"Dimakan, Gwen. Jangan dilihatin aja."
Denting dari sendok yang diketuk-ketukkan di pinggir piring, seketika menyadarkan Gwen dari lamunannya. Ia pun melepaskan dagunya yang bertumpu pada tangan, lantas meraih sendok yang bersebelahan dengan nasi goreng buatan sang Papa. Sementara pria tersebut mengambil tempat kosong yang berhadapan dengan Gwen, tanpa melepaskan celemek yang masih melilit tubuhnya.
"Semalem kenapa kamu balik lagi ke rumah sakit, Gwen?"
Sembari menyendok nasi gorengnya yang lumayan berhasil pagi ini, Papa Gwen memulai pembicaraan. Ditatapnya sang putri dengan setitik rasa penasaran, bertentangan dengan Gwen yang langsung menghela napasnya yang berat, "Ada pasien yang kabur, Pah. Jadi, aku harus nyari dia dulu."
"Kok, bisa kabur? Kaburnya kemana?"
"Ya, biasa, deh. Dia bisa nyusup keluar karena punya baju cadangan selain seragam rumah sakit. Terus dia kabur ke...-"
"Dug!"
"S-sakit..."
"J-jangan tinggalin saya... Dokter Gwen..."
Tanpa Gwen sadari, kalimatnya terputus begitu saja. Erangan sakit dan bayang-bayang Rayn yang memegangi kepala kini berputar di dalam ingatan. Dan hal tersebut berimbas pada keheningan yang mengambil alih suasana, serta dirinya yang meletakkan sendoknya kembali ke tempat semula.
Tidak hanya itu, ia yang tiba-tiba berhenti menjawab, juga memancing perhatian Papanya yang menatapnya ditemani kening yang mengkerut dalam. "Ke...?"
Semakin didesak begitu, Gwen semakin tidak mampu mengenyahkan ingatan mengenai Rayn semalam. Perasaan bersalah pun turut mengambangi hatinya sehingga menyebabkan ia merasa tidak nyaman. Alih-alih menuntaskan rasa penasaran Papanya, Gwen justru lebih memilih untuk bangkit dari kursinya lantas memakai tas selempangnya. Sebab, ia tidak mau memulai harinya dengan hati yang tidak nyaman akibat rasa bersalah.
"Pah, Gwen bungkus aja, ya, nasi gorengnya. Nanti Gwen makan di rumah sakit, kok. Soalnya ada jadwal check-up pasien jam delapan, nih. Takut telat."
Tentu saja Gwen berbohong. Maka dari itu, untuk menutupi kebohongannya, ia segera membawa piring nasi gorengnya yang masih utuh ke dapur. Berpura-pura sibuk memindahkan nasi gorengnya ke dalam tempat makan, ia pun mengabaikan lirikan mendelik yang Papanya tujukkan pada punggungnya.
"S-sakit..."
"J-jangan tinggalin saya... S-sakit..."
"Dokter Gwen... j-jangan tinggalin saya..."
Ceklek!
Ketika tangannya mengeratkan tutup tempat makan, mata Gwen turut terpejam dengan erat. Ia benar-benar muak jika terus dihantui bayang-bayang Rayn yang kesakitan karena ulah kasarnya semalam. Namun, entah mengapa, Gwen seakan tidak punya kuasa untuk mengontrol apa yang harusnya otaknya lakukan. Belum lagi perasaan bersalahnya yang semakin menjadi-jadi dan rasanya sangatlah menyiksa.
Gwen benci harus merasa bersalah seperti ini. Terlebih merasa bersalah pada orang menyebalkan yang dirinya benci setengah mati.
'GWEN! CONTROL YOUR MIND!"
"SUSAH!" seru Gwen, membalas perintah dari dirinya sendiri seraya memukul tempat makan. Alhasil, yang dilakukannya lagi-lagi menyita perhatian sang Papa, yang seketika tersedak akibat suara kencangnya yang terlalu mengejutkan.
"Gwen?! Apa, sih?! Dari tadi aneh banget kamu!"
Papa Gwen memprotes, diiringi langkahnya yang menghampiri posisi Gwen bersama piring berisi nasi goreng yang tersisa setengah. Ia jadi tidak nafsu makan, setelah melihat raut wajah tidak mengenakan yang Gwen tunjukkan sejak dia keluar dari kamar hingga sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal Me [ C O M P L E T E ]
RomanceRayn Abrian. Siapa yang tidak mengenalnya? Atau paling tidak, siapa yang tidak pernah mendengar namanya? Coba sebutkan siapa orang itu, maka dia akan dianugrahkan sebagai orang terkudet satu jagat raya. Lagipula, mana mungkin tidak ada yang mengenal...