"Bun, kenalin ini Kala pacar Ayana."
Bunda melihat Hayam Wuruk yang kini berubah menjadi lelaki bernama Kala dengan penuh telisik. Setelah puas memandangnya, Bunda langsung menghadiahiku tatapan penuh tanya.
"Kalandra," kata Hayam Wuruk sambil mengulurkan tangannya ke arah Bunda.
Bunda terlihat canggung saat menanggapi Hayam Wuruk. Ia tersenyum dan mempersilahkan lelaki itu duduk di sofa kami.
Sebenarnya, sangat wajar kalau Bunda terkejut. Pasalnya aku baru saja memberitahukan beliau tentang hubunganku dan Abi yang kandas minggu lalu. Dan sekarang, aku memperkenalkan laki-laki lain sebagai kekasihku.
"Kamu duduk sini dulu ya, Kala. Bunda mau buat minum sekalian ada yang mau diomongin sama Ayana."
Hayam Wuruk hanya mengangguk saat merespons ucapan Bunda.
Setibanya di dapur, aku langsung membuka suara. Menanyakan apa tujuan Bunda menarikku kesini.
"Itu beneran pacar kamu?" Tanya Bunda. Wajahnya memasang ekspresi yang sulit terbaca tetapi menggemaskan di mataku.
Aku mengangguk. Menjawabnya dengan bangga. "Iya. Ganteng, kan?"
"Cowok ganteng, gagah gitu mau dijadiin selingkuhan?"
"Hah? Selingkuhan?"
"Kamu selingkuh, kan, dari Abi?"
"Enak aja!" Sungutku dengan cepat. "Aku gak selingkuh keles! Kita emang udah lama kenal dan deket. Tapi sadar kalau saling tertarik ya baru akhir-akhir ini..."
Bunda menatapku dengan lekat. "Yakin?"
Aku akhirnya mendekap bahu Bunda sambil mengecup pipinya gemas. "Yakinlah! Emang Bunda gak mau punya mantu cakep kayak gitu?"
"Ya mau..."
Kami tertawa bersama. Sayang sekali aku harus berbohong tentang siapa Hayam Wuruk sebenarnya. Kalau saja aku bisa jujur, pasti Bunda akan lebih yakin jika lelaki itu lebih dari sekedar pantas. Namun, demi kebaikan bersama aku memang harus melakukan hal ini.
Setelah selesai membuat minuman dan obrolan singkat tadi, aku dan Bunda langsung bergegas kembali ke ruang tamu menghampiri Hayam Wuruk. Lelaki itu terlihat sangat tampan bahkan ketika sedang duduk. Tubuhnya tetap tegap dan pandangannya tidak kosong meski sendirian.
"Kata Ayana kamu gak suka sirup. Jadi Bunda buatin jus mangga, gak papa, kan?" Tanya Bunda. Bunda duduk di hadapanku dan Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk mengangguk lalu tersenyum. "Gak papa, Bunda."
Ohya, ngomong-ngomong aku sudah mengajarkan beberapa hal kepada Hayam Wuruk. Termasuk cara berbicara kebanyakan orang di era milenial ini. Memang sih, tidak ada yang salah dengan cara bicara Hayam Wuruk yang baku. Tapi pasti banyak yang merasa aneh karena tidak terbiasa.
"Kala sibuk apa sehari-harinya?"
"Aku sibuk ngelukis sama buat kerajinan aja, sih."
"Kerajinan apa?"
"Gerabah, batik, patung. Ya sejenis itu deh, Bun."
"Serius? Kamu bisa semua itu? Kereeen!"
Aku tersenyum dengan pongah sambil mengedipkan mata ke arah Bunda. Hal ini juga termasuk rencanaku. Kemampuan Hayam Wuruk yang mengetahui detail tentang sejarah adalah salah satu kelebihan yang tidak dimiliki banyak orang. Oleh karena itu aku mendorongnya untuk memanfaatkan kelebihannya tersebut sebaik mungkin.
Obrolan Bunda dan Hayam Wuruk mengalir dengan natural dan ringan. Aku hanya menimpali sesekali. Ternyata Bunda begitu tertarik dengan kemampuan Hayam Wuruk membuat kerajinan. Apalagi ketika aku menunjukan beberapa foto hasil karyanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/221433859-288-k124145.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The King and His Flower [Majapahit]
Ficción históricaAda kisah yang mungkin tidak pernah tercatat di bukti sejarah manapun. Tapi kisah itu selalu kekal di hati dua insan yang saling terikat. Meski tidak terucap oleh kata, tidak tertulis oleh tinta rasa itu akan selalu ada. Tidak akan pudar meski suda...