Gwen tidak bisa melepas pandangan dari telapak tangan Devon yang besar, yang kini menggandeng telapak tangannya. Entah kemana pria itu hendak membawanya, namun yang jelas, kehangatan genggaman pria itu menjalar ke tubuhnya.
Sebuah pintu dibuka oleh Devon sesaat setelah mereka sampai di belakang panggung. Bersama dengan Edo yang sejak tadi tidak bisa mengendurkan wajah tegangnya, mereka memasuki ruang wardrobe.
Devon berhenti. Sehingga dengan terpaksa Gwen juga harus berhenti.
Gwen menatap Devon seraya menelan liur walau kesusahan. Ia gugup, dan benar-benar takut dengan apa yang akan pria itu lakukan selanjutnya. Kekacauan fans Rayn di studio bahkan belum bisa ditangani. Dan Gwen tidak mau sampai Devon melakukan sesuatu yang hanya akan memperburuk keadaan.
"Kamu pikir ini lagi musim panas?" Devon terheran-heran.
"Eh?" Dan Gwen lebih terheran-heran lagi.
"Ini udah malam, Gwen. Apalagi di luar hujan."
"I...ya saya tahu. Tapi—"
"Aku-kamu, Gwen." Melalui tatapannya, Devon seakan sedang memperingatkan Gwen untuk tidak lupa menggunakan sebutan tersebut lain kali.
"Y-ya, aku tahu. Tapi—"
"Berbahaya tahu, gak?"
"A-apanya yang berbahaya?"
Tiba-tiba saja, Devon melepaskan denim jacket yang ia kenakan. Cukup membuat Gwen dan Edo yang melihatnya jadi waspada.
Satu kaki Gwen sudah terangkat, berniat mengambil langkah mundur. Namun, dengan Devon yang tanpa meminta izin mengikat kedua lengan denim jacket itu di pinggang Gwen —sehingga Gwen terpaksa mendekat pada Devon—, gadis gempal itu jadi tidak bisa berkutik.
"Kamu pakai celana sependek ini, malam-malam, pas hujan begini. Gak cuma bahaya buat kesehatan kamu, tapi juga keselamatan kamu. Ngerti?" Devon merekatkan ikatan lengan jaketnya di depan perut Gwen, sampai tidak sengaja menarik gadis tersebut dan membuat jarak di antara mereka terkikis.
Gwen mengerjap cepat. Degup jantungnya yang terlalu cepat membuatnya sesak. Apalagi dengan jarak di antara ia dan Devon yang kelewat dekat. Pun dengan iris coklat terang yang membalas tatapan gugupnya itu. Dan Gwen sangat sebal dengan respon tubuhnya saat ini.
Gelagapan, Gwen buru-buru menjauh dari Devon. Ia pun mengalihkan pandangan pada denim jacket Devon yang sangat berguna untuk menutupi pahanya. Atau mengalihkannya kemanapun asal jangan pada Devon, yang hingga detik ini masih setia memperhatikannya.
Pria itu menghela napas, "Kamu kenapa ke sini?"
Berbeda jauh dengan seorang Rayn yang akan terus berbicara ketus padanya, Devon bertutur dengan sangat lembut dan hati-hati. Terlepas dari sikap tengilnya yang menyebalkan, dada Gwen justru semakin berdebar melihat bagaimana Devon bisa berbicara selembut itu. Ia yang tadinya belum mau menatap Devon untuk beberapa saat ke depan, akhirnya tidak bisa mempertahankan benteng keengganannya tersebut.
"Tadi, aku lihat acaranya di rumah. Terus pas aku tahu kamu yang muncul, aku langsung ke sini."
"Emangnya kenapa kalau aku yang muncul?" tanya Devon, sembari menjejalkan tangan ke dalam saku celana.
Tatapan Devon benar-benar meresahkan. Gwen sampai gelagapan sendiri untuk menjawab pertanyaan yang pria itu utarakan. "I-itu... habisnya... kenapa, sih, kamu harus jawab pertanyaan host-nya kayak gitu?"
Devon terlihat memikirkan sesuatu, "Oh, maksud kamu tentang artikel itu?"
Gwen mengangguk cepat. "Iya. Masalah itu, kan, udah beres ditanganin agensinya Mas Rayn, Devon. Kamu mau bikin masalah lagi emangnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal Me [ C O M P L E T E ]
RomanceRayn Abrian. Siapa yang tidak mengenalnya? Atau paling tidak, siapa yang tidak pernah mendengar namanya? Coba sebutkan siapa orang itu, maka dia akan dianugrahkan sebagai orang terkudet satu jagat raya. Lagipula, mana mungkin tidak ada yang mengenal...