21. She said yes?

7.5K 1K 143
                                    

Hubunganku dengan Hayam Wuruk berangsur-angsur membaik. Mungkin karena sekarang aku mencoba menerima kenyataan jika semua yang terjadi di luar kuasa kami. Apakah aku terdengar bodoh karena mengucapkan hal itu?

Semua hal yang terjadi beberapa waktu belakangan, membuat aku lupa sebenarnya sudah berapa lama aku berada di masa lampau ini. Memang sih aku sudah sangat nyaman, namun di lubuk hatiku, aku sangat merindukan kehidupanku di masa depan.

Apalagi jika keadaannya seperti ini, saat Ayah dan Ibu memiliki tugas di salah satu rumah bupati aku harus tinggal sendirian. Jika saja sudah ada ponsel atau hiburan seperti di masa depan, aku pasti tidak akan bosan.

Aku tidak tau harus melakukan apa saat sedang sendirian. Jadi pada akhirnya, aku hanya melamun di kamar.

Ketukan pada jendelaku berhasil membuat perhatianku teralih untuk sesaat. Apakah itu Hayam Wuruk? Ada rasa penasaran namun juga takut karena kini aku sedang sendirian.

Perlahan, aku membuka jendela dengan sangat pelan. Hingga akhirnya aku bisa memasang seulas senyum karena melihat siapa sosok yang ada di balik jendela kamarku.

"Apa yang kau lakukan?" Bisikku. Hayam Wuruk tersenyum. "Buka dulu jendelamu, aku ingin masuk."

Seperti sebuah perintah, aku segera membuka jendela kamarku lebar-lebar dan mengizinkan lelaki itu melompat masuk.

"Aku dengar Ayah dan Ibumu sedang bertugas ke rumah bupati Pajang, begitukah?" Tanyanya. Hayam Wuruk melepaskan jubah yang selalu ia kenakan setiap mengunjungiku diam-diam.

Mendengar pertanyaan itu, entah kenapa sebuah pikiran terlintas di kepalaku. "Apa kau yang memerintahnya? Iyakan?" tanyaku.

Aku yakin jika jawabannya adalah iya. Karena Hayam Wuruk langsung tertawa dan merebahkan diri di kasurku. Oh lihat, kini ia sudah bertingkah tidak selayaknya seorang raja.

"Kau menyebalkan." Omelku. Aku duduk di pinggir ranjang sambil merengut menatapnya.

"Maaf, bidadariku. Aku sangat merindukanmu, dan rasanya akan sangat melelahkan jika harus menghabiskan malam di taman bunga. Aku ingin sedikit...santai." sahutnya.

Hayam Wuruk merubah posisinya, bertumpu pada sikutnya dan menatapku. "Memang kau tidak rindu denganku?"

Aku memutar bola mataku. Bahkan aku bisa tau jika lelaki itu sedang menggodaku sekarang. "Aku tidak suka merindukan suami orang lain." jawabku.

Mendengar ucapanku, Hayam Wuruk malah tertawa dengan keras. "Astaga! Kemarilah, aku ingin menjelaskan sesuatu kepadamu!" ia menepuk sisi kasur yang ada di sampingnya sambil memanggilku.

"Apa?"

"Ayolah, aku akan bercerita panjang lebar kali ini."

"Tidak mau."

"Baiklah. Kau akan menyesal nantinya."

Hanya dalam beberapa detik, aku langsung goyah. Akhirnya aku menuruti ucapan Hayam Wuruk dan duduk pada sisi kasur yang ada di sebelahnya.

Hayam Wuruk berdecak, ia menarik lenganku hingga membuat aku terjatuh pada pelukannya. "Begini lebih baik. Jadi, kau sudah siap mendengar ceritanya?"

"Apa ini cerita tentang hantu?"

"Hahaha tidak. Sebelumnya, aku ingin bertanya terlebih dahulu kepadamu. Apa menurutmu aku brengsek karena menginginkanmu saat sudah menikah dengan wanita lain?"

Aku menatap mata legamnya yang sangat menawan. "Tapi kau tidak marah kan jika aku menjawab jujur?"

Hayam Wuruk tersenyum, ia mengecup hidungku sebelum bersuara. "Katakan..."

The King and His Flower [Majapahit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang