Sampai di rumah, ibu sudah berdiri di depan rumah menungguku. Sampai di depan ibu, langsung saja beliau menarikku ke depan kamar. Ibu bilang jika Hafi selalu mengurung diri dalam kamar.
Aku coba membual pintu tapi terkunci dari dalam.
'brakk...'
Dengan dobrakan pintu pun terbuka. Hafi sudah tergeletak di samping ranjang. Segera saja aku menghampirinya. Menggendongnya dan segera membawanya ke rumah sakit. Wajahnya sangat pucat seakan tak ada aliran darah di wajahnya. Aku sangat takut terjadi sesuatu yang fatal pada Hafi juga calon bayi kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life
RandomKehidupan Hafi setelah ia menggapai semua impiannya. Kisah pernikahannya dengan mantan mafia yang sekarang menjadi mualaf. Jangan kalian pikir hidupku bahagia setelah apa yang ku impikan tercapai. ~Hafidza Az Zahrani ( Hafi) Aku adalah mantan ketua...