:: Bab XLIII ::

444 66 19
                                    

Ponsel yang ada di genggamannya, dicengkram begitu erat. Bos Tommy berusaha menahan erangan marahnya ketika sang lawan bicara mendesah, sarat akan penyesalan.

“Maaf, Bos. Sampai saat ini, kami belum bisa menemukannya. Tapi, tolong jangan khawatir. Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Tolong, Bos tetap tinggal di rumah peristirahatan. Karena, bisa jadi, penyerang itu akan datang kembali untuk melukai Bos beserta keluarga.”

Lantas, pria itu menghela napas panjang, “Oke. Pokoknya, selesaikan ini dan tangkap orang itu secepatnya. Mengerti?”

“Siap, Bos.”

Tut! Tut! Tut!

Bos Tommy menjadi pihak pertama yang memutus panggilan. Ia membanting ponselnya di atas meja hingga layarnya menunjukkan garis-garis retak.

Secarik kertas yang tampak kusut diraih olehnya setelah itu. Tatapannya melekat pada tinta yang menggores lembaran tersebut. Sebuah kata dibacanya dalam hati. Ditemani keheningan yang memberinya kesempatan untuk mengingat hal mengejutkan yang terjadi tempo hari.

“Good night, Pah.”

“Good night, Mah.”

Lampu tidur yang terletak di atas nakas pun dimatikan. Denting yang berasal dari jam besar di sudut kamar, memberitahu Bos Tommy bahwa malam sudah sangat larut dan ia harus segera tidur. Begitu banyak pekerjaan yang menunggunya besok. Salah satunya adalah tugas untuk memaksa Rayn menandatangani kontrak-kontrak mahal yang mulai mendekati tenggat waktu.

Prang!

Belum ada satu menit memejamkan mata, bunyi mengagetkan beserta hamburan kaca yang jatuh di atas ranjangnya, sukses membuat Bos Tommy terjaga. Begitu pula sang istri yang spontan terduduk lalu meringsut ketakutan, meminta perlindungan padanya.

“Pah, itu apa?!”

Dengan buru-buru, lampu tidur pun dinyalakan kembali. Bos Tommy meratapi serpihan kaca yang berada di atas selimutnya, lantas beralih pada lantai kamarnya yang dipenuhi oleh benda yang sama.

Angin berhembus dengan kencang ketika ia bangkit dari ranjang dengan penuh hati-hati. Jendelanya sudah pasti pecah dan keadaan itu menjadi celah bagi angin malam untuk masuk.

Ia pun bergerak mendekati jendela dengan gerakan waspada, mengintip dari balik dinding. Berusaha mencari tahu siapa yang telah melakukan hal menyebalkan ini.

Sejauh mata memandang, hanya ada deretan bangunan serta jalanan lengang yang bisa ia lihat. Ia tak mampu menemukan orang yang bisa ia curigai sebagai pelakunya. Dan fakta itu membuatnya menggeram marah.

Tidak lama, muncul para penjaga keamanan rumah yang tampak kalang kabut. Salah seorang kepala penjaga masuk ke dalam untuk memastikan keadaannya dan sang istri. Pandangan cemasnya mengarah pada jendela yang sudah pecah, “Bos, apa Bos tidak apa-apa?!”

Bos Tommy tidak segera menjawab. Ia masih berupaya menenangkan dirinya sendiri agar bisa memikirkan apa yang terjadi saat ini dengan kepala jernih. Waktu istirahatnya sudah terusik dan tak mungkin baginya untuk merasa tenang.

Kepala penjaga yang masih menunggu jawabannya pun, kembali berbicara, “Saya sudah memerintahkan yang lain untuk memeriksa sekeliling rumah. Biarkan saya memeriksa kamar ini, Bos.”

Sebuah anggukkan pelan menjadi penggerak bagi si kepala penjaga yang dengan cekatan memeriksa sekeliling kamar Bos Tommy. Sementara pria itu berkacak pinggang seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Ketakutan memenuhi kepalanya. Tubuhnya dialiri rasa gelisah.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang