3. Awal bencana

3.5K 157 1
                                    

Silahkan membaca...

💎💎💎

Saat ini Rey dan Ana berjalan mengelilingi tempat survernir dan toko-toko lainnya yang menarik perhatian. Jalanan Bali cukup padat dipenuhi wisatawan lokal dan non lokal. Rey sendiri harus berjalan berdesak-desakan dengan menggandeng tangan mungil sicupu. Bukan apa-apa hanya takut nanti sicupu ilang, makin ribet deh.

"Eehh Rey, liat deh itu apa ya kok padet bangett kita kesan yaa." Belum sempat rey membalas tangannya dah di paksa mendekati kerumunan. Saat melihat sicupu yang katanya bernama ana itu kesusahan menyempil Rey menerobos duluan memberikan jalan agar gampang untuk ana mengikutinya. Betapa baiknya kan Rey.

Saat sudah dibarisan paling depan. Tenyata orang-orang ini sedang melihat pertunjukan tari Kecak. Dilihat beberapa lelaki berbaris membentuk bulatan sambil duduk bersila dengan tangannya diangkat-angkat keatas. Satu orang berada di tengah-tengah mereka.

"Jadi ini yang dinamakan tari Kecak. Aku baru tau tariannya seperti ini." Suara ana menginterupsi, reflek Rey menengok ke sampingnya. Melihat wajah si cupu dari samping entah kenapa membuatnya enggan memalingkan kembali wajahnya. Senyum terpancar dari wanita disebelahnya ini yang masih fokus melihat orang-orang berpakaian seperti papan catur.

"Rey liat deh kerja sama mereka kompak sekali. Saling membantu melengkapi kekurangan rekan mereka. Beda banget sama dijakarta."

"Eh iya... Beda." Rey refleks memalingkan pandangannya saat ana menengok ke arahnya. Setelah ana kembali menatap ke depan Rey kembali melihat wajah yang tadi tersenyum sekarang terlihat murung.

"Andaii di Jakarta orang-orangnya mempunyai jiwa kepedulian dan kerjasama yang baik. Pasti seru." Entah, ana sedih saat mengingat kembali perlakuan rekan kerjanya. Andaii saja semua rekannya menghargai dan menghormatinya dia tidak akan sesedih ini. Setidaknya jika tidak pernah dihargai diana hanya ingin di anggap ada oleh rekan kerjanya.

💎💎💎

Malam menjelang seseorang mengadakan pesta didepan hotel yang kebetulan menyajikan pemandangan pantai yang indah. Denger- denger acara lamaran ana sendiri tidak tahu.

Ana berjalan pelan dipinggir pantai tanpa memakai alas kaki. Udara malam disini sangat menyegarkan belum lagi suara ombak yang menenangkan.

Ana mendudukan dirinya dipinggir pantai. Menatap gelapnya langit. Bahkan bulan saja tidak muncul sepertinya akan ada hujan.

"Ngapain malem-malem duduk sendirian." Sebuah suara mengisi indra pendengaran Ana. Rey ikut duduk disampingnya. Sama-sama memandang gelapnya langit.

Hening menyelimuti suasana. Berbeda dengan dibelakang mereka yang sibuk menyiapkan pesta.

"Kamu gak ikut pesta?" Ana bertanya setelah sekian lama hening melanda, masih dengan menatap ke depan.

Rey menoeh, tapi tak ada menjawabnya.

"Lo tau siapa pemeran utama pesta dibelakang?" Tanya Rey tiba-tiba.

"Nggak emng siapa" kali ini ana menoleh kearah Rey yang juga menatapnya, gue.

"Gue. Dalang dari pesta ini."

"Loh, berarti kamu mau melamar seseorang? Siapa. Kok aku gak tauu kamu dateng kesini sama pacar kamu." Tanya Ana antusias. Tapi saat melihat Rey yang malah tersenyum masam. Sepertinya ana salah. "Em,maaf jika aku membuatmu tak nyaman."

My Wife Cupu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang