Polaris 🌠

40 9 0
                                    


.
.
.

🍂


   "Separah itu? Aku benar-benar merasa sangat bersalah padanya."

   "Aku tidak tahu harus membenci mu karena kau kakak dari Sua atau aku harus mempercayai mu sebagai rekan."

    Kim Minji hanya bisa menyesali setelah mendengar penjelasan dari Gahyeon mengenai kondisi Lee Siyeon, ia sangat merasa bersalah, duduk terpaku di samping Handong.

   Dari sofa yang berbeda, Lee Siyeon menggerakan tubuhnya perlahan, membuka matanya yang terasa berat lalu duduk menatap satu persatu orang-orang di hadapannya.

   "Huh? Kenapa rumah ku menjadi ramai, apakah kau membuat party, Hyeon?" tanya Siyeon bingung, sesekali menguap dan menyibak rambut depan yang menghalangi wajahnya.

   "Oppa? Hmmm aku, aku.. Iya aku sedang ada party kecil, merayakan keberhasilan sidang sekaligus merayakan kesembuhan mu." Jawab Gahyeon gugup.

   "Pantas saja kau tadi membuat macaron bersama Yoohyeon, hey tapi... Aku tidak sakit Hyeon, aku baik-baik saja." Ucap Siyeon santai, beralih ke sofa yang masih kosong di dekat Dami.

   Semua orang memandangnya aneh, termasuk Dami orang yang paling dekat dengannya. "Yeon, Minji dan Handong baru datang. Ada yang ingin mereka bicarakan, tapi aku mohon kau harus mengontrol emosi dan perasaan apapun yang muncul nantinya.." Ucap Dami pelan.

   Siyeon menatap Minji dan Handong secara bergantian. "Silahkan bicaralah, aku akan dengarkan dengan baik." Ucapnya santai.

   "Lee Siyeon, aku mohon padamu untuk tetap tenang apapun yang dibicarakan. Aku kesini mewakilkan Kim Bora untuk meminta maaf yang sebesar-besarnya, aku sadar kalau adik ku sudah sangat keterlaluan tapi aku mohon maafkan kesalahannya." Ucap Minji memohon dengan sangat.

   "Aku sudah memaafkannya Minji, tidak usah memohon berlebihan seperti itu." Balas Siyeon masih dalam keadaan tenang.

   "Terimakasih atas kebaikan mu Lee Siyeon, aku berhutang banyak pada mu. Bora akan dipindahkan ke tahanan di kota Seoul. Apakah Bora akan mendekam di jeruji besi selamanya?" tanya Minji ragu-ragu.

   Siyeon mengambil sikap serius, memasang ekspresi tegas. "Tidak Minji, aku memasukan Bora kedalam jeruji besi hanya untuk menegakkan keadilan atas meninggal nya mendiang ayah. Sebelum membawa nya ke Den Haag, aku sempat menemukan surat wasiat yang di tulis ayah sebelum dinyatakan meninggal, ia pernah kritis dan siuman selama 2 hari sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dikarenakan kerusakan organ dalam yang menyebar akibat peluru berkarat. Ayah menuliskan surat pesan mendalam, ia melarang kami untuk membalas perbuatan jahat pelaku penembakan dengan kekerasan fisik, ia hanya meminta pelaku tersebut di penjara sampai ia benar-benar berubah menjadi manusia yang lebih baik. Ayah kami berhati malaikat, meskipun ia tegas dan tidak tinggal bersama kami namun diam-diam ayah selalu memperhatikan kami dari jarak jauh, ayah tidak ingin aku dan Gahyeon tumbuh menjadi sosok yang penuh rasa benci.." Ucap Siyeon lemah, airmata nya jatuh kembali namun dalam keadaan tenang.

    Gahyeon langsung memeluk kakaknya. "Ayah, aku tidak menyangka selama ini ayah sangat memperhatikan kita dari jarak jauh meskipun ayah sangat sibuk dengan urusan nya." Ucapnya lirih.

   "Jadi, ada kesempatan bagi Bora untuk bebas lebih cepat?" tanya Minji dengan mata berbinar.

   "Iya, entah kapan aku belum bisa memastikannya." Jawab Siyeon yakin.

   "Jadi surat dari ayah adalah alasan di balik kejadian di pengadilan? Dimana kau tiba-tiba pingsan, lalu dokter mengatakan kau mengalami penurunan sel darah merah secara drastis." Ucap Gahyeon menerka-nerka pemikirannya.

INFJ-A : Alter EgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang