"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan coba beberapa saat lagi..."
Dengan terpaksa, Aksa menggeleng lemah pada Papa Gwen yang tengah menanti jawaban. Pria paruh baya itu menghela napas panjang. Terlihat begitu frustasi.
"Kemana kamu pergi, Gwen? Kenapa gak pulang?" gumam Papa Gwen, menyuarakan kecemasannya. Ia tidak biss duduk tenang di atas sofa. Pasti akan bolak-balik berdiri dan berjalan mondar-mandir. Sesekali menggaruk rambutnya yang mulai memutih.
Aksa yang tak tega pun berusaha menenangkan, "Saya bakal minta bantuan manajer saya, Om, buat cari Gwen. Tapi, sekarang Om harus yakin kalau Gwen pasti baik-baik aja."
"Gimana Om bisa yakin Gwen bakal baik-baik aja kalau dia justru pergi sama laki-laki itu, Sa?"
"Om, Rayn gak berbahaya. Dulu dia memang hampir bikin Gwen terluka. Tapi, saya yakin dia gak akan dengan sengaja ngelukain Gwen."
Papa Gwen menggeleng. Seolah tak sependapat dengan Aksa. "Sekarang, tolong kamu telfon Edo biar Om yang coba hubungin Gwen lagi. Siapa tahu ponselnya udah aktif sekarang."
Papa Gwen bergegas masuk ke kamar untuk mengambil ponsel. Meninggalkan Aksa sendirian di ruang tamu. Pria jangkung itu menyandarkan tengkuk kakunya di atas sofa. Menatap langit-langit ruang tamu rumah Gwen seraya mengingat kejadian semalam.
Aksa tidak benar-benar pergi semalam. Kendati ia ingin sekali pergi dan melupakan apa yang dilihatnya, Aksa tetap saja mengemudikan mobilnya dan secara diam-diam mengikuti mobil yang bergerak di depannya. Mobil dimana ada Gwen dan Rayn di dalamnya.
Usai menempuh perjalanan yang panjang dan melewati kawasan hutan dan bukit yang sepi, Aksa lekas menginjak pedal rem begitu mobil di depannya berhenti di hadapan sebuah rumah sederhana. Tak lama, Edo keluar dan segera membuka bagasi untuk mengambil kursi roda. Jelas, itu kursi roda milik Rayn.
Pria tampan itu pun menyusul setelahnya. Dibantu oleh Edo, Rayn berpindah ke kursi rodanya. Sementara orang yang sejak tadi menjadi pusat perhatian Aksa ikut turun dan bergegas mengambil alih kursi roda Rayn. Mereka memasuki pekarangan rumah dan terpaku sejenak di area taman yang dihiasi bunga matahari.
Aksa melihat itu semua dari balik setir kemudinya. Melihat senyum lebar Gwen hanya karena Rayn menggenggam tangannya, sampai melihat Gwen yang mengecup pipi Rayn hingga pria itu malu-malu kucing. Aksa melihatnya dengan jelas.
Kebahagiaan terpancar jelas dari diri Gwen. Layaknya bunga layu yang baru saja disiram air. Kelopaknya kembali bermekaran, terlihat sangat cerah dan gembira.
Untuk kesekian kali, Aksa menghela napas. Napas yang panjang dan menyiratkan rasa lelah. Ia pun meletakkan lengan di atas kedua matanya yang terpejam. Membiarkan ponselnya jatuh di atas sofa. Tercatat ada 30 kali panggilan keluar untuk Gwen. Tapi, tidak ada satupun yang dijawab.
'Gwen pasti baik-baik aja sekarang. Rayn —orang yang paling dia tunggu— ada di sampingnya jadi lu gak perlu khawatir, Sa.'
...
Berkat kicauan burung yang bertengger di kusen jendela, tidur Gwen pun terusik. Kelopak matanya terangkat perlahan dan ia dihadapkan oleh pemandangan ruang tamu yang terasa asing. Butuh beberapa waktu hingga ia bisa mengingat kalau ia tengah berada di rumah orang lain sekarang. Tepatnya rumah Rayn.
Gwen mengangkat tubuhnya perlahan. Menyebabkan sebilah selimut yang sejak semalam menghangatkan seluruh tubuhnya terjatuh. Sambil memungut selimut tersebut, matanya menjelajah ke berbagai arah.
Rayn adalah hal pertama yang dicarinya pagi ini. Ia mendatangi dapur, mengetuk kamar mandi, juga mencarinya ke kamar. Namun ia tidak bisa menemukan pria itu dimana pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal Me [ C O M P L E T E ]
RomanceRayn Abrian. Siapa yang tidak mengenalnya? Atau paling tidak, siapa yang tidak pernah mendengar namanya? Coba sebutkan siapa orang itu, maka dia akan dianugrahkan sebagai orang terkudet satu jagat raya. Lagipula, mana mungkin tidak ada yang mengenal...