Aku terbangun dengan nafas yang memburu dan peluh yang membasahi dahiku. Tubuhku benar-benar kaku karena mimpi buruk yang aku alami.
Mimpi itu bukan tentang diriku, melainkan Hayam Wuruk. Aku tidak tau bagaimana awalnya, tapi hanya satu yang terekam dengan sempurna di mimpi itu. Yaitu Hayam Wuruk yang menangis tersedu-sedu sambil tersungkur di tanah.
Aku masih mengingat dengan jelas suara tangis Hayam Wuruk yang begitu menyayat. Hatiku semakin teriris saat lelaki itu menyebutkan namaku pada sela-sela tangisnya.
Kenapa aku bermimpi demikian padahal semalam kami tertidur dengan suasana hati yang sangat baik?
"Hei, kau baik-baik saja?" Aku terlonjak, bahkan tidak menyadari jika Hayam Wuruk masih berada di sisiku.
Ketika melihat wajahnya, aku tidak bisa menghapuskan mimpi buruk itu dari benakku. Rasanya sangat menyakitkan melihat dirinya yang menangis seperti itu, meski hanya di dalam mimpi.
"Kau mimpi buruk?" Tanyanya lagi.
Aku tidak menjawab, memilih memeluk tubuhnya dengan erat. Astaga, aku benar-benar ketakutan sekarang. Mimpi itu terasa sangat nyata hingga rasa sesak yang ditimbulkan masih memenuhi dadaku.
"Ayana...ada apa?" Hayam Wuruk terdengar sangat khawatir dan juga penasaran. Tapi aku tidak bisa menceritakan mimpi itu, terlebih dirinya lah yang menjadi peran utama dalam mimpi burukku.
"Tidak. Maaf jika membuatmu khawatir."
Perlahan, aku mencoba mengatur nafasku. Menenangkaan diri dalam pelukan hangat Hayam Wuruk.
"Kau yakin?"
Aku mengangguk. "Lagipula itu hanya mimpi."
Hayam Wuruk menghela nafas, lalu mengecup wajahku lembut. Aku baru tersadar kenapa ia masih berada di kamarku, apa lelaki ini tidak kembali ke istana?
Aku mengangkat wajahku, menatap Hayam Wuruk. "Kau belum pulang ke istana? Apa kau tidak takut--"
"Aku ingin merasakan bagaimana terbangun dengan dirimu di pagi hari." Katanya. Ia memasang sebuah senyum tipis yang sialnya sangat manis. Aku yakin pasti wajahku memerah karena ucapannya itu.
"Baiklah. Apa kau ingin sarapan? Atau membutuhkan sesuatu?"
Hayam Wuruk menggeleng, kembali memeluk tubuhku dengan sangat erat. Sial, aku benar-benar meremang karena tubuh kami yang menempel dengan sempurna.
"Aku ingin sekali memelukmu seperti ini. Kau membuatku nyaman dalam bermalas-malasan, Ayana." Ucapnya sambil menggerakan jemari pada punggungku yang polos.
Astaga, aku harap Hayam Wuruk tidak menyadari jika tubuhku sedang meremang di bawah sentuhannya. Aku benar-benar payah di hadapan lelaki ini. Padahal di masa depan, aku tidak semudah itu untuk disentuh oleh laki-laki termasuk Abi.
Ngomong-ngomong bagaimana ya kabar Abi? Aku benar-benar lupa dengan sosoknya karena kehadiran Hayam Wuruk.
"Kau bayi besar yang manja. Kau tau?" Tanyaku.
"Hanya saat bersamamu. Ayana...ada hal lain yang membuatku tidak akan pulang hari ini sebelum mendapatkan sesuatu."
Aku langsung menatapnya dengan penuh tanya. Apa Hayam Wuruk ingin melakukan itu lagi? Semoga saja tidak, karena sungguh aku belum terbiasa dengan semua ini. Ditambah, bagaimana pun ia adalah suami orang lain. Perasaan bersalah itu masih ada di sudut hatiku.
"Apa?"
"Aku menanti sebuah jawaban." Bisiknya. Ia menautkan jemari kami sambil mengecup hidungku singkat.
![](https://img.wattpad.com/cover/221433859-288-k124145.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The King and His Flower [Majapahit]
Ficción históricaAda kisah yang mungkin tidak pernah tercatat di bukti sejarah manapun. Tapi kisah itu selalu kekal di hati dua insan yang saling terikat. Meski tidak terucap oleh kata, tidak tertulis oleh tinta rasa itu akan selalu ada. Tidak akan pudar meski suda...