Aku memilih untuk pulang ke rumah daripada menetap di istana tanpa kehadiran Hayam Wuruk.
Meski tidak tau akan sesibuk apa lelaki itu nantinya, aku yakin itu akan memakan waktu yang banyak.
Keadaan kerajaan setelah terjadi perang bubat jadi tidak terlalu kondusif. Beberapa penjabat tinggi memojokkan Mahapatih dan mengatakan jika beliau memiliki maksud tersembunyi. Beberapa lainnya juga menyebut jika Mahapatih adalah seorang penghianat yang menginginkan kehancuran bagi Majapahit.
Itu adalah gosip yang selalu aku dengar dari pembicaraan Wulan dan Yuni setiap paginya.
Ngomong-ngomong, ini hari terakhirku di istana. Sore nanti aku kan segera pulang ke rumah dan tidak tau kapan lagi bisa kembali ke istana ini.
Karena di masa depan aku tidak pernah ke Trowulan, mungkin ini saat yang tepat bagiku untuk berjalan-jalan sebentar dan melihat lingkungan sekeliling istana.
Meski tidak ditemani oleh Wulan dan Yuni, aku tidak takut tersesat sama sekali.
Kakiku melangkah tanpa arah, menatap setiap bangunan dengan bata merah yang disusun sedemikian rupa. Aku bertanya-tanya, apakah semua mahakarya ini masih bisa dilihat di masa depan nanti atau hanya jadi sebuah cerita?
Aku menghela nafas panjang. Suasana yang sangat tenamg dan udara yang sejuk menjadi sebuah suntikan energi setelah semua yang terjadi. Jika aku bisa kembali lagi ke masa depan, aku akan mengunjungi tempat ini lagi. Pasti.
Langkahku terhenti ketika melihat sebuah candi yang sepertinya terletak di bagian belakang istana.
Karena sangat penasaran dengan nama candi ini, aku bertanya kepada pengawal yang ada disekitarnya.
"Apa nama candi ini?" Mereka menatapku dengan heran, mungkin bertanya-tanya kenapa ada orang yang tidak mengetahui nama candi ini tapi bisa berada di kawasan istana.
Namun mereka tetap menjawabnya dengan sopan. "Candi bajang ratu, ndoro."
Aku mengucapkan kata terima kasih sambil tersenyum. Oh, jadi ini yang disebut candi bajang ratu.
Mungkin jika candi ini dibuat di masa depan, tidak akan terlalu istimewa karena semua teknologi dan teknik yang sudah ada. Tapi candi ini dibuat pada zaman belum ada semen atau apapun untuk menempelkan satu bata ke bata lainnya.
Mataku menatap setiap detailnya dengan kagum. Bagaimana bisa ya orang-orang pada zaman ini memiliki pemikiran jenius yang menghasilkan sebuah mahakarya.
Ketika sedang asik mengagumi candi, pandanganku mengarah pada satu relif yang ditulis dengan huruf alfabet. Dengan cepat aku mendekat, mencoba membaca setiap kata yang ada.
Pagi dan malam, Sang Raja memohon kepada dewa agar cintanya bersatu. Entah harus menunggu berapa lama.
Aku lagi-lagi dibuat merinding. Siapa yang membuat relief menggunakan huruf alfabet di candi ini? Berulang kali aku membaca kalimat ini, menelaah setiap katanya.
Astaga, aku seperti terjebak pada sebuah kisah yang penuh teka-teki.
"Apa yang sedang kau lihat, bidadariku?" Aku menoleh dan mendapati Hayam Wuruk yang sedang menatap ke arah candi. Sial, jantungku bisa copot lama-lama. Setelah berdebar karena kalimat misterius tadi, aku juga berdebar karena wajah Hayam Wuruk yang sangat dekat denganku.
"Aku sedang menatap relief itu. Lihat, itu ditulis dengan huruf--"
Mataku membulat sempurna ketika melihat relief tadi yang hilang tanpa jejak. Tidak mungkin aku salah lihat kan?
Aku semakin mendekatkan diri ke arah candi, mengamati setiap inch nya untuk mencari kemana relief tadi pergi. Pasti aku kehilangan posisi relief tersebut karena menoleh ke Hayam Wuruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King and His Flower [Majapahit]
Fiction HistoriqueAda kisah yang mungkin tidak pernah tercatat di bukti sejarah manapun. Tapi kisah itu selalu kekal di hati dua insan yang saling terikat. Meski tidak terucap oleh kata, tidak tertulis oleh tinta rasa itu akan selalu ada. Tidak akan pudar meski suda...