15: Awal

20 1 0
                                    

3 bulan berlalu...

Tidak ada masalah dalam rumah tangga kami yang berarti. Oh, setidaknya belum. Selama ini hanya ada perdebatan dan sedikit pertikaian kecil.

Kami masih tinggal serumah dengan ayah dan ibu. Ibu melarang kami untuk pindah ke rumah dinas bagi para pengajar yang letaknya masih berada di area pesantren. Mungkin ibu punya alasan tersendiri.

Kedatangan tamu yang mungkin sedikit tidak di harapkan menjadi awal dari segalanya.
Kedatangan kyai Abdullah dari Kebumen bersama anak dan istrinya untuk selain menjaga hubungan persaudaraan juga ada maksud lain dari kedatangannya.

"Saya ingin meminta pertanggung jawaban atas perilaku putra anda pada putri saya" kata kyai Abdullah.

"Pertanggungjawaban apa yang anda maksud?" Tanya ayah

Pertanggung jawaban apa yang di maksudnya. Apakah Mas al melakukan suatu hal. Aku memandangi putri mereka. Menilai. Pandanganku terhenti pada perutnya yang sedikit membuncit seperti perempuan hamil.

Rasa khawatir mulai merambat dalam hatiku. Jangan bilang mereka meminta Mas Al untuk bertanggung jawab atas putri mereka.

"Putra anda telah melakukan hal hina pada putri saya hingga mengandung dan saya meminta pertanggung jawabannya"

BOOMMM!!!

Suatu benda tajam menusuk dadaku, sakit. Tapi tak berdarah. Aku yakin Mas Al tidak melakukan hal itu. Tapi kenapa aku merasa dadaku sesak.

"Apa buktinya?" Ayah percaya dengan apa yang di katakannya. Kyai Abdullah mengulurkan sebuah flashdisk.

"Saya akan melihat flashback itu, tapi keputusan ada pada Hafi, istri Al"

Setelah ayah berkata seperti itu, mereka pamit pulang.
"Hafi periksa flashback ini dan buat keputusan yang terbaik. Ayah menyerahkan semuanya padamu"

Aku mengambil dan segera ke ruang kerjaku. Membuka laptop dan memeriksa isi flashback itu. Flashdisk itu berisi rekaman CCTV. kubuka rekaman CCTV itu.

Terlihat 2 manusia dalam rekaman itu, laki-laki dan perempuan. Tubuh mereka tanpa sehelai benang pun. Terlihat samar memang karena keadaan ruangan yang temaram. Tapi aku mengenal laki-laki itu.

Benar, laki-laki itu Mas Al. Jadi benar jika dia mengandung anak Mas Al. Astaghfirullah......
Aku tidak kuat untuk melihat kelanjutan rekaman itu. Segera ku tutup laptop ku dan mengusap air mataku yang menetes.

Dalam hati kecilku aku percaya laku-laki itu bukan Mas Al, tapi hatiku yang lain mengatakan jika itu memang Mas Al. Aku menyimpan flashback itu lalu keluar. Setelah membersihkan sisa air mataku. Mas Al sebentar lagi pulang.

Benar saja, saat aku keluar dari ruang kerjaku Mas Al duduk di ruang tamu. Aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Mas Al menangkup pipiku dengan kedua tangannya.

"Kenapa nangis?" Tanyanya
Dia selalu tau jika aku sehabis menangis.

"Ndak ada apa-apa mas"
"Jangan bohong, coba cerita sama Mas"

Aku diam, tidak menanggapi perkataanya.
"Ya udah, kapanpun kamu mau cerita Mas akan dengarkan"

(POV Al)

Aneh, ada apa dengan Hafi. Pagi tadi kurasa masih baik-baik saja. Hingga malam dia sama sekali tidak keluar kamar. Bahkan lebih sering melamun.

Aku menghampirinya yang berdiri di balkon. Merengkuh pundaknya.
"Masuk yuk, udah malam, nanti kami sakit" kataku lembut.
Dia diam. Kemudian memutar tubuhnya menghadap ku. Memandangiku dalam. Ada sorot kecewa dalam tatapannya. Tangannya terangkat menyentuh pipiku, mengusapnya perlahan. Aku memejamkan mata, menikmati usapannya. Aku tersentak, Hafi tiba-tiba memelukku erat, sangat erat. Aku pun balas memeluknya.

Pundaknya bergetar, Hafi menangis, tanpa isakan. Aku semakin memeluknya erat. Pasti sesuatu telah terjadi.

"Mas, kalau aku minta Mas untuk menikah lagi, mas mau Ndak?"

"Apa yang kamu katakan, kenapa meminta hal itu pada Mas.

Dia sadar atau tidak si saat mengatakannya. Memintaku menikah lagi, yang benar saja. Aku segera menuntunnya masuk ke dalam. Menyuruhnya tidur. Malam ini aku akan mencari tau semuanya.

New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang