:: Bab XXVIII ::

448 76 16
                                    

Edo meratapi nasib malang telapak tangannya yang diabaikan. Matanya berlimpah kebingungan ketika orang yang diyakininya adalah Gwen, justru melewatinya dan Rayn begitu saja, tanpa ada sapaan hangat atau sekedar senyum ramah.

"Gue gak salah lihat, kan? Tadi beneran Dokter Gwen, kan?"

Di sisi lain, Rayn tertegun begitu Gwen benar-benar melewatinya. Bahkan, tidak sedikitpun pandangan gadis itu goyah untuk meliriknya. Seakan-akan, dia memiliki tameng untuk membentengi dirinya dari Rayn.

Sejujurnya, Rayn enggan berdiam diri di sana. Namun, lehernya sudah terlanjur berputar. Mengikuti punggung Gwen yang semakin kecil di dalam pandangannya.

Rayn memperhatikan bagaimana gadis itu menghampiri seorang pria setengah baya yang duduk di taman. Sangat mudah kelihatannya Gwen mengumbar senyum. 180 derajat berbeda, tidak seperti ketika Gwen berpapasan dengannya barusan.

Tanpa berkedip, Rayn mengamati interaksi Gwen dan pria setengah baya itu. Mereka kelihatan melebur dalam sebuah perbincangan yang menyenangkan. Gwen pun tidak malu untuk memberi pria tersebut pelukan hangat.

Dan melihat cara Gwen memeluk pria yang disebutnya 'Papa' itu, entah bagaimana, Rayn malah jadi ingin merasakan dekapan Gwen untuk yang kesekian kali.

Rayn pasti sudah gila.

Atau ini adalah apa yang Devon rasakan dan sengaja dia bagikan pada Rayn agar Rayn merasa tidak nyaman?

Entahlah.

Yang jelas, Rayn juga tidak tahu mengapa ia bisa merasa demikian.

"Eh, Rayn. Bukannya itu bapak-bapak yang kemarin datang ke jumpa fans lu? Jadi, bapak-bapak itu Papanya Dokter Gwen, toh."

Suara Edo tidak merusak konsentrasi Rayn untuk terus mengawasi Gwen. Yang terjadi setelahnya, Rayn justru bisa mengingat apa yang gadis itu bilang kepadanya tempo hari.

"Kalau bukan karena dompet saya jatuh di sini, saya juga gak bakal ke sini, kok. Jangan pikir saya sengaja ke sini."

"Saya lagi jemput Papa saya di sini tadi. Saya gak berniatan apa-apa!"

Kemudian, muncul bayangan mata berkaca-kaca milik Gwen di dalam kepala Rayn. Ia bahkan bisa mendengar kembali suara Gwen yang merespon segala hardikannya dengan dingin.

"Membenci seseorang emang hak siapapun. Termasuk Mas Rayn. Tapi, saya juga punya hak untuk tetap dihargai dan gak disalahin terus kayak gini."

Tenggorokan Rayn mengering. Tapi, sulit baginya untuk sekedar menelan liurnya, ketika matanya masih tidak bisa lepas dari Gwen. Sehingga Rayn bergegas menguntai langkah. Meninggalkan Edo tanpa mengajak-ajak.

Napas Rayn memburu. Ia benar-benar tidak senang dengan perasaan bersalah yang bercokol di dalam hatinya sekarang.

...

"Good job!"

Pujian itu dilayangkan Bos Tommy untuk menyambut Aksa yang baru saja keluar dari studio rekaman. Diam-diam, ia mengawasi proses rekaman Aksa sejak beberapa saat yang lalu.

Produser lagu yang sejak tadi menuntun Aksa untuk rekaman pun ikut menghampiri Bos Tommy, "Bos memang gak pernah ngambil cangkang kerang yang kosong. Selalu ada mutiara berharga di dalamnya."

Heal Me [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang