*jgn lupa play mulmed*
Langit Majapahit begitu mendung, padahal sore ini adalah perayaan puncak dari rentetan ritual melelahkan menyambut kehadiran sang penerus tahta.
Hayam Wuruk terlihat lelah namun juga bahagia kala menatap sosok malaikat kecil yang ada di gendongannya. Puteri cantik yang ia namai Kusumawardhani itu terlihat begitu mirip dengannya.
Meski banyak petinggi kerajaan yang mencibir karena keturunannya bukanlah seorang lelaki, tapu Hayam Wuruk tetap bahagia. Ia tidak peduli sama sekali.
Sebenarnya ada hal lain yang membuat Hayam Wuruk bahagia hari ini. Selain ritualnya yang selesai, ia juga bisa bertemu dengan Ayana secepatnya. Jujur saja, Hayam Wuruk sangat merindukan gadis itu. Kira-kira bagaimana ya kabar Ayana?
Bahkan saking tidak sabarnya, Hayam Wuruk mengutus salah satu suruhannya untuk memastikan keadaan Ayana tadi siang. Ia ingin mendengar kabar tentang pujaan hatinya tersebut sebelum bertemu langsung esok hari.
"Baginda..." Hayam Wuruk menoleh, lalu sebuah senyum terbit di wajahnya. Itu dia pesuruhnya yang ia berikan tugas khusus untuk melihat keadaan Ayana.
Hayam Wuruk menaruh Kusumawardhani ke kasur sebelum melangkah keluar.
"Bagaimana? Ayana baik-baik saja kan? Apa yang sedang ia lakukan sore ini? Menjahit? Melamun? Apa?"
Ya ampun, bukankah pertanyaan itu cukup berlebihan yang dikeluarkan oleh seorang Raja? Hayam Wuruk terlihat tidak sabaran.
"Baginda..." Arka Gemah, pesuruh yang Hayam Wuruk tugaskan menunduk. Ia bahkan tidak berani menatap wajah sang Raja.
Hayam Wuruk menelisik sosok di hadapannya ini. Kenapa Arka Gemah malah terdiam? Bukankah tugasnya untuk menyampaikan keadaan Ayana?
"Apakah aku menugaskanmu untuk terdiam?" Tanya Hayam Wuruk dengan nadanya yang tegas.
Arka Gemah menarik nafas, mengumpulkan kekuatan untuk menatap Hayam Wuruk dan menyampaikan apa yang terjadi.
"Baginda, hamba sudah memastikan keadaan Ayana. Hamba datang ke rumahnya dan..."
"Dan?"
"Begini..."
Hayam Wuruk mulai kesal dengan tingkah Arka Gemah yang terkesan memperlambat semuanya.
"Dan apa?" Suara Hayam Wuruk mulai meninggi, membuat Arka Gemah bergedik ngeri.
"Baginda, hamba telah tiba di rumah Ayana--"
"Bagaimana keadaannya? Tentu saja kau tiba di rumahnya! Aku tidak peduli dengan rumahnya, aku hanya ingin tau bagaimana keadaan Ayana!" Sentak Hayam Wuruk.
"Rumah Ayana ramai di datangi penduduk sekitar--"
"Aku bilang aku tidak peduli dengan rumah--"
"Hal itu karena ada seseorang yang meninggal dunia, Baginda."
Hayam Wuruk terdiam, ia menatap Arka Gemah dengan tajam dan demi apapun kenapa lelaki ini sangat lambat? Apa susahnya berkata dengan lantang tanpa terputus-putus.
"Aku tidak mendapatkan kabar apapun jika Tumenggung--"
"Ayana meninggal dengan calon bayinya." Ketika mengucapkan kalimat itu, Arka Gemah benar-benar diliputi oleh rasa takut dan juga sedih secara bersamaan.
Sama seperti Hayam Wuruk, awalnya ia mengira jika yang wafat adalah Ayah Ayana. Namun ketika memastikan lebih dekat, ternyata Ayana yang sedang terbaring kaku. Bahkan tubuhnya mematung ketika melihat hal ini tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King and His Flower [Majapahit]
Historical FictionAda kisah yang mungkin tidak pernah tercatat di bukti sejarah manapun. Tapi kisah itu selalu kekal di hati dua insan yang saling terikat. Meski tidak terucap oleh kata, tidak tertulis oleh tinta rasa itu akan selalu ada. Tidak akan pudar meski suda...