:: Bab XLIV ::

371 63 3
                                    

Hampir setengah dari sesak yang sempat merengkuh diri Rayn, terbuang melalui hempasan napasnya begitu dekapan Gwen memberinya penguatan. Untuk beberapa saat, ia meratapi kedua tangan gadis itu yang melingkari perutnya. Jari jemari yang selalu memberikan kehangatan tiap kali ia genggam, bertaut begitu erat. Mengiringi janjinya yang ingin sekali Rayn percayai.

"Gwen..." Rayn sangat sadar bahwa suaranya sudah bergetar. Tapi, ia tidak bisa menahan lidahnya yang ingin sekali mengucapkan nama gadis itu.

Seperti dibakar, Rayn bisa merasakan matanya yang memanas. Hingga akhirnya, benteng kaca yang sejak tadi bertengger membingkai bola matanya, meleleh. Setes demi setetes liquid bening itu mengalir di atas pipi sampai ke dagu. Bersamaan dengan tenggorokannya yang tercekat.

Bagaimana bisa dekapan Gwen membuatnya jadi begini? Rayn tak punya kesempatan barang untuk memperdulikan imej yang harusnya tetap ia jaga. Kehadiran Gwen, dekapan Gwen, serta janji Gwen, sukses mengeluarkan apa yang dirinya rasakan saat ini, seutuhnya.

Di balik punggungnya, Rayn bisa merasakan wajah Gwen yang tidak lagi bersandar padanya. Selanjutnya, kedua tangan gadis itu terlepas. Tapi, bukan untuk pergi. Melainkan untuk menarik tubuhnya agar berbalik. Sehingga kepedihan atas seluruh rasa sakitnya, mampu dilihat oleh Gwen dengan jelas.

Di kala Rayn mulai sesenggukan, Gwen justru melengkungkan senyum di atas wajahnya. Ketulusan dari tatapan gadis itu berhasil menembus hati Rayn yang semakin luruh. Ia pun semakin tak kuasa menahan isakannya yang menyusup keluar, dengan lebih keras.

Gwen mengangkat tangannya perlahan-lahan. Menggunakan kedua ibu jarinya, ia menghapus air mata Rayn. Termasuk menyeka sisa-sisa yang ada di pelupuk matanya. Memerahnya hidung pria itu, mengundang senyumnya untuk merekah semakin lebar.

"Gimana? Udah puas nangisnya?" Gwen bertanya. Suaranya yang lembut membelai daun telinga Rayn. Dia perlu mengatur napasnya sejenak. Sebelum akhirnya berujar, "Kamu... benar-benar tetap di sini, kan, Gwen?"

Gwen mengangguk mantap. Sementara Rayn kembali berbicara, walau dia sempat terdiam untuk beberapa detik. "Bantu saya, ya, Gwen."

Gwen tidak menyahuti. Sekedar menatap lekat pada Rayn, sambil sibuk mengusap pipi pria itu untuk membersihkan jejak air matanya yang masih tersisa. Ada senyum yang ia gunakan untuk menenangkan Rayn.

"Bantu saya menyelesaikan semua ini, d-dan..."

"..."

"Tolong, sembuhkan saya. Dari setiap penderitaan yang udah saya pendam selama ini."

...

Dengan diantar oleh Gwen, akhirnya Rayn sampai di apartemen. Tubuhnya terasa lebih ringan sekarang. Gwen telah membantunya mengeluarkan semua yang ditahan dirinya selama ini.

Ia pun membanting tubuhnya di atas ranjang. Sesaat, ia menerawang ke arah atap-atap kamarnya. Atap yang polos tanpa ornamen apapun itu, mengingatkannya akan Gwen. Di sana, momen ketika gadis itu mendekapnya, menengkan dirinya, mengusap wajahnya, dan memamerkan senyum untuknya, seperti sedang ditayangkan oleh otaknya.

Rayn menghembuskan napasnya perlahan. Di detik selanjutnya, tangan kanannya berangkat untuk mengusap dadanya yang berdebar. Wajahnya berkerut karena hal itu.

Rayn berani menyatakan bahwa ini adalah reaksi tubuhnya yang sangat langka.

Ketika Rayn hendak memiringkan tubuhnya, sesuatu yang mengganjal di saku celana membuatnya terhenti. Ia pun mendudukan diri, baru kemudian merogoh saku celananya itu. Di sana, ia menemukan sebuah benda yang sudah pasti bukan miliknya.

Squishy bunga matahari.

Benda empuk itu pun diremas oleh Rayn. Yang tak lama kemudian kembali ke bentuknya semula dengan sangat cepat. Aroma khas milik Gwen pun menguar dari sana.

Heal Me [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang