Warning🔞🔞
Disclaimer, apa yang aku tulis dichapter ini tidak ada kaitannya dengan sang tokoh di kehidupan nyata. Semua murni fiksi dan hanya karangan untuk kebutuhan cerita.
Please, be wise"Kamu mutusin aku gara-gara lelaki aneh itu?" Suara Abi terdengar begitu menyebalkan di telingaku. Setelah aku pulih, akhirnya aku berbicara dengan Abimanyu. Mengutarakan isi hatiku untuk mengakhiri hubungan kami. Tentu saja sebelum ini ia sudah melihat Hayam Wuruk karena lelaki itu tinggal di kantorku untuk sementara.
Aku mengedikan bahu lalu berkata. "Aku mutusin kamu karena itu hal yang seharusnya aku lakuin sejak pertama kali aku tau kamu selingkuh."
Abi mendecih, ia menatapku dengan tatapan meremehkan. "Aku selingkuh karena ada alasannya, Ay. Terus sekarang apa bedanya sama kamu? Kamu juga selingkuh, kan, sama lelaki aneh itu?"
Hidangan yang awalnya terlihat menggirukan di hadapanku kini rasanya beralih fungsi dari sekedar membuat perutku kenyang. Aku ingin melemparkan piring steak ini ke wajah Abi karena mulut sialanya terus menerus mengucapkan hal buruk tentang Hayam Wuruk. tidak tahukah Abi bahwa lelaki yang ia sebut aneh itu adalah salah satu raja paling besar di sejarah Indonesia?
"Terserah. Pokoknya mulai detik ini kita putus, case closed." Titahku. Aku bergerak untuk bangkit dari kursi tetapi Abi terlebih dulu menahan lenganku. "Kenapa, sih, Ay? Gak ada, loh, masalah yang gak bisa selesain. Kenapa?"
Ini adalah salah satu siasat yang selalu Abi gunakan ketika kami sedang berada dalam masalah. Ia selalu berlagak seperti lelaki dengan kepala dingin yang senantiasa mendengarkan kegelisahan hatiku tentang hubungan kami. Dulu cara ini memang berfungsi, tapi kini tidak lagi. Aku tidak akan mau dibodohi oleh srigala berbulu domba itu. apalagi ketika aku sudah menemukan laki-laki lain yang ternyata sudah menjadi tambatan hatiku sejak ratusan tahun lamanya. Apalagi yang aku inginkan?
Aku mencoba melepaskan cengkraman jemari Abi pada lenganku. "Udah, Bi. Kita selesai, oke? Ini adalah penyelesaian terbaik dari masalah kita."
Setelah mengucapkan hal itu, aku meninggalkan Abi tanpa menoleh ke belakang lagi. Ternyata rasanya begitu melegakan saat mengetahui bahwa aku tidak lagi terikat pada suatu hubungan yang sebenarnya tidak sehat. Seakan aku terlepas dari sebuah belenggu yang selama ini melilit diriku.
***
Aku merasa bersyukur karena memiliki kantorku sendiri. Selain menjadi butik tempat para pelanggan membeli pakaian-pakaian yang aku jual, ruko dua tinggat ini juga menjadi kantor tempat aku dan team mendesign produk yang akan kami jual. Karena tempat ini adalah hakku sepenuhnya, aku bisa melakukan apa saja termasuk menyulap ruannganku menjadi tempat tinggal sementara untuk Hayam Wuruk.
Setelah hari yang cukup menyebalkan karena pertemuanku dengan Abi, bertemu dengan Hayam Wuruk berhasil menjadi penawar dari aura negative tersebut. Aku datang sambil membawa beberapa cemilan dan juga kebutuhan pokoknya seperti pakaian dan alat-alat mandi. Ngomong-ngomong soal pakaian, karena Hayam Wuruk sekarang berada di abad dua puluh satu, aku memohon kepadanya untuk mengenakan pakaian yang biasa dipakai oleh orang-orang di abad ini. Bukan karena aku tidak menyukai rompi kebesaran atau jariknya yang memiliki motif memukau, hanya saja aku tidak ingin ia dianggap aneh apalagi sampai menjadi bahan olok-olokan seperti saat kami pertama kali bertemu di taman.
"Selamat sore, baginda." Sapaku. Hayam Wuruk mengalihkan pandangannya dari selembar kertas dan melangkah ke arahku. "Kau sudah kembali?"
Aku mengangguk, lalu mengangkat kedua tanganku yang penuh dengan beberapa paperbag. "Tolong bantuin aku dulu bisa?"
Hayam Wuruk mengerjap beberapa saat sebelum mengambil alih paperbag-paperbag tersebut dari tanganku. Nampaknya ia masih belum terbiasa dengan cara hidup di abad yang tujuh ratus tahun berlalu dari Majapahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King and His Flower [Majapahit]
Historical FictionAda kisah yang mungkin tidak pernah tercatat di bukti sejarah manapun. Tapi kisah itu selalu kekal di hati dua insan yang saling terikat. Meski tidak terucap oleh kata, tidak tertulis oleh tinta rasa itu akan selalu ada. Tidak akan pudar meski suda...